Kasus yang menjerat Meiliana, yang divonis 1,5 terkait volume suara azan, dinilai hal tersebut bukan sebuah bentuk penistaan agama.
Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Din Syamsuddin, menegaskan bahwa memprotes suara azan yang keras dan mengganggu tetangga bukanlah penistaan agama
"Menodai agama jika sudah menghinanya sebagai ritual keagamaan. Misalnya menjelekkan ritual umat beragama, termasuk azan. Jika hanya mengeluh, sedianya tidak diartikan telah menistakan agama." katanya dalam keterangan resmi yang diterima di Jakarta, Minggu (26/8/2018).
Lanjutnya, Ia mengatakan kalau menyalahkan azan sebagai ritual keagamaan dengan penilaian negatif dan sinis bisa dianggap menista.
"Besar atau kecilnya volume suara azan memang perlu menjadi perhatian. Apalagi di tengah permukiman yang penduduknya terdiri dari berbagai agama. Ini demi menjaga kenyamanan bersama." tegasnya.
Sementara itu, Tambahnya, jika suara azan yang membuat nyaman akan menggugah hati warga setempat.
"Memang sebaiknya, suara azan terutama di lingkungan yang majemuk (terdapat non Muslim) perlu menjaga kenyamanan. Jangan-jangan suara adzan yang lembut dan merdu dapat menggugah non Muslim untuk menyukai adzan," katanya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil
Tag Terkait: