Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meminta industri keuangan syariah saling bersinergi satu sama lainnya, saling membutuhkan dan membuat terobosan baru guna mengembangkan industri keuangan syariah di Indonesia. Ketua Dewan Komisioner OJK, Muliaman D Hadad mengatakan sebagai negara berpenduduk muslim terbesar di dunia, Indonesia memiliki potensi yang besar di industri keuangan syariah.
"Kita tahu begitu banyak potensi keuangan syariah. Enggak hanya penduduk Indonesia (besar), 2050 kita jadi nomor 3, potensi kecil-kecil kaya mikro finance, mikro insurance. Bukan?hanya mikro, tapi juga yang besar-besar. Buka akses yang luas di bawah. Di tengah juga dikatakan jumlah menengah, pendidikan yang lumayan baik," ujar Muliaman di Jakarta, Senin (3/4/2017).
Menurut Muliaman, pada umumnya mereka punya kemampuan berinvestasi dan jasa keuangan yang sophisticated. Sehingga katanya, industri jasa keuangan bisa menyasar mereka karena mulai peduli investasi.
"Di bawah harus bisa buka akses yang kecil-kecil. Kalau kita mampu akses yang kecil akan jadi solid, apalagi yang tengah. Di bawah disasar, di tengah dioptimalkan. Di atas yang besar-besar harus dioptimalkan kaya jalan tol. Saya rasa keuangan syariah bisa jawab itu," jelasnya.
Selain itu, lanjutnya, komitmen pemerintah juga jelas dalam membesarkan industri keuangan syariah. Misalnya dengan membentuk Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS) yang dicanangkan pemerintah. "Belum lagi undang-undang, ada UU SBN, Didukung dengan fatwa. Tapi kenapa belum berkembang? Kita harus cari terobosan agar tidak?terus-menerus ada di status quo yang saya rasa dalam kekurangan kita," ungkap Muliaman.
Sejauh ini, market share industri keuangan syariah masih sangat minim bila dibandingkan industri keuangan konvensional. Secara rinci aset Perbankan Syariah (BUS, UUS, dan BPRS) baru sebesar Rp353,5 triliun dengan market share 5,18%. Sementara per 10 Maret 2017, aset Saham Syariah Rp3,201,03 triliun (market share 54,68%), Sukuk Korporasi Rp11,75 triliun (3,69%), Reksa Dana Syariah Rp16,12 triliun (4,59%), dan SBSN Rp420,91 triliun (15,18%).
Sementara per 31 Desember 2016, aset asuransi Syariah Rp33,24 triliun (market share 3,44%), Lembaga Pembiayaan Rp36,94 triliun (7,24%), Lembaga Jasa Keuangan Khusus Rp18,43 triliun (9,93%), Lembaga Keuangan Mikro Rp0,63 triliun (22,36%).
Oleh sebab itu, lanjutnya industri keuangan syariah harus bersinergi, saling terkait dan membuat terobosan baru untuk membesarkan market share industri keuangan syariah. "Kita perlu terobosan dalam strategi. Kalau bisnis as usual dalam beberapa tahun terakhir enggak lihat perkembangan yang meyakinkan. Perlu pemikiran bersama, pendekatan koordinasi, saling mendorong satu sama lainnya dan terobosan baru di tengah-tengah tantangan yang dihadapi," ucap Muliaman.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Dewi Ispurwanti
Advertisement