Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Pelaku Ritel dan UMKM Kritik Raperda KTR DKI Jakarta Dinilai Berpotensi Ancam Daya Beli

        Pelaku Ritel dan UMKM Kritik Raperda KTR DKI Jakarta Dinilai Berpotensi Ancam Daya Beli Kredit Foto: Mochamad Ali Topan
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Rencana Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk menetapkan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Kawasan Tanpa Rokok (KTR) memicu perdebatan di berbagai kalangan. Kebijakan ini dinilai berpotensi memberikan tekanan pada ekosistem ritel modern serta sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang sedang berupaya melakukan pemulihan ekonomi. Kekhawatiran muncul bahwa regulasi tersebut dapat berdampak pada kelangsungan usaha di tingkat akar rumput.

        Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (HIPPINDO) menyampaikan keberatannya terkait poin zonasi yang melarang penjualan produk tembakau. Ketua Umum HIPPINDO, Budihardjo Iduansjah, menyatakan bahwa penerapan aturan radius di wilayah Jakarta sangat berisiko memicu kendala teknis di lapangan. Hal ini dikarenakan karakteristik tata kota yang padat membuat standarisasi jarak menjadi sulit dilakukan secara konsisten.

        Budihardjo menambahkan bahwa struktur pusat perbelanjaan atau mal di Jakarta memiliki fungsi yang kompleks, mulai dari tempat belanja hingga pusat kegiatan sosial lainnya. Jika aturan radius penjualan rokok diberlakukan secara kaku, sebagian besar pusat perbelanjaan di Jakarta berpotensi masuk dalam area larangan penjualan. Oleh karena itu, diperlukan kajian yang lebih mendalam agar aturan tersebut dapat diimplementasikan tanpa menghambat aktivitas ekonomi ritel.

        Baca Juga: AMTI Sayangkan Wacana Plain Packaging Kemenkes, Dinilai Berisiko Perparah Rokok Ilegal

        "Kalau kawasan tanpa rokok itu harus diperjelas secara detail. Kalau radius nggak bisa karena penjualan rokok masih merupakan tulang punggung daripada sektor retail dan sektor produsen. Dan itu harus memperhatikan tenaga kerja dan lain sebagainya," ujar Budiharjo.

        Jika pemerintah daerah terus mendorong aturan tersebut, dampak ekonomi yang muncul akan sangat terasa. Kendati kebijakan zonasi larangan penjualan rokok akan dihilangkan dalam Raperda KTR, HIPPINDO tetap memperkirakan adanya potensi kerugian pada ekosistem ritel jika kebijakan tersebut disahkan, imbas dari pembatasan ekstrem terhadap penjualan produk tembakau.

        "Ya penurunan omzet itu, penjualan kami itu hampir Rp20 triliun setahun itu bisa ada terjadi penurunan secara ekosistem dari retail. Kerugian puluhan triliun itu dari distributor, peritel sampai supplier terkena dampaknya," ungkap Budihardjo.

        Keresahan sama pun dirasakan oleh pelaku UMKM, lebih lagi kondisi saat ini sedang tidak baik-baik saja. Indikator kenaikan daya beli menjelang Natal dan Tahun Baru (Nataru) belum terlihat signifikan. Situasi ini diperparah dengan persaingan yang tidak seimbang akibat ekspansi ritel jaringan nasional hingga ke pelosok.

        Baca Juga: Asosiasi Hotel dan Pedagang Pasar Desak Penundaan Raperda KTR DKI, Dinilai Merugikan Sektor Usaha

        Wakil Ketua Umum Asosiasi Koperasi dan Ritel Indonesia (AKRINDO), Anang Zunaedi mengatakan, produk tembakau adalah komoditas dengan perputaran uang yang sangat cepat bagi UMKM. Keuntungan dari penjualan produk tembakau seringkali digunakan untuk menutupi biaya operasional harian atau mensubsidi produk lain yang perputarannya lambat.

        "Terkait zonasi dan KTR tentu berdampak karena rokok menjadi kategori produk fast moving di peritel Koperasi UMKM. Apalagi di peritel tingkat mikro yang bergantung di produk rokok maka ini sangat memberatkan," papar Anang.

        Dia berharap pemerintah dapat lebih bijaksana dalam merumuskan pasal-pasal dalam Raperda KTR. Ia menekankan bahwa tujuan pengendalian konsumsi produk tembakau seharusnya bukan dengan mematikan mata pencaharian pedagang kecil.

        "Mestinya pemerintah berupaya mengedukasi masyarakat tentang rokok tanpa harus mematikan usaha pedagangnya,” tutup Anang.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Amry Nur Hidayat

        Bagikan Artikel: