Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Soal Perpres TKA, Fahira Nyalakan 'Sirene' untuk Pemerintah

Soal Perpres TKA, Fahira Nyalakan 'Sirene' untuk Pemerintah Kredit Foto: Antara/Risky Andrianto
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kontroversi terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA) tidak kunjung mereda. Bahkan, berbagai elemen masyarakat secara tegas menyatakan penolakannya terhadap Perpres ini

Ketua Komite III DPD RI yang membidangi persoalan tenaga kerja, Fahira Idris, mengingatkan pemerintah bahwa persoalan TKA ini serius dan bisa merembet ke mana-mana.

"Bahkan, bisa langsung ke masyarakat di mana terdapat kantong-kantong TKA berada. Jangan sampai terjadi gesekan sosial karena ini berbahaya,” pesan Fahira dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Jumat (27/4/2018).

Menurut Fahira, landasan penerbitkan Perpres Nomor 20 Tahun 2018 tentang penggunaan TKA ini tidak kuat, terutama jika dilihat dari sisi sosiologis dan yuridis. Dari sisi sosiologis, perpres ini dianggap tidak mencerminkan keadaan atau kenyataan yang ada di dalam masyarakat yang saat ini kesulitan mencari pekerjaan. Sementara dari sisi yuridis, beberapa pasal dalam perpres ini dianggap bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi yaitu UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

“Perpres ini tidak sensitif dan responsif terhadap kondisi masyarakat kita. Jika saat ini rakyat mudah dapat pekerjaan, penolakan terhadap Perpres TKA takkan sebesar ini. Cara pemerintah menjawab persoalan dengan membandingkan besarnya jumlah TKI kita di luar negeri, sangat tidak bijak dan relevan," ujar Fahira.

Menurut Fahira, di Malaysia, Saudi Arabia, Hongkong, atau Singapura, selain angka pengangguran rendah, TKI bekerja di sana karena negara-negara tersebut membutuhkan.

"Jadi, tidak releven alasan seperti ini,” tegas Fahira.

Berbagai kemudahan bagi TKA dalam Perpres ini juga dianggap menabrak pasal-pasal dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Salah satunya dokumen pengesahan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) yang otomatis menjadi izin untuk mempekerjakan TKA, padahal dalam UU Tenaga Kerja, RPTKA hanya salah satu syarat karena ada syarat lain yang harus dipenuhi, yaitu dokumen Izin Menggunakan Tenaga Kerja Asing.

Tidak hanya itu, kemudahan yang diberikan Pasal 10 Perpres ini, yakni TKA pemegang saham, pegawai diplomatik, dan jenis pekerjaan yang dibutuhkan pemerintah, tidak membutuhkan RPTKA juga sangat berpotensi bertentangan dengan UU Tenaga Kerja.

Bagi Fahira, kekhawatiran masyarakat terhadap Perpres dan keberadaan TKA adalah hal yang wajar. Selain belakangan ini marak berbagai temuan dan pemberitaan terkait TKA Ilegal, Ombudsman Republik Indonesia (ORI) juga menemukan fakta bahwa hampir tiap hari banyak TKA, khususnya yang berasal dari China masuk ke Indonesia dan bekerja sebagai buruh kasar. Maladministrasi pada proses masuknya TKA dianggap sebagai jalan yang memudahkan masuk TKA Illegal ke beberapa wilayah di Indonesia.

Menurut Senator Jakarta ini, biang persoalan TKA yaitu Perpres Nomor 21 Tahun 2016 tentang bebas visa kunjungan terhadap 196 negara dan Permenaker Nomor 35 Tahun 2015 yang menghapuskan kewajiban TKA bisa berbahasa Indonesia, tidak pernah dievaluasi oleh Pemerintah sehingga di lapangan banyak ditemukan TKA Illegal dan TKA legal tetapi bekerja sebagai buruh kasar dan supir yang seharusnya bisa menggunakan tenaga lokal.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Ratih Rahayu
Editor: Ratih Rahayu

Bagikan Artikel: