Keterlibatan sekolah dan masyarakat menanam cabai di pekarangan dapat membantu pemerintah dalam mengantisipasi kenaikan?harga cabai, termasuk dampak inflasi. Di balikpapan harga cabai masih di kisaran Rp100-110 ribu perkilogram.
SMA 3 Balikpapan pemenang Adiwiyata Nasional tahun 2015 dan 2016 telah membuktikan bahwa menanam cabai di halaman/pekarangan sekolah mampu meringankan beban bagi masyarakat sekitarnya, terutama guru, orang tua murid, serta pedagang di kantin sekolah.
Sejak Mei 2016, SMA 3 mampu menanam bibit cabai yang menghasilkan 1.286 pohon cabai dan sejak Juni hingga sekarang mampu menghasilkan 350 kg cabe jenis baskara dan Sret. Cabai tersebut memiliki?harga jual yang tentu jauh lebih murah yakni Rp50-70 ribu per kilogram.
"Kalau dihitung rupiah ada sekitar Rp17 juta, tapi itukan tidak semua kita jual ada sebagaian kita berikan buah tangan bagi mereka yang studi banding. Pejabat datang kemari melihat langsung kebun cabai kita," terang Sri Eko Patmi Kordinator Adiwiyata SMA 3 Balikpapan di Balikpapan, Selasa (10/1/2017).
Disampaikan, areal kebun cabai hanya menfaatkan pekarangan sekolah yang terbagi dalam empat kavling. Ia mengatakan Bank Indonesia memberikan bibit cabai sekaligus melakukan pembinaan.
"Di Balikpapan ada 30 sekolah ikut prorgam pengendalian inflasi oleh BI melalui sekolah menanam cabai. Di sekolah kami tahun 2015 juara satu nasional sekolah Adiwiyata dan 2016 juga. Kemudian di 2017 kita ikut Adiwiyata Mandiri tingkat nasional dengan program unggulan tanaman cabai," ungkap Sri Eko Patmi.
Bank Indonesia memberikan bantuan berupa bibit cabai dan pembinaan penanganan hama pada bulan April 2016 lalu. Program BI ini sudah berlangsung beberapa tahun lalu.
Lena Manatin penanggungjawab kebun cabai SMA 3 menerangkan bahwa selain harga jual yang ditawarkan relatif murah, cabai hasil sekolahnya bebas dari pestisida kimia karena dirawat dengan menggunakan pupuk dan anti hama organik.
"Kebanyakan pembelinya orang tua murid, guru, keluarga dari guru, dan kantin sekolah. Kalau dari masyarakat sekitar belum ada. Uang kita belikan pupuk organik dan dikembangkan lagi untuk tanaman cabai," terangnya.
Menurutnya, dari penan perdana pada Juni 2016 lalu hingga kini satu tanaman cabai di poliback ini dapat menghasilkan 0,5 kg cabai dengan kualitas baik.
Meski sudah tidak masuk puncak panen cabai, namun cabai jenis sret dan baskara yang tumbuh di halaman terus berbuah dan siap untuk dipanen pada beberapa hari ke depan. Ia mengatakan sekolah pernah menghasilkan cabai dalam beberapa hari sekitar 20 kg, yakni saat natal dan tahun baru.
"Sekarang sebulan menghasilkan 20 kg. Jenis ?cabai yang dicari banyak jenis sret karena lebih tahan lama dan panjang-panjang. Kalau baksara lebih pendek bentuknya, tapi gemuk-gemuk," terang Lena yang juga guru kimia ini.
Diakuinya, tanaman cabai yang dikelolanya bersama 30 siswa tim cabai ini tahan terhadap hama karena sejak awal ditanam menggunakan pupuk organik dan antihama dari organik pula.
"Tapi, di sini kalau hujan malam harus disiram paginya sebab kalau tidak disiram cabai ini seperti terbakar karena kena hujan asam keluar CO2. Kemarinkan sempat libur dua pekan jadi tidak disiram hasilnya beberapa cabai hangus," paparnya.
Sedikitnya ada 30 siswa yang tergabung dalam tim cabai dari siswa SMA 3 secara aktif melakukan perawatan seperti penyiraman dua kali dalam sehari, pemberian pupuk seminggu sekali, dan membersihkan sekitar areal tanaman.
"Inikan program BI menekan laju inflasi dari cabai. Kita wajib melibatkan siswa-siswa di sini. Mereka kita ajarkan cara menanam, merawat, dan memanen termasuk memberikan pupuk organik," tandasnya.
Yanti dan Rahmah siswa kelas II SMA 3 Balikpapan mengaku senang terlibat langsung dalam penanaman cabai. "Dengan ikut seperti ini kita dapat pengalaman bagaimana menanam dan merawat cabai. Apalagi, kan harga cabai lagi mahal, kadang ibu saya ?beli di sini setengah atau sekilo. Kan lebih murah daripada beli di pasar," kata Yanti.
Keberhasilan sekolah ini berkebun cabai berkat dengan semua pihak. Dibutuhkan kesabaran dan ketekunan dalam menanam cabai dengan melibatkan siswa.
"Kami bisa berhasil seperti ini karena telaten dan serius apalagi kondisi cabai lagi mahal. Tentu banyak membantu. Ada sekolah yang menanam beberapa bulan tumbuhnya pendek-pendek ya cabainya juga sedikit," tambah Lena.
Selain cabai, sekolah ini juga menanam pisang bangkok dan hidroponik yang masing-masing memiliki koordinator tanaman yang dikelola. "Tapi, di sini unggulan cabai," tukasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Andi Aliev
Editor: Cahyo Prayogo
Tag Terkait:
Advertisement