Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pegadaian Bertransformasi Menuju Financial Company

Pegadaian Bertransformasi Menuju Financial Company Direktur Utama PT Pegadaian (Persero), Sunarso | Kredit Foto: Agus Aryanto
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pegadaian sudah lama menjadi pemimpin pasar gadai di Indonesia tapi tidak lantas merasa mapan. Memang sepanjang tahun 2017 lalu, perusahaan membukukan outstanding loan sekitar Rp36,89 triliun atau setara 95% dari total pangsa pasar gadai. Perusahaan yang berusia 117 tahun pada 1 April 2018 ini sedang melakukan transformasi di bawah pimpinan Sunarso, Direktur Utama Pegadaian.

Bisnis pergadaian saat ini— era ekonomi digital—kondisinya jauh berbeda. Pasar pergadaian sudah terbuka dengan masuknya perusahaan pergadaian swasta, perbankan syariah, dan perusahaan fintech. Sudah ada 18 perusahaan gadai yang memiliki izin. 

Fenomena tersebut disadari oleh setiap bagian dari perusahaan. Sunarso cekatan merangkul seluruh pegawai untuk menapaki era baru Pegadaian yang lebih maju melalui transformasi perusahaan. Pegadaian membuat cetak biru transformasi (blueprint transformation) bisnis dalam lima tahun ke depan. Muaranya, masa depan Pegadaian is not just pawnshop, but financial company. Perusahaan juga berniat untuk go public untuk mengukur seberapa besar value yang bisa di-create melalui transformasi. 

Untuk mengupas lebih dalam Pegadaian masa kini dan depan, reporter Majalah Warta ekonomi, Arif Hatta, Yosi Winosa, dan Agus Aryanto mewawancarai Direktur Utama PT Pegadaian (Persero), Sunarso, di Kantor Pusat Pegadaian pada awal Maret lalu. Berikut kutipan wawancaranya.

Bagaimana perkembangan bisnis gadai saat ini?

Kita sudah lama memonopoli pasar ini. Namun, belakangan banyak sekali yang masuk ke bisnis gadai baik yang legal maupun yang ilegal. Kemudian, OJK (Otoritas Jasa Keuangan –Red) sendiri dengan POJK (Peraturan Otoritas Jasa Keuangan –Red) membolehkan usaha gadai swasta masuk, meski yang legal baru sedikit. Ya, harus diakui sekarang pasarnya menjadi terbuka, mereka juga ada fintech, perbankan khususnya bank swasta. Kebutuhan masyarakat bawah, mikro, dan kecil atas kebutuhan keuangan yang mendesak dan harus ada solusi dalam mengatasi masalah mereka tanpa masalah, di situlah peran Pegadaian.

Bagaimana persiapan Pegadaian menghadapi perubahan tersebut?

Saya tanyakan hal ini ke teman-teman di Pegadaian. Pegadaian sekarang menguasai pangsa pasar 95%, mempunyai core kompetensi di bidang penaksiran, lalu memiliki 4.319 jaringan outlet. Apakah bisnis kita aman? semua menjawab tidak aman. Bagus, berarti mereka sadar bahwa strategic risk mengintai di leher kita. 

Pencapaian kita luar biasa dan aset kita Rp48 triliun (itu dibentuk dari liabilitas Rp30 triliun dan sisanya modal sendiri atau ekuitas Rp18 triliun). Jadi kalau kita masuk bisnis perbankan, ini sudah buku III. Leverage Pegadaian baru 1,68 kali, padahal sesuai ketentuan OJK, equity bisa di-leverage sampai 10 kali. Artinya, kalau kita mau tumbuh, risk management masih aman. Lalu, dari sisi laba 2017, Rp2,5 triliun, laba kuat profitable, rasio lain juga sangat solvable. Pertanyaan berikutnya adalah, perlukah kita bertransformasi? Mereka 100% menjawab perlu. 

Lalu saya tanya lagi. Saya itu memiliki pengalaman melakukan transformasi di bank sebelumnya— hal itu sulit dan berisiko, hasilnya juga bisa pahit—apakah temanteman sanggup? Kira-kira sebanyak 98% menyatakan sanggup. 

Kalau Pegadaian ditanya, bagaimana menghadapi situasi bisnis gadai yang makin terbuka maka jawabannya adalah transformasi. 

Apakah artinya Pegadaian siap bertransformasi?

Saya bisa bilang Pegadaian siap. Syarat transformasi semua terpenuhi. Pertama, objek yang akan ditransformasi jelas. Kedua, ada pemimpin yang menggerakkan. Ketiga, timnya menghendaki. Keempat, semua transformasi ini harus ditulis dan diadministrasikan sebagai bagian dari mekanisme kesisteman. Tujuannya agar perusahaan rely on system bukan tergantung pada sinten (orang).

Apa target transformasi tahun 2018?

Tahun ini baru produk dan layanan (bisnis proses) saja. 

Apa saja objek yang akan ditransformasi?

Objek pertama, layanan kita harus disesuaikan dengan kebutuhan nasabah, mungkin beyond customer need. Bisnis proses diubah, semula orang mendatangi Pegadaian sekarang menjadi Pegadaian yang datang ke nasabah. Dulu nasabah harus membawa barang ke Pegadaian, sekarang Pegadaian yang menjemput barang. Sekarang bertemu secara online, sebelumnya harus tatap muka. Pada tanggal 1 April, kita launch Pegadaian Digital Service (PDS) sekaligus juga launching agen digitalnya.

Produk sendiri harus diperluas karena Pegadaian ke depan bukan hanya bisnis gadai, tetapi perusahaan pembiayaan. Pembiayaan ini bisa dikategorikan menjadi dua, yakni berbasis gadai dan berbasis fidusia atau nongadai. Nongadai saya bagi dua, yakni kita bisa main di areanya multifinance ataupun fintech baik P2P (peer to peer –Red) maupun integrasikan ke payment. Dan untuk mengerjakan itu juga ada dua pilihan, yakni bangun sendiri atau beli di pasar. Kita lihat mana nanti yang paling cepat dan efisien, kalau lebih cepat bikin sendiri, ya bikin sendiri. 

Apa lagi produk yang akan dikembangkan?

Berbicara soal gadai, kita masih bisa perluas jenis jaminannya. Selama ini 90% masih emas, padahal banyak aset yang bisa dimonetisasi. Misalnya tanah pertanian, sekarang dengan program pemerintah sertifikasi lahan pertanian kita harus dapat bisnis dari situ. Dalam waktu dekat, kita akan menerima jaminan berupa sertifikat tanah dan akadnya bukan gadai, tetapi pakai syariah, qard rahn tasjili. Istilahnya, program sertifikasi tanah tidak mubazir dan ini bisa menggerakkan cashflow untuk modal kerja di sektor pertanian.

Ada lagi alat pertanian, misalnya traktor. Setelah tanam biasanya tidak dipakai lagi. Lalu, kenapa tidak ditukar dengan modal kerja di Pegadaian? Termasuk juga nelayan. Jadi, kami benar-benar ingin memonetasi aset idle. 

Apa lagi objek transformasinya?

Outlet atau distribution channel sekarang berjumlah 4.319. Apakah outlet fisik ini masih diperlukan? Kita siapkan agen. Jangan ditutup juga yang ini karena bisa jadi sampai sekian tahun ke depan orang masih butuh datang ke kantor. Namun, sekian tahun ke depannya lagi orang akan datang ke mesin. Contohnya di perbankan semula orang suka datang ke kantor, lama-lama tidak tahan mengantre sehingga datanglah ke ATM, lama-lama dia datang ke EDC (electronic data capture –Red), atau mobile banking, dan tap QR code.

QR code sudah ada dari beberapa tahun lalu, tetapi tetap ada orang yang masih mau datang ke kantor. Mereka yang datang ini memiliki berbagai motif, terutama nasabah besar, nasabah tua itu mereka janjian bertemu temannya, reuni, atau pensiunan itu pengen tetap datang karena mau bertemu teman-temannya dulu. Jadi, kapannya itu tergantung journey-nya dan itu harus di-reset

Apa ultimate goal dari transformasi Pegadaian?

Ultimate goal transformation kita adalah ketika menggadai, mereka tidak perlu membawa barang, uangnya juga tap NFC. Penaksirnya juga dalam waktu yang tidak akan lama karena sudah pakai sistem. Sangat tidak sulit menemukan alat yang dapat men-scan batu mulia dari spektrum cahayanya dapat diketahui berapa karatnya. Kamera itu bisa dikirim langsung ke approval. Selain itu, ada juga Google lens. Saya yakin itu harus masuk dalam transformasi 5 tahun kita. 

Dalam syarat transformasi salah satunya adalah ada pemimpin yang menggerakkan. Bagaimana pemimpin di Pegadaian?

Pemimpin itu harus menyetimbangkan, berapa persen harus rely on system, berapa persen harus rely on leader. Setimbang itu bukan 50:50, kalau 50:50 itu namanya seimbang. Kalau setimbang itu mungkin 10% harus mengeluarkan kegalakannya, 90%-nya halus, karena orangnya sudah pintar-pintar. 

Tugas kita menyetimbangkan. Berapa persen yang harus inspiratif, berapa persen yang harus motivatif, dan berapa persen yang harus instruktif. Itu butuh kejelian kita untuk menilai kekuatan tim kita sekaligus kelemahannya. Karena kalau hanya rely on system, organisasimu akan bekerja dan berjalan seperti mesin atau robot, tanpa ruh/nyawa.

Barangkali saya dimasukkan ke sini untuk melakukan itu (transformasi). Pesannya jelas, tolong ditransformasi. Kita ini ibaratnya seperti gelandang saja, mainkan bola ke kana, kiri, depan, dan belakang. Pegadaian ke depan, not just pawnshop, but financial company. Dengan demikian, tugas saya di sini adalah melakukan transformasi. 

Kalau Pegadaian menjadi financial company, bagaimana berkompetisi dengan multifinance maupun bank?

Berbicara soal persaingan pembiayaan itu jangan bicara dengan multifinance, yang paling berat itu persaingan dengan bank. Pertama, kalau orang mau ambil kredit, orang banknya yang datang, sedangkan Pegadaian harus orangnya yang datang sendiri ke Pegadaian. 

Kedua, bank dalam prosesnya mungkin butuh hitungan hari, tetapi Pegadaian hanya 15 menit. Ketiga, kalau datang ke bank tidak perlu jaminan karena kredit-kredit kecil dibebaskan dari jaminan. Keempat, bunganya murah terutama KUR, sedangkan Pegadaian tidak bisa karena kita juga mengambil uang dari bank. Dengan demikian, skor 3-1.

Oleh karena itu, kita harus transform skor itu menjadi 1-3. Bank unggul di pricing saja. Sementara, kita sudah tahu bahwa orang di bawah itu tidak sensitif terhadap bunga. Yang mereka butuhkan adalah kecepatan dan kemudahan. 

Bagaimana Anda membangun kultur dalam transformasi ini?

Terkait culture, itu hanya membutuhkan role model. Dan role model itu ada di semua level, baik yang level organisasinya sudah cukup, mereka cukup butuh inspirasi atau motivasi, maupun yang paling bawah yang masih butuh instruksi-instruksi karena bisa jadi mereka itu memang tidak tahu.

Jadi ingat, yang ditransformasikan itu adalah aspek digital dan kultural. Digital itu pasti basisnya IT, selama ada pabriknya atau vendornya dan tersedia alatnya, kita masih bisa beli.

Oleh karena itu, saya akan lebih fokus ke aspek cultural transformation karena aspek itu tidak ada pabriknya. Pabriknya itu ada di hati teman-teman saya se-Pegadaian yang jumlahnya sekitar 13.400 orang plus outsource 12.700 orang. Kultural itu dibentuk oleh perilaku dan mindset, tidak ada pabriknya. Saya akan mengambil pimpinan di transformasi kultural itu.

Bagaimana Pegadaian memberikan benefit ke pemilik saham dan masyarakat?

Kita akan melakukan apa saja, yang penting selalu bermuara pada dua hal: uang yang merefleksikan kinerja keuangan dan nama baik yang merefleksikan semua proses yang kita lakukan dengan good corporate governance (GCG) yang benar. Selain untung, hal ini juga sustainable. Kalau shareholder dalam hal ini pemerintah, kita pasti akan setor dividen, membayar pajak, atau kombinasi keduanya. Ke customer, kita harus men-deliver service yang beyond ekspektasi mereka. Kepada employee, tidak hanya kita menyediakan kesejahteraan, tetapi menyediakan tempat kerja yang kondusif agar tumbuh kembang kariernya optimal. Ke masyarakat, kehadiran kita harus bisa dirasakan maka kita melibatkan diri dalam program kemasyarakatan.

Apakah IPO Pegadaian sudah masuk dalam rencana bisnis 5 tahun? 

Kita sekarang ada 4D (diagnose, dream, design, dan deliver). Saya pribadi menilai bahwa Pegadaian ini nanti perlu go public, bukan untuk mencari modal karena modalnya sudah kuat, tetapi untuk men-challange diri seberapa besar value yang bisa kita create untuk stakeholder. Jadi, itu masuk di fase dream. Kalau nanti teman-teman Pegadaian mimpinya ingin punya market cap yang mencerminkan value kita, ya mari kita go public. Namun, semua infrastrukturnya nanti akan kita siapkan untuk menuju ke sana. Strateginya pun kita siapkan. 

Ketika saya masuk ke Pegadaian, saya banyak bertemu dengan investor dan analis menanyakan Pegadaian masuk pasar. Kita masuk pasar juga lewat obligasi. Akan tetapi itu memang belum cukup kuat untuk men-challange seberapa besar kita bisa create value.

Apa target tahun 2018?

Kita belum dimiliki publik dan tidak kekurangan modal maka sekarang kalau saya ditanya mau cari target laba atau target nasabah, saya pilih sekarang prioritas menambah nasabah sebanyaknya-banyaknya supaya bisa melayani masyarakat sebanyak-banyaknya. Jadi, tahun lalu kita punya 9,15 juta nasabah, sementara untuk tahun 2018, kita targetkan naik 2 juta menjadi 11,15 juta nasabah. 

Aset, kita ingin mencapai Rp53 triliun. Tahun lalu Rp48,6 triliun. Laba bersih kita ingin capai Rp2,7 triliun, tahun lalu Rp2,5 triliun. Laba operasional mungkin Rp3,8 triliun. Sementara, modal kita nanti akan tembus Rp20 triliun, tahun lalu Rp18,3 triliun. 

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Arif Hatta
Editor: Ratih Rahayu

Bagikan Artikel: