Rencana Kementerian BUMN membentuk Holding Company (holdco) BUMN Pertambangan sudah semakin jelas sinyalnya. Holdco ini nantinya dipersiapkan untuk menyerap divestasi saham PT Freeport Indonesia. Siapkah pendanaan holdco membeli saham tersebut?
Penunjukan Budi Gunadi Sadikin sebagai Direktur Utama PT Inalum (Persero) menggantikan Winardi Sunoto memberi sinyal rencana pembentukan holding company BUMN pertambangan semakin kuat. Inalum akan dipercaya menjadi holdco. Anggota holdco BUMN pertambangan ini, antara lain PT Inalum, PT Aneka Tambang (Persero) Tbk, PT Timah (Persero) Tbk, dan PT Bukim Asam (Persero) Tbk, serta kepemilikan saham pemerintah di PT Freeport Indonesia. Kementerian BUMN memberi nama holdco BUMN pertambangan ini National Resources Industries (NRI).
Menurut Kementerian BUMN, rencana pembentukan holdco BUMN di bidang sumber daya mineral dan batu bara ini merupakan suatu solusi untuk meningkatkan daya saing BUMN yang bergerak di bidang pengelolaan sumber daya alam dan batu bara. Dengan terbentuknya holdco BUMN ini, diharapkan roda operasi akan lebih efisien dan memiliki skala operasi kelas dunia melalui sinergi dalam pengelolaan BUMN.
“Pembentukan NRI sebagai holdco memungkinkan perusahaan untuk mengendalikan, mengelola, dan mengonsolidasikan aktivitas dalam pengelolaan sumber daya mineral dan batu bara di Indonesia, serta beroperasi secara global,” ujar Kementeri BUMN sebagaimana tertuang dalam buku ringkas bertajuk NRI: Creating Value for The Nation.
Holdco NRI nantinya akan mengusahakan sejumlah komoditas sumber daya mineral, seperti alumina, almunium, biji nikel, batu bara, feronikel, emas, perak, timah, tembaga, jasa pengelolaan dan pemurnian logam mulia, jasa kontraktor pertambangan, dan jasa eksplorasi. Dengan begitu, banyak jumlah produk yang dikelola NRI tersebut, diharapkan akan mengkreasi nilai tambah bagi pemerintah selaku pemegang saham.
Apabila holdco NRI terwujud, total aset keempat perusahaan akan mencapai Rp72,1 triliun. Memang masih kalah besar dibanding dengan aset yang dimiliki PT Pertamina (Persero) yang sebesar Rp620 triliun per 2016. Di sisi lain, total kas atau setara kas sebesar Rp16,9 triliun dengan total penjualan mencapai Rp37,9 triliun. Dengan formasi keuangan seperti itu, apalagi hasil penjualan dalam dolar AS, struktur finansial NRI terbilang kuat.
Holdco BUMN pertambangan akan menggarap proyek-proyek besar yang membutuhkan biaya besar. Dengan besaran aset dan kas yang bisa dimiliki holdco BUMN pertambangan, memungkinkan untuk melakukan hal itu. “Holdco BUMN merupakan solusi atas kebutuhan pembiayaan yang besar tersebut,” ujar Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis, dan Media Kementerian BUMN, Fajar Harry Sampurno.
Rencana Kementerian BUMN membentuk holdco BUMN pertambangan merupakan tahapan merujuk strategi dan arah pembangunan BUMN jangka menengah sebagaimana tertuang dalam roadmap BUMN 2015— 2019. Dari enam rencana pembentukan holdco BUMN di Kementerian BUMN, pembentukan holdco BUMN pertambangan dan migas dinilai paling siap. Kementerian BUMN memperkirakan holdco tambang dan migas sudah akan terbentuk pada akhir 2017.
Apalagi, payung hukum untuk pembentukan holdco BUMN sudah tersedia, yakni PP No.72 tahun 2016 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada BUMN dan Perseroan Terbatas. Sebelum ini, kehadiran PP ini sempat menjadi sorotan luas, terutama dari legislator (DPR) yang khawatir akan kehilangan hak kontrol atas pemakaian dana negara di BUMN. Bahkan, sempat ada gugatan judicial review atas PP tersebut yang hasil akhirnya ditolak Mahkamah Agung (MA). Penolakan ini memberi sinyal kuat bahwa PP ini memayungi pembentukan holdco BUMN.
Holdco Pertambangan Siap Ambil Freeport
Salah satu misi pembentukan holdco BUMN pertambangan selain menjadi perusahaan tambang berskala world class company, juga dipersiapkan untuk melahap rencana divestasi saham PT Freeport Indonesia (PT FI). Rencananya, 51% saham Freeport akan didivestasi ke Pemerintah RI. Saat ini, pemerintah baru memiliki 9,36% saham di PT FI. Budi Gunadi Sadikin, mantan Staf Ahli Kementerian BUMN dan mantan Dirut Bank Mandiri, sudah mulai terlibat dalam lobi-lobi pembahasan perpanjangan kontrak PT FI di Kementerian Keuangan.
Ganjalan dari perpanjangan kontrak PT FI ini salah satunya perihal kesepakatan harga lepas saham Freeport nantinya. Pemerintah RI memakai harga jual saham Freeport merujuk sampai masa akhir kontrak pada 2021. Sementara itu, PT FI mengajukan penawaran harga merujuk harga pasar yang wajar sampai masa akhir kontrak 2041.
Perbedaan angkanya cukup kontras. Besaran angka yang tersedia di media massa menyebut angka estimasi pelepasan 41,6% saham Freeport merujuk penawaran Pemerintah RI senilai US$2,5 miliar, sedangkan harga taksiran PT FI sebesar US$6,7 miliar.
Menteri BUMN, Rini Soemarno, yakin holdco BUMN pertambangan sanggup menyiapkan pendanaan untuk menyerap divestasi 41,6% saham Freeport. Holdco BUMN pertambangan punya aset senilai Rp72,1 triliun dan ekuitas senilai Rp16,9 triliun. Menurut Fajar Harry Sampurno, setidaknya ada tiga skema untuk belanja saham Freeport. Skema pertama, dengan pembentukan holdco BUMN pertambangan. Skema kedua, pendanaan bersumber dari bank-bank BUMN dan membentuk konsorsium dengan perusahaan asuransi dan dana pensiun skala besar. Skema ketiga, Inalum yang dipersiapkan jadi holdco BUMN pertambangan akan menerbitkan obligasi dan mencari sumber pendanaan.
Pilihan mana pun yang akan diambil Pemerintah RI dalam menyerap divestasi saham PT FI termasuk melalui pembiayaan dari dana APBN, pada prinsipnya, seperti dikatakan Fajar Harry Sampurno, Kementerian BUMN oke-oke saja. Satu hal yang jelas dan pasti, holdco BUMN pertambangan siap memainkan peran strategisnya selaku world class mining company.
Holdco BUMN Agar Dikaji Ulang
Perihal roadmap, pembentukan holdco BUMN memang tertuang secara eksplisit pada roadmap BUMN 2016—2019. Tujuan yang ingin dicapai yakni peningkatan daya saing perusahaan negara. Dalam roadmap tersebut, terbaca dengan jelas, sasaran yang ingin dicapai kurun empat tahun ke depan berupa pemangkasan jumlah BUMN, dari 118 BUMN saat ini menjadi 85 BUMN ideal. Selain itu, pembentukan sedikitnya enam holdco BUMN dan target mendorong semakin banyak BUMN yang masuk daftar Fortune 500.
Menurut Toto Pranoto, Managing Director Lembaga Manajemen FEB UI, hasil studi LM FEB UI 2017 memperlihatkan semakin membaiknya daya saing BUMN Indonesia (dari sampel 20 BUMN Tbk) dibandingkan BUMN Singapura, Temasek dan BUMN Malaysia, Khazanah. Tingkat penjualan tahun 2016 untuk Temasek sebesar US$ 71,9 milyar (ROA 24,41%), sementara BUMN Tbk sebesar US$ 39,4 milyar (ROA 15,015). Meskipun demikian, dari indikator profit margin terlihat posisi BUMN Tbk lebih baik (23,54%) dibandingkan dengan Temasek (14,48%) atau Khazanah (20,49%).
Hasil kajian LM FEB UI memperlihatkan dari 118 BUMN yang ada saat ini, 25 BUMN di antaranya justru memberi kontribusi sekitar 90% terhadap total penjualan seluruh BUMN. Artinya, terjadi pareto condition. Toto Pranoto menyarankan, dalam pareto conditon seperti sekarang ini, ada baiknya pemerintah mulai mempercepat proses rightsizing BUMN dalam rangka fokus pengelolaan BUMN. Untuk sampai ke langkah itu, perlu dilakukan scanning pemetaan BUMN berdasarkan tingkat kesehatan finansial dan kontribusinya bagi masyarakat (social values). BUMN yang finansialnya baik dan social value tinggi perlu dipertahankan dan diasah lagi sampai jadi pemain global. Namun, jika tidak memenuhi kedua aspek tadi, patut dipertimbangkan untuk di-rightsizing.
Sementara itu, mantan Menko Maritim, Rizal Ramli, menilai niatan untuk membentuk holdco BUMN ini perlu dikaji lebih tajam sisi implimentasinya. Pasalnya, sebagaimana disitir sejumlah media, masih terdapat beberapa hal yang dinilai luput dari analisis pemerintah. Misalnya, efektivitas dan efisiensi manajemen BUMN. Pembentukan holdco hanya bermanfaat jika terjadi peningkatan efisiensi biaya dan sinergi skala ekonomi. “Jika tidak ada efisiensi dan peningkatan pendapatan, pembentukan holdco terbilang gagal dan tidak artinya,” tandas dia.
Untuk itulah, Rizal Ramli meminta agar pemerintah berhati-hati dalam mengimplementasi pembentukan holdco BUMN. Masalahnya, apabila pembentukan holdco BUMN mengalami kegagalan, akan menambah birokrasi dan perpanjangan mata rantai pengambilan keputusan dan biaya. Ia mewanti-wanti Kementerian BUMN agar ide pembentukan holdco BUMN jangan bersifat coba-coba.
Sementara itu, Komisi VII DPR selaku mitra kerja Kementerian BUMN, kurang menyetujui konsep holdco BUMN ini karena merasa konsep sinergi BUMN jauh lebih baik. Khawatirnya, gagasan holdco BUMN ini akan semakin menjauhkan kontrol dewan terhadap sepak terjang BUMN yang merupakan aset negara yang dipisahkan. Namun, hal ini disanggah oleh Fajar Harry Sampurno bahwa dalam PP No.72 tahun 2017 tidaklah menghilangkan peran pengawasan DPR terhadap BUMN.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Heriyanto Lingga
Editor: Ratih Rahayu