Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Muhadjir Effendy, mengatakan bakal mengambil langkah cepat dengan menarik buku ajar untuk sekolah dasar yang menyebut Nahdlatul Ulama (NU) sebagai 'organisasi radikal', sehingga permasalahan tak semakin melebar, Kamis (7/2/2019).
Muhadjir menambahkan, pihaknya akan merevisi buku ajar tersebut agar memuat sistematika dan informasi yang benar.
Baca Juga: Berdalih Cegah Radikalisme, Muhadjir Minta Kampus Pelototi Akun Medsos Mahasiswa
"Jadi gini, buku ini ditulis pada tahun 2013. Kemudian, karena ada berbagai masukan akhirnya pada tahun 2016 ditulis kembali. Dan dalam penulisan itu kemudian kita ada masalah ini. Terkait dengan itu, maka, kita tadi sudah bertemu dengan pimpinan PBNU dan LP Ma'arif. Kami dari kesekjenan dan kalibtang termasuk humas dan ristekom menyimpulkan bahwa buku ini akan ditarik, dihentikan, ditarik kemudian kita revisi. Kemudian dalam proses revisi itu akan dimitigasi, supaya secara sistematika benar. Secara substansi juga benar," jelasnya di Jakarta.
Langkah cepat Mendikbud ini juga menuai pujian dari PBNU. Berharap kasus tersebut tak terulang di lain waktu.
Sebelumnya, protes mengenai penggunaan istilah 'organisasi radikal' ini awalnya disampaikan oleh Sekjen PBNU, Helmy Faishal Zaini. Helmy menilai istilah tersebut dapat menimbulkan kesalahpahaman.
"Meskipun frasa 'organisasi radikal' yang dimaksud adalah organisasi radikal yang bersikap keras menentang penjajahan Belanda, dalam konteks ini, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama sangat menyayangkan diksi 'organisasi radikal' yang digunakan oleh Kemendikbud dalam buku tersebut. Istilah tersebut bisa menimbulkan kesalahpahaman oleh peserta didik di sekolah terhadap Nahdlatul Ulama," katanya.
Menurut Helmy, istilah radikal juga identik dengan kekerasan dan penyebaran teror. Selain itu, penulis buku ajar tersebut juga tidak memahami sejarah pergerakan nasional dalam kemerdekaan Indonesia.
"Organisasi radikal belakangan identik dengan organisasi yang melawan dan merongrong pemerintah, melakukan tindakan-tindakan radikal, menyebarkan teror dan lain sebainya. Pemahaman seperti ini akan berbahaya, terutama jika diajarkan kepada siswa-siswi," ujarnya.
PBNU pun mendatangi Mendikbud untuk meminta klarifikasi mengenai penulisan buku tersebut. Wasekjen PBNU, Masduki Baidlowi, menjelaskan salah satu poin keberatan pihaknya adalah penulisan tentang frasa radikal dan periodesasi sejarah kemerdekaan bangsa Indonesia.
"Saat ini seperti yang kita ketahui, kata radikal itu konotasinya negatif. Karena dia sangat negatif, kenapa dia membuat suatu periodesasi yang mendefinisikan NU dalam konteks yang seperti itu dan di situ disebutkan dengan PKI gitu kan. Sehingga saya pertanyakan kepada Pak Menteri, kenapa itu bisa terjadi, mestinya ada pushbook itu, yang berada di bawah Kemendikbud itu semestinya terkait dengan sejarah. Harusnya clean dan clear," terangnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Irfan Mualim
Editor: Irfan Mualim