Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

KPPU Lebih Dulu Endus Penyimpangan Tender Proyek E-KTP

KPPU Lebih Dulu Endus Penyimpangan Tender Proyek E-KTP Kredit Foto: Tri Yari Kurniawan
Warta Ekonomi, Makassar -

Kasus dugaan korupsi pengadaan proyek kartu tanda penduduk elektronik alias E-KTP yang diungkap oleh Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) ternyata lebih dulu diendus oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Bahkan, KPPU sempat memvonis dua perusahaan yakni Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI) dan PT Astra Graphia atas dugaan persengkongkolan tender E-KTP pada 2012 lalu. Sayangnya, putusan tersebut mental di tingkat banding.

Ketua KPPU Muhammad Syarkawi Rauf mengungkapkan dugaan persengkongkolan dalam tender proyek E-KTP terlihat pada beberapa temuan investigator di antaranya proses pengadaan tender di mana proposal kedua PNRI dan PT Astra Graphia lebih dari 70 persen mirip. Syarkawi juga membeberkan adanya dukungan-dukungan dari pihak tertentu dan pengerjaan tenaga ahli yang ternyata tidak memiliki kompetensi sesuai dengan proposal.

"Jadi pada 2011-2012, KPPU memang pernah melakukan investigasi dugaan persekongkolan tender E-KTP. Kala itu, ada dua perusahaan terlapor dan dalam persidangan dinyatakan terbukti bersalah sehingga kami jatuhkan denda. Namun, mereka mengajuan banding di pengadilan negeri dan diterima," ucap Syarkawi seusai diskusi ekonomi dalam rangka Dies Natalis Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin, Jalan Perintis Kemerdekaan, Kota Makassar, Sabtu?(18/3/2017).

Saat ini KPK tengah berkoordinasi dengan KPPU untuk membongkar dugaan korupsi tender proyek E-KTP, khususnya ihwal persengkongkolan. Terlebih, skandal kasus tersebut ditengarai melibatkan nama-nama besar. Ketua KPK Agus Rahardjo sempat mengungkapkan akan berdiskusi dengan pihak KPPU mengenai persengkongkolan tender proyek bernilai triliunan rupiah tersebut. Syarkawi pun menyambut baik rencana pimpinan KPK dan siap berkoordinasi untuk membantu lembaga anti-korupsi tersebut.

Menurut Syarkawi, kemungkinan sudah ada komunikasi yang terjalin di level investigator KPPU dan penyidik KPK. Terlebih, kedua lembaga negara tersebut memang sepakat untuk memberantas kejahatan, baik kartel maupun korupsi di Tanah Air. KPPU dan KPK sepakat membentuk tim khusus yang masing-masing hanya terdiri dari dua petugas guna mengungkap pelbagai kasus-kasus perihal persaingan usaha.

"KPPU dan KPK sepakat bentuk tim kecil dan biasanya komunikasinya intens di situ," tegasnya.

Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan menyatakan pihaknya terus berfokus untuk menuntaskan kasus E-KTP di mana sudah ada dua pelaku yang berproses di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Pemimpin KPK itu mengaku butuh waktu lama untuk mengusut tuntas megakorupsi tersebut. Terlebih, pihaknya masih memantau jalannya persidangan dua terdakwa kasus tersebut yang sedang bergulir di pengadilan.

Dalam kasus dugaan korupsi proyek E-KTP, Basariah tidak menampik kemungkinan adanya tersangka baru. Namun, pihaknya meminta publik untuk bersabar menunggu kerja penyidik lembaga anti-korupsi tersebut. Ia pun enggan berspekulasi, apalagi menyebut nama-nama yang santer diberitakan terlibat dalam megaproyek tersebut.

"Kami tidak bisa sebut nama. Biar nanti ya kalau memang sudah tercukupi," ujarnya.

Dalam sidang pembacaan dakwaan terhadap Irman dan Sugiharto, jaksa menyebut kedua terdakwa telah memperkaya diri sendiri, orang lain, dan korporasi dengan proyek e-KTP sehingga membuat negara rugi Rp2,3 triliun.

Perbuatan keduanya dilakukan bersama Andi Agustinus alias Andi Narogong selaku penyedia barang/jasa pada Kemendagri; Isnu Edhi Wijaya selaku Ketua Konsorsium Percetakan Negara; Diah Anggraini selaku Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri; Setya Novanto selaku Ketua Fraksi Golkar; dan Drajat Wisnu Setyawan selaku Ketua Panitia Pengadaan barang/jasa di lingkungan Direktorat Jenderal Dukcapil.

Aroma busuk proyek e-KTP terendus sejak awal. Praktik 'ijon' dilakukan saat sebelum anggaran proyek disetujui anggota Komisi II DPR. Untuk mengganti duit yang sudah ditebar saat awal, para pengusaha diduga melakukan markup anggaran. Dari nilai proyek Rp5,9 triliun, hanya 51 persen yang digunakan belanja bahan. Sisanya, yaitu 49 persen, dibuat bancakan kalangan Kemendagri, politikus DPR, dan pihak swasta.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Tri Yari Kurniawan
Editor: Cahyo Prayogo

Advertisement

Bagikan Artikel: