Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Ramai-Ramai Persoalkan Nilai Divestasi Saham Freeport

Ramai-Ramai Persoalkan Nilai Divestasi Saham Freeport Pemerintah melalui Holding Industri Pertambangan PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) atau Inalum, akhirnya resmi memiliki 51% saham dari PT Freeport Indonesia (PTFI). | Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Banyak pihak mempersoalkan nilai divestasi 51% saham PT Freeport Indonesia yang mencapai US$3,85 miliar atau sekitar Rp55 triliun. Harga tersebut dinilai terlalu mahal untuk dibayar pemerintah Indonesia.

Mantan Direktur Utama Bursa Efek Indonesia, Tito Sulistio, mengatakan bahwa jika merujuk pada harga 9,36% saham Freeport Indonesia yang dilepas ke PT Indocopper senilai US$400 juta maka harga jual wajar 51% saham Freeport tak akan mencapai US$3,85 miliar.

Selaras, pengamat ekonomi politik, Ichsanuddin Noorsy, mengatakan harga saham Freeport saat ini terlalu mahal. Ia menghitung, jika merujuk pada harga US$400 juta dulu maka 51% saham sama dengan US$2,18 miliar. Kemudian dengan menghitung suku bungan 2,5% pertahun selama 15 tahun maka harga optimal 51% saham PTFI adalah US$2,996 miliar.

Ichsanuddin mengatakan angka US$2,996 miliar tersebut sama dengan perhitungan PT Inalum (Persero) yang menyiapkan belanja modal sebesar US$3 miliar sekitar 16 bulan lalu.

"Kenapa FCX (Freeport McMoran) yakin dengan harga US$3,85 miliar? Karena FCX yakin konsesinya akan diperpanjang hingga ke 2041. Dengan demikian, FCX sedang memberi pesan ke lantai bursa New York bahwa konsesinya akan diperpanjang. Akibat harga saham naik dan perhitungan diskonto untuk harga saham PTFI sebesar 51% adalah US$3,85 miliar. Siapa yang cerdas?" katanya dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Jumat (13/7/2018).

Direktur Eksekutif IRESS, Marwan Batubara, mengatakan harga US$3,85 miliar sangat tidak masuk akal karena pada dasarnya sebagian besar aset yang dibayar oleh pemerintah Indonesia adalah milik negara dan bangsa sendiri.

Mestinya, Marwan Batubara menegaskan rujukan perhitungan harga saham adalah periode kontrak karya tambang Freeport yang akan berakhir pada tahun 2021 dan bukan periode KK hingga 2041 seperti yang diinginkan Freeport. Dengan masa berlaku KK yang tersisa hanya tinggal 3-4 tahun, ia memproyeksikan nilai aset dan bisnis Freeport jauh lebih rendah dari US$3-4 miliar.

"Dengan rujukan periode kontrak yang tinggal 3-4 tahun, IRESS yakin nilai 41,64% saham Freeport hanya berkisar US$1-1,5 miliar. Jika sanksi-sanksi hukum akibat kerusakan lingkungan yang nilainya sangat besar diperhitungkan maka nilai yang harus dibayar negara untuk 41,64% saham divestasi Freeport diperkirakan hanya beberapa ratus juta dolar AS saja," paparnya.

Ekonom Senior Indef, Drajad Wibowo, mengatakan bahwa sebenarnya pemerintah Indonesia sama sekali tidak menang dalam kesepakatan ini. Ia menegaskan pemerintah Indonesia kalah karena harus menerima harga saham sebesar US$3,85 miliar.

"Yang jelas, sejak lama Rio Tinto (pemegang hak partisipasi) pasang harga di US$3,5 miliar. Tidak mau nego. Indonesia akhirnya menyerah, terima harga US$3,5 miliar ditambah US$350 juta bagi FCX," pungkasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Cahyo Prayogo
Editor: Cahyo Prayogo

Bagikan Artikel: