Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Asosiasi Hotel dan Pedagang Pasar Desak Penundaan Raperda KTR DKI, Dinilai Merugikan Sektor Usaha

Asosiasi Hotel dan Pedagang Pasar Desak Penundaan Raperda KTR DKI, Dinilai Merugikan Sektor Usaha Kredit Foto: Mochamad Ali Topan
Warta Ekonomi, Jakarta -

Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di DKI Jakarta telah menimbulkan reaksi keras dari pelaku industri, mulai dari sektor pariwisata hingga pedagang pasar. Regulasi yang mencakup pengaturan zonasi dan pelarangan total terhadap produk tembakau dikhawatirkan akan menghambat pemulihan ekonomi sektor perhotelan dan sekaligus mengurangi pendapatan pelaku usaha kecil di pasar-pasar ibu kota.

Menanggapi kekhawatiran tersebut, Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DKI Jakarta, Sutrisno Iwantono, menyatakan kondisi industri saat ini belum ideal untuk dikenakan beban regulasi baru. Beliau menjelaskan bahwa kinerja sektor perhotelan dan restoran di Jakarta masih jauh dari stabil.

 "Bagi industri hotel, kondisi saat ini memang masih cukup berat. Banyak hotel masih tertatih-tatih karena beberapa hal: okupansi belum kembali stabil, biaya operasional seperti listrik dan tenaga kerja terus naik, sementara daya beli masyarakat masih lemah," ujarnya, menekankan pentingnya mempertimbangkan kondisi riil di lapangan.

 Baca Juga: Raperda KTR Jakarta Dinilai Beri Dampak Tak Menguntungkan bagi Pedagang Kecil

Menurut Iwantono, pelaku industri perhotelan dan restoran tidak anti terhadap regulasi tersebut. Dia hanya meminta agar wacana kebijakan itu didiskusikan dengan membuka ruang dialog seluas-luasnya bagi berbagai pihak yang terdampak. Dengan begitu, dia berharap nantinya peraturan itu dapat berjalan efektif dan tidak mematikan lini usaha yang justru telah menyerap banyak tenaga kerja.

"Karena itu, kami bukan sedang menolak atau melawan kebijakan pemerintah. Yang kami minta hanyalah agar kondisi riil di lapangan juga didengar. Pelaku usaha berharap ada ruang dialog supaya kebijakan yang dibuat tidak malah membebani industri yang sedang berusaha bangkit," tegasnya.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) Mujiburohman mengeluhkan efek ganda akibat dari pelarangan penjualan hingga perluasan pelarangan pemajangan dan iklan rokok. Para pedagang akan kehilangan omzet dari penjualan barang dan pemasukan pasif dari iklan yang banyak membantu perekonomian mereka.

 Baca Juga: Arah Baru Fiskal Jawa Barat, Dua Raperda Berpotensi Mengubah Peta Penerimaan Daerah 2026

Lebih lanjut, dia pun menyoroti aturan zonasi larangan penjualan rokok dengan radius 200 meter dari sekolah dan tempat bermain anak. Kebijakan ini jika diterapkan maka akan sulit diimplementasikan di area Jakarta yang padat penduduk. “Aturan tersebut dapat berdampak negatif kepada anggota kami karena akan menimbulkan ketidakpastian hukum terutama pada pasar, kios, serta toko kelontong yang sudah lebih dulu dulu ada dan berdekatan dengan sekolah,” papar dia.

Jika DPRD DKI Jakarta terus mendorong Raperda KTR, Mujiburohman mengaku khawatir akan pendapatan pedagang yang tergerus. Dia mengaku penurunan bisa mencapai 30% dari pendapatan harian yang diperoleh oleh pedagang. Dia berharap pembahasan Raperda KTR dapat dihentikan oleh DPRD, guna mempertimbangkan kondisi perekonomian rakyat kecil saat ini.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Amry Nur Hidayat

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: