WE Online, Jakarta - Terbongkarnya aksi tipu-tipu seorang pelanggan terhadap Telkomsel beberapa hari yang lalu kian menampakkan adanya ketelodoran pada pihak operator di bidang registrasi, terlebih aksi penipuan itu terjadi pada kartu pasca-bayar yang notabene akses untuk kartu tersebut lebih selektif ketimbang prabayar.
Sebagaimana diketahui, aksi menipuan yang dilakukan seorang berinisial SM tersebut telah menyebabkan kerugian di pihak Telkomsel sebesar Rp 15,5 miliar dan hingga kini manajemen Telkomsel belum memberikan penjelasan terhadap kasus ini. Pun begitu, operator seluler terbesar di Tanah Air itu juga tidak menjelaskan sejauh mana penerapan aturan Permen Kemenkominfo dengan Nomor 23/M.Kominfo/10/2005 oleh perusahaan selama kurun waktu 10 tahun (2005-2015).
Sebelumnya anggota BRTI Ketut Prihadi Kresna mengatakan dua tahun pasca-diterbitkanya aturan Peraturan Menteri Tahun 2005, pemerintah bersama operator telah melakukan evaluasi atas aturan tersebut.
"Operator minta pemerintah tidak usah masuk terlalu dalam hingga level distributor. Namun, setelah ditunggu-tunggu nyatanya operator tidak bisa melaksanakan aturan tersebut dengan optimal. Mereka hanya berhasil di gerai-gerai untuk pelanggan pasca-bayar, ternyata untuk prabayar aturan menkominfo hanya di gerainya saja yang diterapkan," pungkasnya.
Tidak optimalnya penerapan Permen Kemenkominfo Tahun 2015 tersebut menimbulkan keresahan di tengah masyarakat.
Telkomsel sendiri tahun ini cukup direpotkan dengan berbagai kasus. Telkomsel sempat disorot pemimpin DPR RI Fadli Zon karena persoalan SMS cabul. Politisi Partai Gerindra itu menuding murahnya harga SIM card sebagai biang keladi maraknya SMS cabul di Tanah Air.
Tak hanya itu dalam urusan hubungan pelanggan, Telkomsel juga sering mendapat keluhan. Bahkan, provider ini sempat digugat oleh pelangganya Roni Pangindangan seorang pengacara lantaran menghentikan layananan internet miliknya saat masa berlaku belum habis dan memotong pulsa tanpa pemberitahuan.
BRTI Lemah?
Kejadian-kejadian di atas tentunya dapat diminimalkan bila adanya pengawasan eksternal terhadap operator yang mesti menerapkan aturan Permen Kemenkominfo secara optimal maupun hubungan dengan pelanggan. Dalam hal ini termasuk pemberian sanksi yang tegas jika diperlukan. BRTI sendiri selaku pengawas dinilai belum memainkan perannya dengan maksimal.
"BRTI-lah pengatur, pengawas, dan pengendali industri telekomunikasi. Peran menkominfo hanya kebijakan saja. Sanksi bisa dijatuhkan BRTI kepada operator yang tidak comply terhadap regulasi yang ada. Tergantung keberanian dan kemauan BRTI saja. Masyarakat rindu BRTI yang tegas dan independen sebab dalam tiga tahun terakhir tidak ada sanksi maupun teguran pada operator padahal ada beberapa operator yang tidak mematuhi aturan," jelas pengamat ICT Heru Sutadi.
Terpisah, anggota BRTI lainya Agung Harsoyo kepada Warta Ekonomi mengatakan pihaknya tidak berwenang memberikan sanksi, kewenangan tersebut berada pada direktorat jendral.
"Organ pengawasan/pengendalian dilakukan oleh kementerian. Menjatuhkan sanksi merupakan wewenang dirjen. Dirjen sudah berkali-kali menjatuhkan sanksi," pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Febri Kurnia
Editor: Cahyo Prayogo