Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Praktik Jual Beli Kendaraan STNK Only Bisa Picu Kredit Macet

        Praktik Jual Beli Kendaraan STNK Only Bisa Picu Kredit Macet Kredit Foto: Istimewa
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) menguungkap maraknya praktik jual beli kendaraan bermodal Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) saja atau STNK Only di media sosial dinilai meningkatkan risiko kredit macet atau non-performing loan (NPL) di industri pembiayaan.

        Bahkan, APPI mencatat lebih dari 95% kendaraan yang masih berstatus kredit telah dijual, digadai, atau dipindahtangankan oleh debiturnya tanpa persetujuan perusahaan pembiayaan.

        Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pembiayaan IndonesiaSuwandi Wiratno, mengatakan praktik tersebut umumnya dilakukan debitur yang mengalami tekanan keuangan dan tidak mampu memenuhi kewajiban cicilan. Kendaraan kemudian dialihkan ke pihak lain hanya dengan STNK, meski status kredit belum lunas.

        “Karena mungkin saja ada kasus di mana banyaknya debitur misalnya berutang sama orang lain, dia kasih saja tuh STNK-nya, dia kasih saja mobilnya. Padahal masih kredit,” ujarnya saat dihubungi Warta Ekonomi, Jumat (19/12/2025).

        Baca Juga: APPI Ungkap 95% Kendaraan Kredit Sudah Berpindah Tangan

        Fenomena ini kian marak seiring berkembangnya platform media sosial seperti Facebook, Instagram, TikTok, dan YouTube. Penelusuran sederhana di berbagai platform tersebut memperlihatkan banyak unggahan bertajuk “jual beli kendaraan STNK only”, yang menawarkan mobil atau sepeda motor tanpa disertai Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB). Harga kendaraan biasanya dipasang lebih murah untuk menarik pembeli yang membutuhkan kendaraan cepat tanpa proses administrasi panjang.

        Menurut Suwandi, STNK pada dasarnya hanya berfungsi sebagai bukti registrasi kendaraan dan pengesahan agar dapat dioperasikan di jalan raya, termasuk tanda kewajiban pajak telah dipenuhi. Namun, tanpa BPKB, pembeli tidak memiliki bukti kepemilikan yang sah dan berpotensi menghadapi sengketa hukum di kemudian hari.

        “Kadang-kadang juga ada yang jual dengan model STNK tanpa BPKB, salah nggak? Salah juga kalau jual tanpa BPKB. Bukti kepemilikan kan ada di Bukti Pemilikan Kendaraan Bermotor, yaitu BPKB. Kalau STNK kan cuma buat menunjukkan kepada polisi kalau dia sudah lunas bayar pajak,” tuturnya.

        Baca Juga: Bos Leasing Astra Buka Suara Soal Praktik Jual Beli Kendaraan STNK Only, Begini Katanya

        Bagi industri pembiayaan, praktik pemindahtanganan kendaraan kredit tanpa izin ini memperbesar risiko NPL. Kendaraan yang menjadi objek jaminan tidak lagi berada di tangan debitur, sehingga menyulitkan proses penagihan maupun eksekusi ketika terjadi wanprestasi.

        Kondisi tersebut juga mempersulit pelacakan unit karena kendaraan telah berpindah ke pihak ketiga, keempat, bahkan kelima yang tidak memiliki hubungan hukum dengan perusahaan pembiayaan.

        Suwandi menilai situasi ini berpotensi memperburuk kualitas kredit jika tidak diantisipasi. Debitur yang tidak lagi menguasai kendaraan cenderung mengabaikan kewajibannya, sementara utang tetap tercatat dan harus ditagih.

        “Bisa dibayangkan, orang kredit tidak dibayar, kendaraan dijual, dipindahtangankan. Utang makin banyak yang macet dan orang sudah tidak peduli. Jual beli pakai STNK only, apa jadinya nanti,” ujarnya.

        APPI menilai fenomena tersebut perlu menjadi perhatian bersama, baik industri, regulator, maupun masyarakat, mengingat dampaknya tidak hanya pada perusahaan pembiayaan, tetapi juga pada stabilitas sistem pembiayaan dan risiko hukum bagi pembeli kendaraan STNK only.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Azka Elfriza
        Editor: Annisa Nurfitri

        Bagikan Artikel: