Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Fluktuasi Rupiah dan Defisit Transaksi Perdagangan Jadi Tantangan Capres

Fluktuasi Rupiah dan Defisit Transaksi Perdagangan Jadi Tantangan Capres Kredit Foto: Antara/Wahyu Putro A
Warta Ekonomi, Jakarta -

Presiden dan wakil presiden terpilih nanti harus memprioritaskan kestabilan ekonomi dalam program-programnya. Kondisi ekonomi Indonesia yang naik turun belakangan ini wajib distabilkan melalui program ekonomi yang tepat sasaran dan bisa mengakomodir kepentingan nasional.

Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Assyifa Szami Ilman mengatakan, beberapa hal yang patut diperhatikan adalah menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan neraca perdagangan agar tidak mengalami defisit.

Ia menjelaskan, nilai rupiah yang telah tertekan sebesar kurang lebih 7% semenjak satu tahun terakhir memberikan dampak negatif sekaligus positif. Walaupun pelemahan rupiah dianggap baik untuk meningkatkan ekspor karena memberikan harga jual yang lebih kompetitif, nyatanya hal ini memberikan dampak serius pada industri yang berorientasi pada impor bahan produksi.

"Melemahnya rupiah juga ikut melemahkan daya beli mata uang terhadap input yang diperlukan untuk proses produksi. Hal ini terjadi karena 90% impor merupakan barang kapital yang merupakan bagian dari input. Pada akhirnya, hal ini menyebabkan naiknya nilai jual. Selain itu, komoditas pangan yang ada di Indonesia tidak terlepas dari produk impor. Pembiaran kondisi ini akan mempengaruhi harga produk dan memicu inflasi domestik," ungkap Ilman di Jakarta, Rabu (28/11/2018).

Pemerintah, lanjut dia, juga perlu memprioritaskan neraca perdagangan agar tidak sampai defisit. Defisit neraca perdagangan yang ditunjukkan dengan lebih besarnya nilai impor daripada ekspor sebesar US$2,83 miliar pada Januari-Mei 2018. Sementara itu, nilai neraca perdagangan migas dan nonmigas menjadi -US$5,03 miliar dan +US$2,2 miliar pada periode yang sama.

"Defisit neraca perdagangan yang terjadi terus-menerus dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, sehingga kondisi ini perlu diatasi melalui peningkatan nilai ekspor," ucapnya.

Sementara itu, peningkatan nilai ekspor dapat dicapai melalui peningkatan produktivitas dan daya saing industri dalam jangka panjang. Namun, kebijakan dalam jangka pendek seperti prioritas pembangunan infrastruktur strategis dan mengurangi subsidi BBM dapat dilakukan sebagai bentuk pengurangan ketergantungan terhadap impor. Impor hanyalah salah satu instrumen untuk menjaga kestabilan harga komoditas di dalam negeri.

"Oleh karena itu, pemerintah sebaiknya fokus pada peningkatan produktivitas industri domestik dan menambah daya saing produk dalam negeri," pungkasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Boyke P. Siregar
Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: