PN Sidoarjo Tolak Praperadilan PT HAS, Tambang Pasir di Hutan Bojonegoro Terbukti Ilegal
Kredit Foto: Kemenhut
Balai Gakkum Kehutanan Wilayah Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara (Jabalnusra) memenangkan permohonan praperadilan yang diajukan kuasa hukum PT HAS terkait perkara penambangan pasir di kawasan hutan Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur. Pengadilan Negeri Sidoarjo menolak seluruh permohonan Pemohon dan menegaskan bahwa penetapan tersangka serta tindakan penyitaan yang dilakukan penyidik sah menurut hukum.
Perkara tersebut bermula dari temuan aktivitas penambangan pasir di Kawasan Hutan dengan Pengelolaan Khusus–Perhutanan Sosial (KHDPK-PS) Kelompok Tani Hutan (KTH) Bendo Rejo, Desa Luwihaji, Kecamatan Ngraho, Kabupaten Bojonegoro. Di kawasan hutan negara yang diperuntukkan bagi perhutanan sosial itu, penyidik menemukan kegiatan tambang pasir menggunakan alat berat tanpa perizinan berusaha dari Pemerintah Pusat.
Berdasarkan hasil penyelidikan dan gelar perkara, penyidik menetapkan PT HAS sebagai tersangka atas dugaan mengerjakan, menggunakan, dan/atau menduduki kawasan hutan secara tidak sah sebagaimana dimaksud Pasal 78 ayat (2) juncto Pasal 50 ayat (3) huruf a Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023.
Baca Juga: Gakkum Kemenhut Amankan Alat Berat dan Ratusan Kayu Ilegal di Batangtoru
Selain itu, korporasi tersebut juga disangka melakukan penambangan di dalam kawasan hutan tanpa Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud Pasal 89 ayat (2) huruf a dan huruf b juncto Pasal 17 ayat (1) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023.
Kuasa hukum PT HAS kemudian mengajukan praperadilan terhadap Menteri Kehutanan cq. Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kehutanan cq. Kepala Balai Gakkum Kehutanan Wilayah Jabalnusra dengan objek permohonan sah atau tidaknya penetapan tersangka dan penyitaan.
Dalam putusan tertanggal 16 Desember 2025, Pengadilan Negeri Sidoarjo menyatakan eksepsi Termohon tidak dapat diterima, menolak seluruh permohonan praperadilan Pemohon, serta membebankan biaya perkara kepada Pemohon.
Putusan tersebut menegaskan bahwa seluruh proses penyidikan, penetapan tersangka, dan penyitaan sarana tambang yang dilakukan penyidik Balai Gakkum Kehutanan Wilayah Jabalnusra telah sesuai dengan ketentuan hukum acara pidana.
Kepala Balai Gakkum Kehutanan Wilayah Jabalnusra, Aswin Bangun, menyatakan bahwa putusan praperadilan tersebut memperkuat posisi penegakan hukum kehutanan di tingkat wilayah.
Aswin mengatakan, putusan pengadilan ini menegaskan bahwa pola tambang pasir dengan alat berat di areal perhutanan sosial tidak bisa dibenarkan: KHDPK–Perhutanan Sosial tetap kawasan hutan negara yang tidak boleh diobrak-abrik untuk tambang.
"Bagi kami, putusan ini memberi kepastian bahwa langkah penyitaan alat berat dan penetapan tersangka korporasi sudah berada di jalur yang benar dan harus dilanjutkan sampai ke pengadilan. Bersama Perhutani, pemerintah daerah, dan kelompok tani, kami akan memperkuat pengawasan agar hutan negara benar-benar menjadi tumpuan penghidupan masyarakat, bukan arena eksploitasi tambang,” ujar Aswin.
Baca Juga: Kemenhut Kuasai Kembali 7.755 Ha Bentang Seblat, Bongkar Sawit dan Pondok Ilegal
Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kehutanan, Dwi Januanto Nugroho, menegaskan bahwa kemenangan praperadilan tersebut menjadi preseden penting dalam penindakan tambang ilegal di kawasan hutan.
“Kemenangan praperadilan ini menegaskan bahwa aparat penegak hukum kehutanan bekerja di rel yang benar. Korporasi yang mencoba bersembunyi di balik badan hukum atau skema perhutanan sosial harus memahami bahwa negara hadir, aturan ditegakkan, dan pengadilan mengakui sahnya tindakan penyidik. Ke depan, kami akan mengembangkan perkara ini, termasuk membuka peluang penggunaan instrumen hukum lain bila ditemukan dampak kerusakan hutan yang lebih luas,” ujarnya.
Kementerian Kehutanan menegaskan bahwa penanganan kasus pertambangan ilegal di kawasan hutan merupakan bagian dari upaya nasional menjaga integritas kawasan hutan, melindungi masyarakat sekitar hutan dari risiko bencana ekologis, serta memastikan program perhutanan sosial berjalan sesuai tujuan. Pemerintah mengajak kelompok tani hutan dan pemerintah daerah untuk memperkuat pengawasan bersama dan tidak memberi ruang bagi praktik tambang ilegal maupun penyalahgunaan izin di kawasan hutan.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Djati Waluyo
Editor: Djati Waluyo