Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

OJK Akan Terbitkan Aturan Equity Crowdfunding

OJK Akan Terbitkan Aturan Equity Crowdfunding Petugas Otoritas Jasa Keuangan (OJK) beraktivitas di ruang layanan Konsumen, Kantor OJK, Jakarta, Senin (23/10). Menjelang peralihan Sistem Informasi Debitur (SID) atau yang dikenal sebagai BI Checking dari Bank Indonesia ke OJK pada tahun 2018, Bank Indonesia bersama OJK terus melakukan pengembangan Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) yang akan menggantikan SID, agar dapat secara optimal mendukung kebutuhan industri yang semakin kompleks serta mendukung tugas OJK, BI maupun tugas lembaga terkait lainnya dengan optimal. | Kredit Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay
Warta Ekonomi, Bogor -

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan mengeluarkan peraturan mengenai layanan urun dana melalui penawaran saham berbasis teknologi informasi atau equity crowdfunding.

Direktur Pengaturan Pasar Modal OJK, Luthfy Zain Fuady, mengatakan equity crowdfunding dapat menjadi alternatif sumber pendanaan terutama bagi perusahaan rintisan (start-up) dengan bentuk investasinya berupa penyertaan saham.

"Bulan ini masuk RDK (Rapat Dewan Komisioner), setelah itu 15 hari sampai satu bulan akan diundangkan Kemenkumham. Paling tidak tahun ini sudah bisa keluar," kata Luthfy dalam temu media di Bogor, Jawa Barat, Sabtu (20/10/2018).

Bentuk investasi berupa penyertaan saham tersebut membuat pemodal menerima manfaat berupa pembagian keuntungan atau dividen serta mempunyai hak dalam RUPS.

Luthfy menjelaskan bahwa setiap pihak dapat menjadi pemodal equity crowdfunding dengan ketentuan antara lain memiliki kemampuan analisis risiko terhadap saham, memiliki penghasilan sampai dengan Rp500 juta maksimum investasi 5% dari penghasilan, dan penghasilan di atas Rp500 juta maksimum investasi 10% dari penghasilan.

Ia juga menyebutkan bahwa equity crowdfunding memiliki sejumlah risiko seperti tidak dapat dividen, saham tidak likuid, dilusi kepemilikan saham, kehilangan modal (capital loss), kegagalan operasional penyelenggara, dan asimetris informasi dan kualitas informasi.

"Risiko ini ada juga di saham. Di equity crowdfunding menjadi lebih tinggi karena tidak di-backup profesi penunjang, maka risiko harus benar-benar dikalkulasi misalnya hanya orang dengan profil pendapatan tertentu yang membeli produknya," ujar Luthfy.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Lestari Ningsih

Bagikan Artikel: