Rumah sederhana berukuran sekitar 100 meter persegi di Kelurahan Sudimara Timur, Kecamatan Ciledug, Kota Tangerang itu menjadi tempat nyaman dan aman bagi 90 anak yatim dan anak dari kaum duafa. Setiap hari, sepulang sekolah mereka menghabiskan waktu untuk belajar, bermain dan bergembira di rumah tersebut.
Aktivitas itu sudah berlangsung sejak tahun 2006 silam, namun baru menjadi yayasan resmi di tahun 2011. Yayasan ini didirikan oleh Muhamad Agus Syafii yang berprofesi sebagai konsultan keluarga.
Agus bersama 11 orang lainnya, yang memiliki kecintaan dan perhatian terhadap pendidikan anak-anak bertindak sebagai pengajar, sekaligus donatur tetap yang mendanai seluruh kegiatan yayasan Rumah Amalia hingga saat ini. Mereka bahkan membiayai pendidikan sejumlah anak yatim piatu atau ditelantarkan oleh orang tuanya, agar tidak putus sekolah.
“Semuanya kami danai dari kocek pribadi yang kami sisihkan dari pekerjaan kami, ada yang sebagai penulis buku, pencipta lagu, akuntan maupun dokter. Sebab 12 orang donatur Rumah Amalia ini memiliki latar belakang profesi yang berbeda-beda,” ujar Agus Rabu (27/12).
Agus menyebut Rumah Amalia sebagai Rumah Belajar, sasaran utamanya adalah memberikan pendampingan dan pemulihan bagi anak-anak yang kehilangan orang tuanya, baik karena meninggal atau berpisah. Secara umum terdapat empat kegiatan yang dilakukan di Rumah Amalia yakni pendidikan, konsultasi keluarga, lalu fun therapy dan kreativa.
“Kegiatan yang kami lakukan bertujuan agar anak-anak yang kehilangan orang tua, tetap riang dan tetap punya harapan menjalani kehiadupan yang lebih baik dimasa datang,” ujarnya.
Lebih dari itu Rumah Amalia bisa menjadi tempat berlindung bagi anak-anak, termasuk yang mendapat perlakuan kurang baik di rumah. Selain itu Rumah Amalia juga menjadi tempat tinggal tetap dari sekitar 10 anak yatim piatu dan anak terlantar yang sama sekali tidak memiliki tempat tinggal. Di sini juga disediakan perpustakaan, ruang belajar & mengaji serta arena bermain.
Meski begitu sebenarnya, anak-anak yang menjadi asuhan Rumah Amalia tidak tinggal atau menetap, tapi tetap tinggal bersama orang tua mereka. Tapi bagi anak yang tidak memiliki orang tua, mereka disedikan tempat khusus.
Saat ini kata Agus, anak asuh Rumah Amalia terdiri dari anak usia sekolah dasar yang mencapai sekitar 60 anak, 30 anak lainnya duduk di bangku SMP dan SMA. Namun karena keterbatasan ruang dan dana, Agus mengaku belum berniat menambah jumlah anak didik Rumah Amalia.
Meski terbuka bagi pihak lain menyalurkan bantuan, Agus hanya membatasi dalam bentuk buku, makanan atau barang-barang bermanfaat lain, itupun sifatnya pribadi bukan institusi. Itu dilakukan agar Rumah Amalia tetap independen dan tidak ingin motivasinya berubah. “Kami mengalir saja, karena semuanya sangat tergantung kondisi ekonomi 12 sukarelawan sekaligus donatur,” ujarnya.
Tentang kegiatan kreativa, tak hanya bagi anak-anak yatim dan yang kurang beruntung, Rumah Amalia juga menjadi tempat belajar bagi janda (single parent) maupun ibu-ibu lingkungan sekitar yang ingin meningkatkan taraf hidupnya. Setiap Rabu dan Kamis, mereka diajari menghasilkan kerajinan tangan diantaranya, membuat bunga dan vas bunga dari sedotan atau kerajinan lain dari bahan baku kulit jagung maupun bawang.
Kegiatan bernama Kreativa ini dimotori oleh Istri Agus sendiri dan telah menghasilkan berbagai hasil kerajinan tangan yang bisa dijual dengan harga Rp30 ribu hingga Rp500 ribu. Saat ini kata Agus terdapat 40 ibu yang ikut kegiatan Kreativa tersebut, 30 diantaranya merupakan orang tua dari anak-anak yang diasuh di Rumah Amalia.
“Melalui produk yang dihasilkan, mereka nantinya bisa mandiri dan membiayai anaknya setelah ditinggal suami. Sebagian ibu-ibu telah berhasil membuat kerajinan dan dipasarkan lewat online maupun pameran-pameran yang diadakan di tingkat Kelurahan maupun Kecamatan,” tutup Agus.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Agus Aryanto
Editor: Vicky Fadil
Tag Terkait: