Merespons berkembangnya isu sengketa saham PT Aryaputra Teguharta (APT) di PT BFI Finance Tbk (BFIN) yang telah ditanggapi OJK dan BEI, APT melalui kuasa hukumnya Hutabarat Halim dan Rekan (HHR Lawyers) memenuhi panggilan sidang PTUN pada Senin (27/8/2018).
Sidang tersebut, sebagaimana diketahui, merupakan perkembangan atas salah satu langkah hukum yang tengah dilakukan APT melalui kuasa hukumnya dalam memperjuangkan kepemilikan atas 32,32% sahamnya di BFIN.
Tindak lanjut tersebut terkait dengan kekuatan hukum tetap atas Putusan PK 240/2006 oleh pengadilan karena sebelumnya terdapat gugatan APT atas perbuatan BFI pada 2001 yang secara ilegal mengalihkan 32,32% saham BFIN milik APT.
Putusan inkracht PK 240/2006 memutuskan APT sebagai pemilik sah (lawful owner) atas 32,32% saham di BFIN. Lebih lanjut pengadilan menghukum Francis Lay Sioe (Presiden Direktur BFIN saat ini), Cornelius Henry (Komisaris BFIN saat ini), dan Yan Peter Wangkar (pengurus BFIN lama) sebagai pihak yang harus bertanggung jawab akibat beralihnya saham APT secara ilegal. Ketiganya dihukum pengadilan untuk wajib menyerahkan kembali 32,32% saham milik APT.
Sedangkan dalam perkara PTUN ini, APT menuntut agar semua pengesahan Menkumham terhadap anggaran dasar BFIN sebelumnya, yang isinya bertentangan dengan kebenaran material yang diputuskan melalui Putusan PK 240/2006, yaitu pengesahan anggaran dasar yang tidak mengakui APT sebagai pemilik sah atas 32,32% saham di BFIN menjadi Null and Void atau batal demi hukum.
Melalui gugatan administrasi yang didaftarkan APT pada Mei 2018 di PTUN Jakarta, di tengah proses persidangan, PTUN Jakarta menerbitkan Penetapan Penundaan berupa putusan pengadilan bersifat mengikat dan memaksa pihak manapun di luar para pihak bersengketa (erga omnes), walaupun belum jatuh putusan pokok atau jika nantinya perkara ini naik banding.
Penetapan PTUN Jakarta ini membekukan sementara keberlakuan dari 10 pengesahan terhadap anggaran dasar BFIN yang sebelumnya diberikan Menkumham. Berarti secara hukum, anggaran dasar BFIN yang berlaku efektif dan terdaftar di Menkumham adalah anggaran dasar BFIN sebelum terjadinya pengalihan ilegal pada 2001, di mana saat itu APT pemilik sah atas 32,32% saham.
Selain itu pada Mei 2018, APT memasukkan laporan pidana nomor LP/654/V/2018/Bareskrim ke Mabes Polri terkait dugaan Corporate Fraud yang mengakibatkan hilangnya 32,32% saham milik APT. APT segera melayangkan gugatan baru terkait haknya memperoleh dividen dan denda hukum (dwangsom) atas Putusan PK 240/2006.
"Jadi jangan kita beretorika lagi tentang kepemilikan atas saham. Karena jelas APT secara nyata telah dinyatakan sebagai pemilik sah atas 32,32% saham di BFIN berdasarkan Putusan PK 240/206. Dan para terhukum lah yang wajib mengembalikan saham milik APT tersebut," ujar Awan Mulyawan dari HHR Lawyers.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: