Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Alexander Marwata membeberkan kronologi operasi tangkap tangan dugaan suap pengurusan izin tinggal dua warga negara asing di kantor Imigrasi Nusa Tenggara Barat.
Menurut Alexander, tim Satgas KPK mulanya bergerak setelah menerima informasi dari masyarakat soal akan terjadinya transaksi suap. Tim langsung bergerak turun ke lapangan.
"Setelah beberapa petunjuk awal kami ungkap, tim KPK segera melakukan kegiatan penyelidikan hingga kegiatan tangkap tangan di Mataram dan Sekotong, Nusa Tenggara Barat, Senin dan Selasa, 27-28 Mei 2019," kata Alexander di Jakarta, Selasa 28 Mei 2019.
Menurut Alexander, tim KPK mendapat informasi telah terjadi penyerahan uang dari Liliana Hidayat, Direkur PT Wisata Bahagia yang juga menjabat pengelola Wyndham Sundancer Lombok, kepada Yusriansah Fazri selaku Kepala Seksi Intelijen dan Penindakan lmigrasi Mataram di Kantor Imigrasi Kelas I Mataram.
Diduga penyerahan uang itu berhubungan dengan perkara yang sedang ditangani Penyidik PPNS lmigrasi di Kanim Mataram terkait penyalahgunaan izin tinggal di Lingkungan Kantor Imigrasi Nusa Tenggara Barat Tahun 2019.
Setelah mengonfirmasi adanya dugaan penyerahan uang itu, tim kemudian menangkap Yusriansah dan Ayub Abdul Muqsith selaku penyidik PNS di sebuah hotel di Mataram pada Senin malam, 27 Mei 2019. Di kamar Yusriansah, tim menemukan uang sejumlah Rp85 Juta dalam beberapa amplop yang telah dinamai.
"Secara paralel, tim mengamankan Liliana, WYU (staf Liliana) dan JHA (General Managet Wyndham Sundancer Lombok) di Wyndham Sundancer Lombok, pukul 22.00 waktu setempat," lanjut Alexander.
Selanjutnya, tim menangkap Kurniadie, Kepala Kantor Imigrasi Kelas 1 Mataram di rumah dinasnya di Jalan Majapahit, Mataram, pukul 02.00 dini hari, Selasa, 28 Mei. Kemudian, enam orang itu dibawa ke Mapolda NTB untuk pemeriksaan.
Di Polda NTB, tim juga memangil beberapa pihak yang diduga menerima uang terkait pokok perkara ini, hingga BWI (penyidik PNS) dan 13 orang yang datang mengembalikan uang dengan total Rp81,5 juta.
Kode
Alex menambahkan, diduga dua penyidik PNS (PPNS) di Kantor Imigrasi Kelas I Mataram menangkap dua WNA dengan inisial BGW dan MK yang menyalahgunakan izin tinggal. Mereka diduga masuk menggunakan visa sebagai turis biasa, tetapi ternyata bekerja dl Wyndham Sundancer Lombok.
"PPNS lmigrasi seumpat menduga 2 WNA ini melanggar Pasal 122 Huruf a Undang-Undang Nomor 6 tahun 2011 tentang Keimigrasian," kata Alex.
Merespon penangkapan itu, Liliana selaku perwakilan Manajemen Wyndham Sundancer Lombok diduga mencoba mencari cara bernegosiasi dengan PPNS Kantor lmigrasi Kelas I Mataram agar proses hukum dua WNA itu tidak berlanjut. Kantor Imigrasi Klas I Mataram telah menerbitkan Surat Perintah Dimulainya Penyidlkan untuk dua WNA pada 22 Mei 2019.
Yusriansah kemudian menghubungi Liliana untuk ambil SPDP tersebut. Permintaan pengambilan SPDP diduga sebagai kode untuk menaikan harga untuk menghentikan kasus.
Liliana kemudian menawarkan uang sebesar Rp300 juta untuk menghentikan kasus tersebut, namun Yusriansah menolak karena jumlahnya sedikit.
Dalam proses komunikasi terkait biaya mengurus perkara, kata Alexander, Yusriansah berkoordinasi dengan atasannya, yakni Kurniadie. Selanjutnya, diduga terjadi pertemuan antara Yusriansyah dan Liliana untuk kembali membahas negosiasi harga.
"Dalam OTT ini, KPK mengungkap modus baru yang dipakai ketiganya dalam negosiasi uang suap, yaitu menuliskan tawaran Liliana di atas kertas dengan kode tertentu tanpa berbicara. Kemudian Yusriansah melapor pada Kurniadie untuk mendapat arahan atau persetujuan," kata Alex.
Tong sampah
Akhirnya disepakatl jumlah uang untuk mengurus perkara dua WNA itu adalah Rp1,2 miliar. Metode penyerahan uang yang digunakan juga tidak biasa, yakni dengan cara Liliana memasukkan uang sebesar Rp1,2 miliar ke dalam kresek hitam lalu ditaruh dalam tas.
Sesampai di depan ruangan Yusriansah, tas kresek hitam berisi uang Rp 1,2 miliar itu dibuang ke dalam tong sampah di depan ruangan Yusriansah.
Yusriansah memerintahkan BWI selaku staf mengambil uang itu dan membaginya Rp800 juga untuk Kurniadie.
"Kemudian penyerahan uang kepada KUR (Kurniadie) dengan cara meletakkan di ember merah," kata Alex.
Kurniadie kemudian minta pihak Iain untuk menyetorkan Rp340 juta ke rekeningnya di sebuah bank. Sedangkan sisanya Rp500 juta, akan diperuntukkan pada pihak lain.
"Teridentifikasi salah satu komunikasi dalam perkara ini, setelah penerimaan uang oleh pejabat Imigrasi terjadi, yaitu: ‘makasi, buat pulkam’,” ujar Alex.
KPK menetapkan tiga tersangka, antara lain Kurniadie selaku Kepala Kantor Imigrasi Kelas I Mataram, Kepala Seksi Intelijen dan Penindakan kantor Imigrasi Kelas 1 Mataram, Yusriansyah Fazrin, dan Direktur ?PT Wisata Bahagia, Liliana Hidayat. (ren)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Cahyo Prayogo