Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

7 Tantangan Utama ASEAN dan Bagaimana Menghadapinya

7 Tantangan Utama ASEAN dan Bagaimana Menghadapinya Gedung bertingkat memantulkan cahaya matahari di kawasan Senayan, Jakarta, Kamis (15/3). Bank Indonesia (BI) memprediksi pertumbuhan ekonomi kuartal I-2018 akan lebih baik dibanding periode tahun lalu sebesar 5,01 persen yang didorong oleh pertumbuhan impor yang cukup tinggi sejak Desember 2017 hingga Februari 2018. | Kredit Foto: Antara/Dhemas Reviyanto
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kawasan ASEAN yang terdiri dari Brunei Darussalam, Kamboja, Indonesia, Laos, Malaysia, Myanmar, Filipina, Singapura, Thailand dan Vietnam, menggaungkan gabungan PDB sekitar $2,77 triliun pada 2017, dengan prediksi untuk tingkat pertumbuhan PDB dari sekitar 5,3% per tahun hingga 2019. Berikut adalah tujuh tantangan yang dihadapi oleh blok tersebut dalam mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, menurut Ishtiaq Pasha Mahmood yang merupakan seorang Profesor di National University of Singapore Business School dan Co-curator Transformation Map on ASEAN ada tujuh tantangan ASEAN di masa depan serta langkah-langkah preventif dalam menyikapinya.

1. Stabilitas geopolitik dan hubungan regional

ASEAN dibentuk pada tahun 1967, dengan kesepakatan oleh lima negara pendirinya yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand, dalam rangka mengorganisir perdamaian, stabilitas, dan kerja sama antar negara ASEAN. Negara-negara ASEAN terletak di persimpangan strategis, yang berbatasan dengan dua kekuatan ekonomi terbesar di dunia, China dan India, yang menjadikan ASEAN sebagai titik fokus bagi kekuatan regional dan global.

Walaupun negara-negara anggota ASEAN juga terlibat dalam sengketa teritorial. Klaim China atas wilayah di Laut Cina Selatan, misalnya, tumpang tindih dengan klaim yang bersaing oleh Brunei Darussalam, Malaysia, Filipina, dan Vietnam. Meskipun ada tantangan, koordinasi yang lebih erat dan tujuan bersama di antara pemerintah ASEAN dapat membantu meningkatkan stabilitas dan mengurangi kemungkinan konflik.

2. Tantangan tata kelola untuk bisnis

ASEAN adalah rumah bagi berbagai macam bisnis, termasuk sejumlah konglomerat besar milik keluarga dan perusahaan yang terkait dengan negara, seperti Grup Sentral di Thailand, Grup Salim di Indonesia, Singtel yang terhubung negara di Singapura, dan Vinamilk di Viet Nam. Namun usaha kecil dan menengah (UKM) bersama dengan pengusaha mikro membentuk setidaknya 89% kegiatan bisnis di wilayah tersebut.

Kepentingan yang berakar dengan konglomerat besar, dipasangkan dengan korupsi yang tersebar luas, merusak lingkungan bisnis di kawasan itu dan sangat menyakitkan bagi perusahaan kecil. Kawasan ASEAN membutuhkan lembaga-lembaga sipil independen yang kuat untuk mencegah korupsi dan membantu wilayah tersebut bersaing secara global. Salah satu harapannya adalah inovasi digital akan memungkinkan transparansi yang lebih besar dan mendorong pertumbuhan ekonomi.

3. Model bisnis baru

Kawasan ASEAN menawarkan pasar yang berkembang lebih dari 600 juta konsumen. PDB per kapita wilayah ini mengukur sekitar $6.500 (tidak termasuk Singapura, ekonomi paling maju di kawasan ini), yang lebih kecil dari China tetapi lebih dari India. Konsumen di kawasan ini sensitif terhadap harga dan permintaan kuat, menghasilkan bisnis lokal dengan margin rendah dan biaya tenaga kerja yang rendah, dan menjadi pesaing yang tangguh bagi pesaing asing.

Salah satu cara bagi pendatang baru untuk beradaptasi dan meningkatkan laba adalah dengan fokus pada kebutuhan dan kondisi konsumen tertentu di kawasan, dan bekerja mundur untuk mengembangkan solusi. Teknologi seluler dapat sangat berguna, terutama mengingat tingkat adopsi ponsel yang tinggi di wilayah tersebut. Dukungan pemerintah juga dapat memastikan perusahaan didorong untuk berinovasi dengan mengurangi beban biaya kegagalan potensial. Ini dapat dilakukan dengan apa yang disebut pendekatan regulasi “sentuhan ringan” atau "Light Touch", yang dapat mendorong kreativitas dan kewirausahaan.

4. Mengubah demografi

ASEAN adalah rumah bagi populasi muda, terpelajar, semakin urban, dan aspiratif. Konsumen di wilayah ASEAN menuntut produk dan layanan berkualitas lebih tinggi dan menghadirkan peluang bagi bisnis yang berharap dapat memanfaatkan pasar konsumen yang berkembang.

Pemerintah harus membantu mempersiapkan generasi muda untuk menghadapi tuntutan kawasan ekonomi yang semakin terintegrasi, melalui pendidikan dan pelatihan. Upaya saat ini oleh negara-negara ASEAN mungkin tidak memadai. Dan karena semakin banyak orang bermigrasi ke kota-kota seperti Manila atau Jakarta untuk mencari peluang yang lebih baik, mereka menciptakan tekanan pada infrastruktur dan pasar kerja yang ada.

Solusi berkelanjutan akan membutuhkan pendekatan inovatif. Masalahnya mulai dari perumahan yang terjangkau, hingga perawatan kesehatan, dan pendidikan biaya rendah berkualitas yang mengundang pemerintah ASEAN untuk bekerja erat dengan organisasi sektor swasta dan non-pemerintah.

5. Pertumbuhan inklusif dan pembangunan berkelanjutan

Negara-negara anggota ASEAN menjangkau spektrum yang luas dari tingkat pendapatan, mulai dari GDP per kapita Singapura sebesar $57.714 hingga $1.384 di Kamboja dan Myanmar $1.298 pada tahun 2017. Dalam beberapa tahun terakhir, negara-negara berpendapatan rendah telah membuat keuntungan penting.

Namun, keuntungan ekonomi regional telah gagal menghapus perbedaan signifikan di antara negara-negara anggota ASEAN. Edisi Global Findex terbaru Bank Dunia 2017 menunjukkan bahwa sementara 98% orang dewasa di Singapura dan 85% di Malaysia memiliki rekening bank, hanya 22% dari orang dewasa Kamboja dan 26% orang dewasa di Myanmar yang mempunyai rekening bank. Kesenjangan ini menggambarkan kebutuhan akan investasi yang luas dan kuat di bidang infrastruktur, lembaga keuangan, dan perencanaan strategis.

6. Ekonomi digital regional

Asia Tenggara adalah rumah bagi populasi pengguna internet yang paling cepat berkembang di dunia, dengan lebih dari 125.000 pengguna baru diperkirakan online setiap hari sepanjang tahun 2020. Sebagian besar pertumbuhan itu akan datang melalui penggunaan telepon seluler, dan memiliki potensi untuk merangsang industri baru, melompati model bisnis legacy dan secara mendasar mengubah kehidupan jutaan orang.

Namun, adopsi teknologi sangat berbeda di antara negara-negara ASEAN, dan ada kebutuhan untuk membangun infrastruktur internet regional.

7. Integrasi ekonomi

Dengan diluncurkannya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada tahun 2015, negara-negara anggota ASEAN telah membentuk kelompok yang lebih ketat dan lebih terintegrasi. MEA bertujuan untuk mengembangkan pasar tunggal dan kapasitas produksi industri, meningkatkan daya saing, mendukung pertumbuhan inklusif, dan lebih mengintegrasikan kawasan ini ke dalam ekonomi global.

Selain itu, Trans-Pacific Partnership (TPP) yang telah direvisi dan ditandatangani oleh negara-negara ASEAN, Australia, Kanada dan lain-lain pada tahun 2018, menyusul penarikan AS dari perjanjian tersebut.

 

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Hafit Yudi Suprobo
Editor: Hafit Yudi Suprobo

Bagikan Artikel: