Kredit Foto: Antara/FB Anggoro
Bertetangga dengan dua negari Jiran membuat Provinsi Riau menjadi salah satu corong terdepan negeri ini. Alhasil, geliat ekonomi di kawasan ini memikul peran sebagai etalase Tanah Air untuk ASEAN. Kendati begitu, posisi strategis tersebut tak serta-merta membuat Riau mendapatkan tempat prioritas dalam gelanggang industri nasional, khususnya di sektor pariwisata.
Dikatakan Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi Riau, Fahmizal Usman, salah satu penyebab kurangnya perhatian pemerintah pusat terhadap industri pariwisata di Riau adalah?image yang dimiliki Riau selama ini.
"Problem utamanya kita disepelekan untuk sektor ini (pariwisata). Orang hanya tahu Riau itu banyak minyak dan kelapa sawit. Jadi, mereka tidak tahu kalau di Riau juga ada destinasi wisata yang menarik. Oleh sebab itu, untuk pariwisata kita mesti branding lagi," paparnya kepada Warta Ekonomi di ruang kerjanya, Pekanbaru, Selasa (11/7/2017).
Lebih lanjut, Fahmi mengatakan bahwa untuk saat ini pemerintah Riau terus berupaya memopulerkan sektor wisata setempat ke pentas nasional maupun mancanegara. Hasilnya, tingkat kunjungan wisatawan ke Riau menunjukkan perkembangan positif di mana jika pada tahun 2015 jumlah wisatawan mencapai kisaran 54 ribu maka di tahun 2016 menembus angka 66 ribu wisatawan.
"Memang optimalisasi sektor ini di Riau butuh proses. Jadi jangan dibandingkan dengan Bali. Yang jelas, kita gencar melakukan promosi wisata, entah itu melibatkan platform digital secara sporadis atau dengan merangkul biro perjalanan. Komunitas dan media juga kita libatkan," paparnya.
Imbas usaha tersebut saat ini mulai terlihat. Hal itu bisa dilihat dari adanya sejumlah event wisata di Riau yang masuk agenda nasional. Fahmi mencontohkan hajatan Bakar Tongkang di Bagan Siapiapi. Event yang digelorakan etnis Tionghoa ini setiap tahunnya mampu menggerakkan?peredaran uang hingga ratusan miliar rupiah.
"Bakar Tongkang itu event tahunan yang dikreasikan warga Tionghoa. Event ini menghabiskan dana hingga Rp6 miliar. Tapi event tersebut mampu mengundang puluhan ribu wisatawan ke Bagan. Asumsikan saja puluhan ribu wisatawan itu menghabiskan uang Rp2-5 juta per kepala. Artinya, ada ratusan miliar uang beredar di Bagan," imbuhnya.
Provinsi Riau sendiri belakangan ini memang gencar melirik sektor alternatif untuk sumber pemasukan daerah, terlebih minyak bumi dan kelapa sawit yang menjadi andalan Riau mulai rentan. Sekadar diketahui, berdasarkan penuturan Gubenur Riau Arsyadjuliandi Rahman, provinsi yang dipimpinya merupakan lumbung komoditas minyak bumi Indonesia di mana cadangan minyak bumi di Riau bekisar pada angka 5 miliar barel.
Jumlah tersebut mewakili 51,5 persen dari cadangan minyak nasional yang ditaksir berjumlah 9,7 miliar barel. Di sisi lain, merujuk data Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo), total luas perkebunan kelapa sawit di Riau mencapai 4,44 juta hektar.
Besarnya potensi dari kedua komoditas tersebut seiring berjalanya waktu menciptakan persoalan yang terbilang pelik. Minyak bumi misalnya, komoditas ini seiring berlalunya waktu akan terus bekurang. Adapun indikator yang menunjukkan menciutnya kandungan minyak bumi dapat dilihat dari jumlah produksi minyak di Lapangan Minas (kawasan tambang minyak). Jika dulunya Chevron sanggup memompa minyak sebesar 1 juta barel per hari, kini kawasan ini cuma mampu memproduksi minyak 45.000 bph.
Untuk komoditas kelapa sawit, rintangan terbesar berasal dari isu lingkungan hidup. Isu ini boleh dibilang cukup merepotkan perusahaan kelapa sawit, terutama untuk kepentingan ekspor. Oleh sebab itu, pariwisata menjadi bidikan potensial pemerintah setempat.
Penulis: Febri Kurnia
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Cahyo Prayogo
Tag Terkait:
Advertisement