PT Angkasa Pura tengah mengkaji dengan melakukan studi kelaikan (feasibility study) rencana pembangunan Bandara Internasional Soekarno-Hatta kedua.
Direktur Utama AP II M Awaluddin di sela-sela diskusi yang bertajuk "Membangun Peradaban Transportasi Indonesia" di Jakarta, Kamis (26/1/2017) mengatakan bandara kedua dibutuhkan karena lalu lintas penerbangan di Bandara Soetta akan tetap padat, meskipun telah dibangun landasan pacu (runway) ketiga. "Soetta ini akan kita perkirakan menjadi 'bottleneck' (hambatan), baik aksesibilitas dan pergerakan pesawat, bahkan 'runway' ketiga sudah dibangun itu ada titik maksimumnya," katanya.
Dia memperkirakan kepadatan itu akan terjadi pada 2025 apabila tidak dibangun bandara alternatif di sekitar Soetta. "Sekarang sudah 2017, tinggal tujuh atau delapan tahun saja dari sekarang, kalau Soetta 'stuck' (terhambat), saya kira sulit kalau tidak memberikan alternatif ke Soetta," katanya.
Adanya Bandara Kertajati, Majalengka, Jawa Barat, menurut dia, dinilai terlalu jauh untuk penumpang dari wilayah Barat karena diperuntukan menampung penumpang di wilayah Timur Jawa Barat, yaitu Pantai Utara Jawa, seperti Cirebon, Indramayu, Brebes dan Tegal.
"Untuk Bandung dan bagian Selatan tetap nyaman ke Bandara Husein Sastranegara, jadi alternatifnya kita sedang mencari kajian dari segi aksesibilitas, Tol Sedyatmo (akses ke Soetta), sudah 'stuck' (padat) karena bercampur dengan truk dan yang ke perumahan," katanya.
Awaluddin mengatakan pihaknya telah diminta oleh Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk mengkaji pembangunan Bandara Soetta kedua tersebut, termasuk untuk membangun akses tol layang (elevated) khusus ke bandara dengan melibatkan Jasa Marga.
Selain itu juga, Ia diminta untuk melakukan pembicaraan dengan Pemda serta Kementerian Perhubungan untuk memberikan izin kelaikan ruang udara di sekitar Soetta, namun terkait lokasi belum diputuskan. "Paling tidak kita punya kajian 'preliminary study' (kajian awal) dulu," katanya.
Menurut Awaluddin, bandara kedua merupakan hal yang lumrah di berbagai negara, seperti di Dubai (Uni Emirat Arab), Schipol (Belanda) dan Shanghai (Tiongkok). "Artinya, bandara yang 'connected' (terhubung) itu sangat biasa, apalagi alternatif yang menghubungkan dengan LRT (light rail transit), kereta 'people mover' atau 'sky train', bukan sesuatu yang aneh kalau ada pengembangan alternatif Soekarno-Hatta 2," katanya.
Awaluddin juga akan mempertimbangkan desain bandara khusus penerbangan internasional dan domestik, seperti di Korea Selatan di mana Bandara Gimpo khusus untuk penerbangan domestik dan Bandara Incheon khusus untuk penerbangan Internasional.
Dia menilai hal itu perlu dilakukan karena lalu lintas penumpang penerbangan domestik dan internasional jauh berbeda, yaitu internasional baru sekitar 17 persen, sementara domestik 83 persen. "Jadi kalau tembus 103 juta lalu lintas penumpang, berarti 83-84 juta penumpang AP II itu domestik," katanya.
Awaluddin memperkirakan tahun ini lalu lintas penumpang akan tembus 60 juta penumpang meningkat dari 2015 sebanyak 55 juta penumpang.
Saat ini, dengan anggaran belanja modal Rp9,1 triliun, AP II tengah melakukan revitalisasi Terminal 1, akan dilanjutkan Terminal II, pelapisan landasan pacu Utara dan pembangunan landasan pacu ketiga. (Ant)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Sucipto
Advertisement