Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Target Lima Juta Sertifikat Tanah Sulit Tercapai

Target Lima Juta Sertifikat Tanah Sulit Tercapai Kredit Foto: Rahmat Saepulloh
Warta Ekonomi, Jakarta -

Presiden Joko Widodo sedang semangat semangatnya menggenjot Kementrian Agraria Tata Ruang/BPN RI dalam hal pemberian Sertifikat Tanah kepada Masyarakat, khususnya dipedesaan yang notabene Rakyat yang kurang beruntung.?

Pemerintah menargetkan sebanyak 5 juta sertifikat akan dikeluarkan pada tahun 2017, sebanyak 7 juta di tahun 2018, dan sebanyak 9 juta di tahun 2019.

Menanggapi hal itu, Ketua umum forum anti korupsi dan Advokasi Pertanahan dan juga mantan Panja Pertanahan Komisi 2 DPR periode 2004-2009 Anhar Nasution, mengatakan target tersebut akan sulit tercapai lantaran minimnya SDM di Kementerian ATR/BPN, terutama ketersediaan petugas ukur.

Untuk diketahui bersama, bahwa BPN sejak tahun 1984 sudah tidak lagi mendidik dan melahirkan petugas ukur. Diperkirakan saat ini jumlah juru ukur lembaga ini tidak lebih dari 2.000 orang di seluruh Kantor Pertanahan di Indonesia.

Pada umumnya, satu orang Juru ukur hanya mampu menghasilkan tidak lebih dari 10 bidang tanah yang dilanjutkan pengukuran, pemetaan, penggambaran dan pengadministrasian yang memakan waktu sekitar 2 minggu kemudian. Maka bisa diartikan selama 1 bulan hari kerja satu orang juru ukur hanya mampu menghasilkan 8 sampai 10 bidang tanah. Belum lagi situasi kontur tanah yang bermacam-macam, terdiri dari bukit lembah, sungai bahkan bisa saja rawa-rawa yang sulit dilakukan pengukurannya.

"Kecuali si juru ukur hanya melakukan pengukuran dengan menggunakan Google map yang hanya tinggal di tanda tangan di atas meja saja dengan risiko akan terjadi sengketa batas dan tumpang tindih sertifikat di kemudian hari," ujar dia dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (28/4/2017).

"Jadi bisa dibayangkan bagi rakyat di kampung yang memiliki tanah warisan yang luas dan yang tidak terkelola, lantas dibuatkan sertifikat, dari mana mereka akan mampu membayar pajak setiap tahun," tambahnya.

Selain itu, pemerintah juga harus melihat konsekuensi ke depan. Jangan sampai pemberian sertifikat tidak dibarengi dengan pembinaan, sebab sertifikat tanah bisa digadaikan untuk memiliki kendaraan atau barang konsumsi yang tidak membawa manfaat.

Yang tidak kalah penting, lanjut Anhar, Kementerian ATR/BPN bukan lembaga yang pro aktif seperti kepolisian yang bisa memaksa setiap pengendara wajib memiliki SIM atau STNK yang jika tidak akan dikenakan sanksi hukum.

Sedangkan, BPN hanya lembaga yang oleh UU diamanatkan untuk mengadministrasikan hak keperdataan warga negara yang mau dan merasa membutuhkan untuk di administrasikan guna kepentingan lain bagi mereka.

"BPN tidak bisa memaksa pemilik tanah untuk mensertifikatkan tanahnya, karena bisa saja jika tanah mereka sudah bersertifikat, maka mereka berkewajiban membayar pajak," tutupnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Hafit Yudi Suprobo

Advertisement

Bagikan Artikel: