Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) Rosan Roeslani menyatakan, tanpa adanya Amerika Serikat dalam Kemitraan Trans Pasifik, Indonesia seharusnya tak lagi membahas rencana untuk bergabung dalam perjanjian tersebut.
Menurut dia di Jakarta, Jumat (27/1/2017), rencana awal Indonesia untuk bergabung dalam Kemitraan Trans Pasifik (TPP) adalah untuk memasuki "free market" atau pasar bebas, yang pada akhirnya akan mempermudah kegiatan perdagangan. "Kita tidak usah bahas itu lagi. Amerika saja keluar, untuk apa lagi kita ikut TPP?," ujarnya usai mengisi acara dialog terbuka bertema "Kebijakan Ekonomi, Bisnis, dan Politik AS dibawah Presiden Trump: Pengaruhnya terhadap Indonesia" di auditorium Centre for Strategic and International Studies.
Ia melanjutkan bahwa pada saat ini, Indonesia sebaiknya mengkonsentrasikan fokus kerjasama dagang dengan negara lain, daripada mempertimbangkan bergabung dalam TPP. "Kita mempunyai perjanjian dagang dengan negara lain juga. Contoh dengan Australia yang sedang dalam pembicaraan dan diharapkan selesai dalam waktu dekat, lalu ada juga European Union-Indonesia Comprehensive Economic Partnership Agreement, itu sudah disetujui," kata Rosan.
Kemitraan Trans-Pasifik adalah sebuah skema kerjasama perdagangan yang telah ditandatangani oleh 12 negara yakni Australia, Brunei, Kanada, Chile, Jepang, Malaysia, Meksiko, Selandia Baru, Peru, Singapura, Vietnam dan Amerika Serikat.
Namun, pada hari pertamanya sebagai Presiden AS, Donald Trump telah menandatangani pernyataan penarikan diri negaranya dari Kemitraan Trans-Pasifik. Menurut pernyataan Gedung Putih yang disampaikan beberapa saat setelah Trump dilantik, strategi penarikan diri ini dilakukan demi melindungi angkatan kerja Amerika dan pemerintahan AS akan membidik negara mana pun yang melanggar kesepakatan perdagangan dan merugikan pekerja Amerika.
Banyak pihak yang mengkhawatirkan kemungkinan langkah-langkah kebijakan yang dapat diambil oleh Presiden Trump, namun Rosan menegaskan bahwa hal ini tidak harus selalu dihubungkan dengan dampak negatif. "Kebijakan-kebijakan itu tentunya mempunyai dua sisi, dan kita sebaiknya lebih melihat bagaimana kita bisa mengambil kesempatan dari kebijakan tersebut. Tidak selalu berbicara tentang ancamannya saja," ujarnya.
Ia mengatakan apapun kebijakan yang diambil oleh Presiden Trump nantinya, Indonesia harus dapat menggunakan hal itu sebagai suatu kesempatan untuk menjadi lebih kompetitif lagi. Salah satu kebijakan yang dapat diambil oleh Indonesia, lanjutnya, adalah dengan mempertimbangkan posisi negara dengan Vietnam, dimana kedua negara memiliki daya ekspor tekstil yang sangat tinggi ke AS.
Selama ini, pertumbuhan industri garmen Vietnam bertumbuh pesat karena negara tersebut menikmati ekspor tekstil dengan 0 persen biaya ke AS, sementara Indonesia harus membayar tariff. Namun, sekarang posisi Indonesia dan Vietnam sejajar karena keduanya harus membayar biaya ekspor untuk memasukkan produk tekstil ke AS. "Itu yang membuat kita bisa lebih kompetitif lagi," tegasnya. (Ant)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Sucipto
Advertisement