- Home
- /
- New Economy
- /
- Energi
Inalum Buka-bukaan: Bauksit Diekspor US$ 40, Balik Jadi Aluminium US$ 2.900
Kredit Foto: Rahmat Dwi Kurniawan
Pemerintah terus memacu hilirisasi mineral mentah guna mengurangi ketergantungan impor. Salah satu komoditas yang menjadi perhatian adalah aluminium. Meski Indonesia memiliki cadangan bauksit besar, kebutuhan aluminium nasional hingga kini masih banyak dipenuhi dari impor.
Group Head Business PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) Al Jufri mengatakan, sekitar 54 persen kebutuhan aluminium nasional masih dipenuhi dari impor. Kondisi ini terjadi karena nilai tambah dari bauksit belum sepenuhnya dinikmati di dalam negeri.
“Kita ekspor bauksit 40 dolar, lalu impor alumina 400 dolar. Pabriknya di luar, tenaga kerjanya di luar, added value-nya di luar. Semua di luar,” ujar Al Jufri dalam Media Gathering Inalum di Jakarta, Selasa (17/12/2025).
Baca Juga: INALUM Produksi 500 Ribu Bibit Pohon per Tahun untuk Konservasi Danau Toba
Ia menjelaskan, nilai ekonomi bauksit akan meningkat signifikan jika diproses hingga menjadi aluminium. Saat ini, harga aluminium di pasar global berada di kisaran US$ 2.900–3.000 per ton, jauh lebih tinggi dibandingkan harga bauksit mentah yang hanya sekitar US$ 40 per ton.
Menurut Al Jufri, selisih harga tersebut mencerminkan potensi nilai tambah yang sangat besar apabila rantai industri aluminium terintegrasi di dalam negeri, mulai dari tambang bauksit, pengolahan alumina, hingga smelter aluminium.
“Kalau aluminanya 400 dolar per ton, aluminium itu harganya 2.900 dolar per ton. Spread-nya lumayan. Kalau kita masih impor, spread itu terjadi di luar negeri, bukan di sini,” katanya.
Untuk menutup ketergantungan impor tersebut, Inalum melalui PT Borneo Alumina Indonesia (BAI) tengah mempercepat pengembangan kapasitas produksi. Al Jufri menyebut, Inalum menargetkan kapasitas smelter aluminium di Mempawah dapat mencapai 600.000 ton per tahun pada 2028.
Baca Juga: Tak Sekedar Industri, Bos Inalum Beberkan Strategi 'Jaga' Napas Danau Toba
Langkah ini diharapkan dapat memperbesar nilai tambah yang dinikmati di dalam negeri, sekaligus memberikan dampak ekonomi yang lebih luas.
“Tujuannya apa? Added value yang lebih besar untuk dinikmati, efeknya jauh lebih besar lagi. Baik itu terhadap daerah, provinsi, atau bahkan nasional,” ujar Al Jufri.
Melalui penguatan hilirisasi aluminium, Inalum berharap Indonesia tidak hanya mampu mengurangi ketergantungan impor, tetapi juga memperkuat posisinya sebagai pemain penting dalam industri aluminium di kawasan regional.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rahmat Dwi Kurniawan
Editor: Djati Waluyo
Tag Terkait: