Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Rini Soemarno, mengatakan tidak ada dampak pada Direksi PT Nindya Karya yang sekarang terkait kasus korupsi korporat.
"Ini adalah kasus terjadi pada manajemen 2006, jadi bukan di kita sekarang. Yang sekarang, justru saya angkat topi dibanding dulu Nindya Karya minus tidak karuan," kata Rini di Bogor, Sabtu (14/4/2018) usai menghadiri temu keluarga BUMN.
Ia juga menjelaskan akan menjalin komunikasi terbuka kepada setiap direksi BUMN. Rini juga mengatakan agar semua direksi mengikuti aturan hukum.
"Kami dukung aturan hukum yang berjalan agar menjadi lebih baik dan bisa transparan," kata Rini.
Sebelumnya, KPK menetapkan satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN), PT Nindya Karya dan satu perusahaan swasata PT Tuah Sejati, sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi.
"Setelah KPK melakukan proses pengumpulan informasi dan data, termasuk permintaan keterangan pada sejumlah pihak dan terpenuhi bukti permulaan yang cukup, KPK melakukan penyidikan dugaan tindak pidana korupsi dengan tersangka PT NK (Nindya Karya) dan PT TS (Tuah Sejati)," kata Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif.
Kedua perusahaan itu diproses dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi pada pelaksanaan pembangunan Dermaga Bongkar di Sabang, Aceh pada kawasan Perdagangan Bebas dan pelabuhan bebas Sabang yang dibiayai APBN tahun anggaran 2006-2011.
"Penyidikan terhadap PT NK dan PT TS sebagai tersangka merupakan pengembangan dari penyidikan perkara dengan para tersangka sebelumnya," tambah Laode.
PT Nindya Karya dan PT Tuah Sejati melalui Heru Sulaksono yang merupakan Kepala PT Nindya Karya cabang Sumatera Utara dan Aceh merangkap kuasa Nindya Sejati Joint Operation diduga telah melakukan perbuatan melawan hukum dan menyalahgunakan wewenang untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu perusahaan terkait pekerjaan pelaksanaan pembangunan dermaga bongkar pada Kawasan Perdagangan Bebas dan pelabuhan bebas Sabang, Aceh yang dibiayai APBN tahun anggaran 2006-2011 dengan nilai proyek sekitar Rp793 miliar.
Rinciannya adalah pada 2004 senilai Rp7 miliar (tidak dikerjakan pada 2004-2005 karena bencana tsunami Aceh tapi uang muka telah diterima sebesar Rp1,4 miliar), pada 2006 senilai Rp8 miliar, pada 2007 senilai Rp24 miliar, pada 2008 senilai Rp124 miliar, pada 2009 senilai Rp164 miliar, pada 2010 senilai 180 miliar, dan pada 2011 senilai Rp285 miliar.
"Diduga terjadi kerugian keuangan negara sekitar Rp313 miliar dalam pelaksanaan proyek pembangunan dermaga bongkar pada kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas Sabang. Dua korporasi ini diduga mendapat keuntungan sejumlah Rp94,58 miliar yang berisiko tidak dapat dikembalikan ke negara jika korporasi tidak diproses," ungkap Laode.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ratih Rahayu