Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Archandra Tahar menantang mahasiswa Universitas Trisakti, Jakarta, dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan berkaitan dengan isu minyak dan gas bumi (migas).
"Setelah saya banyak ditanya di sini, sekarang giliran saya memberikan pertanyaan kepada peserta kuliah umum di sini, ada hadiah bagi yang bisa menjawab. Pertanyaan berkaitan dengan migas," kata Archandra ketika mengisi acara kuliah umum di Universitas Trisakti, Jakarta, Jumat (17/3/2017).
Pertanyaan pertama, Archandra melemparkan tentang berapa base split bagian untuk negara dan kontraktor untuk gas di gross split. Berdasarkan pengamatan Antara, dari ratusan peserta, sekitar puluhan mahasiswa mengacungkan tangan mereka pertanda ingin dipilih menjawab pertanyaan tersebut.
Setelah Archandra mengumumkan hadiahnya juga ditambah foto bersama Archandra di atas panggung, banyak peserta yang menambah atusias untuk menjawab pertanyaan tersebut. "Coba berapa jawabannya?" tanya Archandra. "30:70 pak," sahut mahasiswi yang ditunjuk menjawab dengan ragu-ragu. "Salah," kata Archandra menanggapi.
Kemudian pertanyaan kedua dalam kuis gross split tersebut adalah, blok manakah yang pertama kali menerapkan skema gross split. "Blok nya adalah ONWJ," jawab salah satu peserta kuliah dengan lantang. "Iya benar," kata Archandra yang diiringi keriuhan peserta.
Hadiah yang diberikan adalah berupa power bank dan foto bersama. "Ini terakhir, apa tujuan manfaat dari gross split?," tanya Archandra. Dan hampir separuh tribun peserta mengacungkan tangan mereka ingin diberikan kesempatan untuk menjawab.
Bahkan, terlihat dari tempat duduk dosen juga ikut turut mengacungkan tangan ingin menjawab pertanyaan dari Archandra. Pada hari ini, Jumat, Wakil Menteri menjadi pengisi materi utama dalam kuliah umum di Universitas Trisakti, dan membicarakan tema tentang gross split.
Mentan Menteri ESDM tersebut juga sempat membeberkan beberapa penyebab lesunya industri hulu minyak dan gas bumi (Migas) di Indonesia.
"Lesunya industri hulu migas di Indonesia di mulai pada periode tahun 2011 sampai pada 2013, padahal pada saat itu harga minyak mentah dunia sedang tinggi-tingginya," katanya.
Dengan tegas Archandra menyebutkan bahwa salah satu pembuat lesu industri hulu pada saat itu adalah adanya PP nomor 79 tahun 2010. "Selain pembubaran BP Migas menjadi SKK Migas, PP tersebut salah satu dampak terkuat menjadi malasnya investor ke Indonesia," imbuhnya. (Ant)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Sucipto
Advertisement