Kredit Foto: Istimewa
Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) mencatat 95% kendaraan yang belum lunas cicilannya diketahui telah dijual, digadai, atau dialihkan kepemilikannya oleh debitur hanya bermodalkan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK).
Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia, Suwandi Wiratno, mengungkapkan praktik tersebut kerap dilakukan tanpa memperhatikan status kredit kendaraan yang belum lunas.
“Karena mungkin saja ada kasus dimana banyaknya debitur misalnya berhutang sama orang lain, dia kasih aja tuh STNK-nya, dia kasih saja mobilnya. Padahal masih kredit,” ujarnya, kepada Warta Ekonomi, Jumat (19/12/2025).
Baca Juga: Bos Leasing Astra Buka Suara Soal Praktik Jual Beli Kendaraan STNK Only, Begini Katanya
Ia menegaskan, pemindahtanganan kendaraan yang masih dalam masa pembiayaan melanggar ketentuan perjanjian kredit. Kondisi ini menyulitkan perusahaan pembiayaan ketika debitur menunggak kewajiban, karena unit kendaraan tidak lagi berada di tangan pemilik sah sesuai kontrak.
Suwandi menjelaskan, proses penarikan atau eksekusi kendaraan oleh perusahaan pembiayaan tidak dilakukan secara tiba-tiba. Terdapat tahapan prosedural yang harus dilalui sebelum eksekusi dilakukan.
“Kita kalaupun mau melakukan eksekusi tidak sembarangan, artinya kan sudah melalui proses ditegur dulu, dikirim nggak dijawab, dikirimi kolektor tahu-tahu nggak ada di rumah,” katanya.
Dalam praktik di lapangan, ia mengakui kerap terjadi ketegangan saat proses eksekusi. Salah satu kasus yang sering muncul adalah ketika debitur mengklaim telah membayar cicilan, namun dana tersebut justru dibawa kabur oleh oknum kolektor. Untuk situasi seperti itu, Suwandi menyarankan agar penyelesaiannya ditempuh melalui jalur hukum.
Selain itu, terdapat pula debitur yang mengabaikan kewajiban cicilan karena merasa kendaraan yang dikreditkan sudah tidak lagi berada dalam penguasaannya. “Tapi kalau debiturnya ada, unitnya sudah tidak sama dia dan bahkan sudah dibawa sama orang lain, sama pihak lain, ketiga, keempat, kelima, yang tidak berhak. Sementara si debiturnya sudah tidak mau peduli,” ujarnya.
Baca Juga: Pembiayaan untuk Mobil Listrik Capai Rp17,64 Triliun Tumbuh 2,7%
Fenomena tersebut dinilai memperbesar risiko pembiayaan dan memicu persoalan hukum berlapis, baik bagi perusahaan pembiayaan maupun pihak ketiga yang menguasai kendaraan tanpa hak. APPI menilai diperlukan peningkatan pemahaman debitur mengenai konsekuensi hukum pemindahtanganan kendaraan kredit serta penguatan pengawasan terhadap praktik penagihan.
Terkait insiden penarikan kendaraan yang berujung pada korban jiwa, Suwandi menyatakan belum dapat memberikan komentar lebih jauh. Menurutnya, kasus tersebut masih perlu ditelusuri secara menyeluruh dari awal hingga akhir. “Saya tidak bisa berkomentar panjang karena kita belum tahu ceritanya yang jelas dari hulu ke hilirnya,” ucapnya.
Meski demikian, ia menyampaikan keprihatinan dan duka cita atas peristiwa tersebut. “Kita berduka kenapa bisa terjadi dua orang meninggal, menjadi pengeroyokan. Siapa pun yang melakukan pengeroyokan kan tentunya sedang diproses,” pungkasnya
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Azka Elfriza
Editor: Annisa Nurfitri
Advertisement