PT Panca Amara Utama (PAU) dengan Vinod Laroya sebagai Presiden Direktur dan Kanishk Laroya sebagai Wakil Presiden Direktur diduga telah merugikan keuangan negara sebesar Rp2 triliun karena tidak melakukan pembayaran biaya proyek kepada BUMN PT Rekayasa Industri (Rekind) untuk pembangunan proyek Pabrik Amonia Banggai di Kabupaten Luwu, Sulawesi Tengah.
Corporate Secretary dan Legal Rekind, Dundi Insan Perlambang, menjelaskan bahwa pada awalnya PAU menjalin kontrak kerja sama dengan sebuah perusahaan Jepang untuk mengerjakan pembangunan proyek Pabrik Amonia Banggai.
Namun, perusahaan Jepang tersebut tidak sanggup melanjutkan proyek. Kemudian proyek dilanjutkan oleh Rekind dengan harga proyek di bawah perusahaan Jepang tersebut dan dengan komitmen Rekind yang tinggi proyek telah berhasil diselesaikan dengan kinerja baik.
Saat pabrik ini telah selesai dibangun dan berproduksi komersial, PAU menolak untuk melakukan sisa pembayarannya kepada Rekind termasuk mengembalikan Retention Money yang ditahan setiap tagihan Rekind dengan dalih karena terjadinya keterlambatan penyelesaian proyek. Bahkan, PAU meminta Rekind melakukan pembayaran penalti kepada mereka akibat keterlambatan proyek tersebut.
Padahal, menurut Dundi, keterlambatan tersebut terjadi akibat ulah dari PAU yang turut campur dalam proses pengadaan proyek sehingga kontrak proyek sudah tidak bisa disebut sebagai lump sum lagi. Dengan demikian, tidak selayaknya Rekind terkena penalti akibat keterlambatan penyelesaian proyek tersebut.
Selain itu, keterlambatan juga dikarenakan sering terjadinya demonstrasi di sekitar lingkungan proyek di mana Rekind senantiasa membantu PAU menanggulangi penyelesaian demo tersebut.
Di tengah berlangsungnya proses negosiasi, pihak PAU secara tiba-tiba telah mencairkan dana performance bond Rekind sebesar US$56 juta melalui Bank Standard Chartered. Jadi, total kerugian yang diderita Rekind diperkirakan mencapai Rp2 triliun lebih.
Selain itu, Rekind didaftarkan pada Arbitrase Internasional Singapore dengan tuntutan sebesar US$175 juta oleh PAU. Kesewenang-wenangan PAU ini terlihat bahwa pabrik telah menghasilkan walaupun secara kontrak PAU belum boleh melakukan produksi komersial karena Plant Acceptance belum diberikan padahal di sisi lain PAU sudah berproduksi komersial.
"Kami sudah melaporkan kasus ini ke pihak kepolisian sebagai tindak pidana penggelapan karena penguasaan pabrik tanpa memiliki izin yang sah. Kemudian masih menahan dan mengambll sejumlah uang yang merupakan hak milik Rekind," jelas Dundi.
Dalam situs web PT Panca Amara Utama (PAU), www.pau.co.id, nama Garibaldi (Boy) Thohir tercatat menjadi komisaris utama perusahaan tersebut. Sedangkan 60% saham dari PAU dimiliki oleh perusahaan terbuka, Surya Esa Perkasa di mana tercatat nama Hamid Awaludin, Theodore Permadi (TP) Rachmat, Rahul Puri, dan Ida Bagus Rahmadi menjabat sebagai dewan komisaris.
Warta Ekonomi sudah coba menghubungi Boy Thohir baik melalui telepon maupun aplikasi perpesanan untuk meminta tanggapan terkait kasus ini. Namun, Boy Thohir masih belum mau memberi tanggapan hingga berita ini diturunkan.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Cahyo Prayogo
Editor: Cahyo Prayogo
Tag Terkait: