Teguh Yuwono Ketua Program Magister Ilmu Politik FISIP Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, menilai sistem Pemilihan Umum Anggota DPR dan DPRD 2019 yang menerapkan metode konversi suara "sainte lague" lebih adil bagi partai politik.
"Sistem 'sainte lague' dipandang lebih adil bagi partai, termasuk partai menengah dan kecil," kata Dr. Drs. Teguh Yuwono, M.Pol. di Semarang, Minggu (23/7/2017), menjawab pertanyaan untung dan ruginya metode konversi suara "sainte lague" dan "quota hare" bagi parpol.
Teguh menegaskan bahwa perbedaan kedua metode konversi suara itu pada teknik pembagian kursinya. Kalau "sainte lague" tidak menggunakan bilangan pembagi pemilih (BPP), tetapi menggunakan bilangan pembagi tetap (BPT), yaitu dibagi 1,4 ; 3; 5; 7; 9; dan seterusnya bilangan ganjil.
"Saint lague", katanya lagi, perolehan kursi berdasarkan persaingan kekuatan parpol di masing-masing daerah pemilihan (dapil), sedangkan "quota hare" itu perolehan kursi dibagi suara BPP sehingga ada harga satu kursi berapa suaranya.
Partai yang mampu mencapai kuota suara dalam BPP dapat kursi. Misalnya, BPP 10.000 suara maka partai yang mencapai suara 10.000 dapat satu kursi. Begitu seterusnya pada hitungan kedua dan ketiga hingga kursi terbagi habis.
Menurut Teguh, keuntungan "sainte lague" adalah partai yang kompetitif di dapil berpeluang memenangi satu kursi atau lebih. Dalam hal ini, partai yang dominan banyak diuntungkan dengan sistem tersebut.
"Jadi, parpol-parpol besar dan dominan diuntungkan dengan sistem 'sainte lague'. Begitu pula, dalam sistem 'quota hare", partai besar juga lebih diuntungkan," pungkasnya. (HYS/Ant)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Hafit Yudi Suprobo
Tag Terkait:
Advertisement