Studi Frost & Sullivan yang diprakarsasi oleh Microsoft mengungkapkan bahwa potensi kerugian ekonomi di Indonesia yang diakibatkan oleh insiden keamanan siber dapat mencapai nilai US$34,2 miliar. Angka tersebut setara dengan 3,7% jumlah total PDB Indonesia yang sebesar US$932 miliar.
"Ketika berbagai perusahaan kini menyambut peluang-peluang yang ditawarkan oleh komputasi awan dan mobile untuk menjalin hubungan dengan pelanggan dan mengoptimalkan operasi perusahaan, mereka menghadapi risiko-risiko baru," kata Direktur Utama Microsoft Indonesia, Haris Izmee, di Jakarta, Kamis (24/5/2018).
Haris mengatakan, dengan batasan-batasan TI yang semakin menghilang, penjahat siber kini menemukan sasaran baru untuk diserang.
"Perusahaan menghadapi risiko kerugian finansial yang signifikan, dampak buruk pada sisi kepuasan pelanggan, dan penurunan reputasi di pasaran, seperti yang telah terlihat secara jelas pada kasus-kasus serangan tingkat tinggi belakangan ini," tuturnya.
Selain kerugian finansial, insiden keamanan siber juga mengurangi kemampuan berbagai organisasi di Indonesia untuk memanfaatkan peluang-peluang yang ada di era ekonomi digital saat ini dengan tiga dari lima (61%) responden menyatakan bahwa perusahaan mereka telah menunda upaya transformasi digital karena khawatir terhadap risiko-risiko siber.
Namun, transformasi digital akan semakin genting bagi perusahaan dengan diumumkannya rencana kerja "Making Indonesia 4.0" oleh Presiden Joko Widodo dan Kementerian Perindustrian. Hal ini bisa menjadi hambatan bagi setiap perusahaan di Indonesia untuk dapat menyelaraskan strategi berdasarkan rencana kerja tersebut.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Dina Kusumaningrum
Editor: Fauziah Nurul Hidayah
Tag Terkait: