Geliat pertumbuhan bisnis emas hitam pada tahun ini mulai menunjukkan perkembangan yang berarti. Salah satu indikasinya terlihat dari harga acuan batu bara (HBA) dari Direktorat Jenderal Minerba, Kementerian ESDM yang mulai menanjak ke angka US$92,03 per ton pada periode September 2017, bandingkan dengan HBA pada tahun lalu yang sempat tertahan diangka US$53 per ton.
Direktur Executive Energy Watch Mamit Setiawan mengatakan harga batu bara tahun depan diproyeksikan akan tetap stabil di angka US$80 hingga US$100 untuk setiap tonnya. Proyeksi tersebut lahir lantaran kebutuhan batu bara dunia, terutama yang berasal dari Cina dan juga India juga mengalami kenaikan.
"Ada kenaikan, tetapi tidak terlalu besar. Ekonomi Cina yang stagnan belum bisa menaikkan harga batu bara secara signifikan," katanya kepada Warta Ekonomi, Jumat (29/12/2017).
Lebih lanjut dirinya mengatakan adanya kebijakan pemerintah Cina untuk mengurangi produksi lokal menjadi harapan tersendiri untuk harga agar stabil. Pertumbuhan batu bara sendiri diproyeksi akan berada di kisaran 5% hingga 7%.
Stagnansi yang terjadi dalam hal harga juga akan dirasakan oleh industri. Mamit menambahkan kinerja pelaku usaha yang berbasis bisnis batu bara diproyeksi tidak akan mengalami perubahan yang signifikan dari tahun lalu.
Salah satu perusahaan pertambangan batu bara, PT Adaro Energy Tbk (ADRO) misalnya, sepanjang 9 bulan pertama di tahun ini, perseroan merasakan hasil dari kenaikan harga batu bara. Divisi pertambangan dan pertambangan batu bara perseroan meraup pendapatan usaha senilai US$2,28 miliar.
Capaian itu didapatkan dari produksi batu bara sebanyak 39,36 juta ton dengan penjualan batu bara sebesar 39,44 juta ton. Divisi ini sendiri menyumbang sekitar 94% dari total pendapatan perusahaan. Sementara itu PT Bukit Asam Tbk (PTBA) optimistis dapat mencapai pertumbuhan penjualan batu bara sebesar 18% hingga 20%.
Keyakinan perseroan cukup beralasan.?Pasalnya, PTBA mengandalkan penjualan domestik sebagai sumber distribusi utama penjualannya. Sekitar 63,9% dari penjualan perusahaan disalurkan untuk pasar dalam negeri, sedangkan 36,1% sisanya dihasilkan ke pasar ekspor.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Gito Adiputro Wiratno
Editor: Fauziah Nurul Hidayah
Tag Terkait:
Advertisement