Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Tahan Pembayaran, Panca Amara Utama Berpotensi Rugikan Negara Rp1,7 Triliun

Tahan Pembayaran, Panca Amara Utama Berpotensi Rugikan Negara Rp1,7 Triliun Kredit Foto: Antara/Indrianto Eko Suwarso
Warta Ekonomi, Jakarta -

PT Panca Amara Utama (PAU) diduga telah mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp1,7 triliun karena tidak melakukan pembayaran biaya konstruksi kepada perusahaan BUMN PT Rekayasa Industri (Rekind) untuk pembangunan proyek Pabrik Amonia di daerah Banggai, Kabupaten Luwu, Sulawesi Tengah.

Berdasarkan informasi yang diperoleh, salah satu alasan PAU menahan pembayaran kepada Rekind karena terjadi keterlambatan pekerjaan pembangunan. Adapun, keterlambatan tersebut akibat seringnya terjadi demonstrasi masyarakat karena komitmen penyelesaian yang tidak tuntas antara pihak PAU dengan warga setempat, dan bukan menjadi kewajiban Rekind.

"Dalam pelaksanaan proyek sering terjadi demo warga yang dikarenakan masalah komitmen penyelesaian PAU dengan warga sekitar proyek yang belum tuntas. Ini terus terjadi dan setiap demo, warga menuntut berhenti kerja sehingga pihak Rekind harus menghentikan pekerjaan," kata narasumber eksternal yang memahami masalah ini dan tak ingin disebutkan namanya, Kamis (16/5/2019).

Ia mengatakan Presiden Direktur PAU Vinod Laroya dan Wakil Presiden Direktur Kanishk Laroya secara tidak langsung memiliki andil dalam keterlambatan proyek ini. Disebutkan, Vinod dan timnya sering kali ikut campur dalam proses pengadaan dengan mengarahkan pembelian barang dari India. Padahal dalam kontrak kerja antara Rekind dan PAU, proyek ini bersifat lump sum. Jadi, Rekind tidak harus membeli berbagai barang dari India.

"Sebelumnya Rekind tidak pernah membeli mesin dari India. Biasanya mesin dibeli dari Amerika Serikat, Jerman, atau Jepang. Karena harus membeli barang dari India, standar kerja Rekind berubah karena kualitasnya sangat berbeda," ujarnya.

Rekind sendiri sebelumnya pernah mengingatkan bahwa durasi waktu pengerjaan proyek terlalu singkat. Namun, pihak PAU meyakinkan waktu pekerjaan bisa disesuaikan sesuai jadwal. Kemudian Rekind pernah mengajukan surat permintaan perpanjangan waktu pengerjaan proyek sebanyak tiga kali kepada PAU. Akan tetapi, surat tersebut selalu dibalas secara verbal oleh Vinod Laroya bahwa akan dibantu. 

"Tetapi kenyataannya, setelah proyek selesai, pihak PAU mengirimkan surat bahwa permintaan perpanjangan waktu tidak disetujui dan Rekind akan dikenakan denda," tegasnya.

Saat ini pihak PAU, yang mayoritas pemiliknya adalah PT Surya Eka Perkasa Tbk menahan beberapa pembayaran kepada Rekind yang di dalamnya termasuk uang retensi sebesar 10%. Bahkan pihak PAU telah menginstruksikan untuk mencairkan performance bond sebesar US$50 juta, di mana hal ini tidak beralasan karena Rekind telah menyelesaikan proyek dan pihak PAU telah melakukan produksi sejak bulan Agustus 2018.

Kegiatan produksi ini telah meningkatkan pendapatan PAU secara signifikan, walaupun Plant Acceptance belum diberikan oleh PAU kepada Rekind. Tercatat, total tagihan yang belum diterima oleh Rekind termasuk pengembalian retensi hampir sebesar Rp1,7 triliun.

"Ada potensi terjadinya kerugian negara karena apabila tagihan tersebut tidak terbayarkan oleh PAU maka akan merugikan negara," pungkas narasumber tersebut.

Sampai berita ini, pihak PT Panca Amara Utama maupun PT Rekayasa Industri belum memberikan tanggapan yang diajukan oleh Warta Ekonomi.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Cahyo Prayogo
Editor: Cahyo Prayogo

Bagikan Artikel: