Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan penguatan basis data sebagai hasil dari program amnesti pajak akan mulai bermanfaat untuk menggali potensi penerimaan pajak pada 2017.
"Kita akan menggunakan dan memelihara 'database' ini untuk mengindentifikasi potensi pajak pada tahun-tahun mendatang," kata Sri Mulyani di Jakarta, Sabtu.
Sri Mulyani mengatakan para peserta amnesti pajak yang ikut pada periode pertama yang berakhir 30 September 2016, merupakan wajib pajak yang berpotensi untuk menyumbang penerimaan setelah melaporkan hartanya.
Untuk itu, dengan data terbaru yang dimiliki mengenai aktifitas ekonomi maupun nilai aset yang selama ini belum dideklarasikan, maka pemerintah bisa memiliki gambaran mengenai penerimaan perpajakan di masa mendatang.
"Tentu kita membutuhkan sistem informasi, sistim 'database' dan kemampuan analisa, yang akan kita investasikan, agar penerimaan pajak basisnya lebih solid dan kredibel, lebih memiliki data yang memang menunjang proyeksi penerimaan," ujarnya.
Selain itu, Sri Mulyani mengatakan basis data baru yang berasal dari program amnesti pajak bisa menjadi dasar informasi bagi kajian pemerintah, yang ingin melakukan revisi regulasi dalam bidang perpajakan seperti UU PPh dan UU PPN.
"Ini akan terefleksikan, apakah pemerintah memiliki basis yang cukup besar sehingga tingkat 'rate'nya bisa dilakukan perubahan, agar bisa didapatkan kombinasi antara kebutuhan mendapatkan penerimaan pajak dengan iklim kompetitif," ujarnya.
Dengan adanya pengolahan data yang tepat, Sri Mulyani mengharapkan proyeksi target penerimaan perpajakan dalam RAPBN 2017 bisa lebih realistis dan sesuai dengan perkembangan ekonomi terkini agar gejolak dalam pendapatan negara tidak terjadi setiap tahunnya.
"Fokus untuk 2017 adalah target yang sudah ditetapkan di nota keuangan bisa kita rencanakan penerimaannya bulan per bulan secara lebih solid. Tidak menimbulkan situasi seperti sekarang, bahwa enam atau tujuh bulan penerimaan sangat kecil, kemudian terburu-buru pada akhir," ungkapnya.
Sri Mulyani juga menginginkan adanya target penerimaan yang lebih terarah, agar tidak menimbulkan kekhawatiran kepada masyarakat dan dunia usaha yang takut sewaktu-waktu dijadikan sasaran pajak, apabila target tidak tercapai.
"Masyarakat dan dunia usaha bisa merasakan bahwa mereka mendapat tekanan besar. Kami mencoba merencanakan lebih baik dan mengidentifikasi lebih akurat, agar bisa menjalankan tugas lebih pasti," kata mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat
Advertisement