Pemerintah belum juga mengeluarkan rekomendasi atau izin impor garam. Impor garam yang dilakukan pada akhir Januari 2018 lalu hanya ditujukan untuk industri chlor alkali plant (CAP) yang menggunakan garam untuk petrokimia dan industri kertas. Padahal, masih banyak industri yang juga membutuhkan garam untuk kegiatan produksinya.
Kepala Bagian Penelitian Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Hizkia Respatiadi, menuturkan industri pangan adalah salah satu yang paling terdampak akibat belum turunnya rekomendasi atau izin impor garam dari pemerintah. Hal ini dikhawatirkan akan mengancam kelangsungan hidup jutaan pekerja di sektor industri pangan dengan terhentinya kegiatan produksi akibat tidak adanya bahan baku.
“Kalau tempat mereka bekerja berhenti beroperasi, akan ada jutaan orang yang terancam kehilangan penghasilan karena hal ini,” jelas Hizkia dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Senin (12/3/2018).
Dosen sebuah perguruan tinggi ini juga menambahkan selain jutaan pekerja sektor pangan yang terancam, harga garam juga terancam naik karena jumlahnya yang terbatas. Hal ini dapat mengancam keberlangsungan jumlah devisa yang selama ini dihasilkan oleh industri pangan.
Berdasarkan data Kementerian Perindustrian, kebutuhan garam industri 2018 berjumlah sekitar 3,7 juta ton. Industri yang membutuhkan jumlah garam terbesar adalah industri petrokimia sebesar 1.780.000 ton, disusul industri pulp dan kertas yang membutuhkan 708.500 ton. Selanjutnya, industri pangan membutuhkan 535.000 ton. Selain itu, masih ada sederet industri yang membutuhkan pasokan garam industri, seperti pengasinan ikan, kosmetik, tekstil, sabun dan deterjen, pakan ternak, penyamakan kulit, dan pengeboran minyak.
“Kebutuhan garam industri belum bisa dipenuhi oleh petani garam nasional. Pemerintah bisa turut serta mendukung pengembangan industri melalui izin impor garam. Bukan hanya untuk kepentingan industri, pemerintah juga menjaga Indonesia dari ancaman meningkatkannya jumlah pengangguran” pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ratih Rahayu
Editor: Ratih Rahayu
Tag Terkait: