Bank Indonesia (BI) meyakini transmisi pelonggaran kebijakan moneter ke suku bunga perbankan akan semakin terasa pada 2017, dan mendorong penurunan bunga kredit konsumsi, termasuk kredit pemilikan rumah (KPR).
Direktur Departemen Kebijakan Makroprudensial BI, Dwityapoetra S Besar, di Jakarta, Rabu (14/12/2016), mengatakan sepanjang 2016, pelonggaran kebijakan moneter BI sebenarnya sudah mengendorkan suku bunga perbankan, meskipun tidak signifikan. Saat ini, untuk KPR, kata dia, rata-rata bunga yang dibebankan perbankan sebesar 10,3 persen.
"Sekarang kalau KPR udah 10,3 persen, total kredit udah 11 persen. Transmisinya sudah keliatan di situ," ujar Dwitya.
Namun, Dwitya mengatakan, penurunan bunga KPR juga akan sangat tergantung kemampuan masing-masing perbankan dalam menekan biaya dana (cost of fund).
Misalnya, untuk KPR yang diambil nasabah sebelum tahun 2016, penurunan bunga kredit tidak bisa serta merta, karena bisa saja pendanaan yang diambil bank saat itu bersifat jangka panjang.
Begitu juga jika pendanaan untuk penyaluran KPR tersebut dari obligasi, karena bank sebagai penerbit tetap harus membayar bunga obligasi tersebut yang dikonversikan menjadi komponen dalam rumus perhitungan bunga kredit.
"Semua tergantung lagi ke kondisi aset dan liabilitas (kewajiban) bank. Misalnya PT. Bank Tabungan Negara Tbk (BTN), tidak bisa turun dulu mungkin karena pembiayaannya banyak pakai obligasi, namun tahun depan bisa turun karena sudah jatuh tempo," ujar dia.
Saat ini, bunga KPR di BTN adalah KPR subsidi sebesar 5 persen, sedangkan non-subsidi 9,9 persen.
Adapun stimulus dari kebijakan moneter untuk penurunan suku bunga kredit perbankan adalah penurunan suku bunga acuan moneter yang sudah dipangkas sebesar 150 basis poin menjadi 4,75 persen (BI 7-Day Reverse Repo Rate).
Untuk membantu likuiditas perbankan, otoritas moneter juga menurunkan rasio Giro Wajib Minumum-Primer sebesar 150 basis poin sejak Desember 2015 menjadi 6,5 persen.
Meskipun dampak terhadap penurunan suku bunga perbankan akan terasa pada tahun depan, Dwitya mengakui masih banyak hambatan untuk perbankan agar dapat terus menurunkan suku bunga kredit. Salah satu hambatan itu dari potensi kenaikan laju inflasi, akibat akan dinaikannya tarif listrik 900 VA.
"Ya kita harus melihat dan tergantung kondisi ekonomi makronya juga," ujar dia. (Ant)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Sucipto
Tag Terkait:
Advertisement