Berjarak sekira 2.719 kilometer dari Jakarta, Indonesia, kota Darwin, Australia disebut sebagai salah satu lokasi penempatan rudal milik Amerika Serikat (AS). Rudal berbasis darat milik AS ditempatkan untuk wilayah Asia-Pasifik. Rencana itu muncul setelah Perjanjian Intermediate-Range Nuclear Forces (INF) antara Amerika Serikat dengan Rusia runtuh.
Washington resmi keluar dari pakta kontrol senjata nuklir era Perang Dingin itu pada 2 Agustus lalu dengan alasan Moskow melanggar perjanjian. Perjanjian INF 1987 melarang pengembangan, penempatan dan uji coba rudal berbasis darat yang memiliki jangkauan 500 kilometer hingga 5.500 kilometer.
Washington telah membahas masalah penempatan misil itu dengan Australia dalam forum AUSMIN (Australia-United States Ministerial Consultation) hari Minggu (4/8/2019) kemarin.
Upaya Washington menempatkan misil berbasis darat itu sebagai upaya untuk melawan ekspansi China di kawasan Asia Pasifik.
Menteri Pertahanan AS, Mark Esper mengatakan kepada wartawan, dia ingin melihat senjata berbasis darat ditempatkan di Asia sebagai pencegah militer di tengah apa yang dia anggap sebagai "era persaingan kekuatan besar".
Ketika ditanya tentang prospek rudal darat non-nuklir AS yang ditempatkan di utara Australia, Menteri Luar Negeri Australia, Marise Payne dan Menteri Pertahanan Australia, Linda Reynolds memilih bungkam.
"Dalam hal keterlibatan regional kami, izinkan saya juga memastikan dan mengingatkan bahwa untuk China dan Australia, kami melihat China sebagai mitra yang sangat penting," jelas Payne.
Laporan yang menyebut Darwin sebagai lokasi potensial untuk penempatan rudal berbasis darat adalah media Australia, 9news.com.au.
"Jika AS mengembangkan senjata dengan jangkauan 5500 kilometer, China selatan akan nyaman dalam jangkauan rudal yang ditempatkan di Darwin," tulis media tersebut, Senin (5/8/2019).
Menteri Pertahanan, Linda Reynolds mengaku membahas masalah itu dengan Menteri Pertahanan AS, Mark Esper.
"Saya memang membahasnya kemarin dengan Menteri Esper dan dia mengonfirmasi bahwa tidak ada permintaan dari Australia dan tidak ada yang diharapkan," sebutnya kepada ABC Radio National.
Dikatakannya, Menteri Pertahanan AS tidak meminta apapun kepada Australia terkait penempatan rudal di wilayah Asia-Pasifik.
"Anda akan mengharapkan Menteri Pertahanan AS untuk menyelidiki semua masalah ini mengingat apa yang terjadi di Indo-Pasifik, tetapi saya dapat mengonfirmasi bahwa dia tidak membuat permintaan dan dia tidak mengantisipasi permintaan apa pun," imbuh dia.
Namun, selama pertemuan itu, Esper mengatakan dia ingin memasang hulu ledak konvensional jarak menengah di Asia-Pasifik.
"Kami sekarang bebas jika Anda ingin mengembangkan jangkauan senjata itu, 500 kilometer hingga 5.500 kilometer yang belum tersedia bagi kami dari postur penangkal yang berbasis di darat," imbuh Esper pada konferensi pers pascapembicaraan.
Esper meyakini bahwa penempatan itu salah satunya bertujuan mencegah konflik di wilayah mana pun.
“Saya pikir pada tingkat yang memungkinkan kita untuk merancang dan mengembangkan, menguji dan akhirnya menyebarkan sistem, apakah itu di Eropa, apakah itu di Asia-Pasifik atau di tempat lain, memberi kita dan berisi postur pencegah yang ingin kita lakukan untuk mencegah konflik di wilayah mana pun yang kami sebarkan melalui konsultasi dengan sekutu dan mitra kami," lanjut Esper.
Hal senada juga diutarakan oleh Michael Pompeo. Dirinya menungkapkan bahwa semua tindakan yang diambil selalu dievaluasi, serta untuk melindungi mitra AS.
“Keputusan yang jujur tentang penempatan pasukan, rudal dan senjata, semua hal yang kami lakukan adalah hal-hal yang terus kami evaluasi. Kami ingin memastikan bahwa kami melindungi mitra kami, melindungi kepentingan Amerika," kata Menteri Luar Negeri AS Michael Pompeo.
Pompeo menekankan bahwa rudal tidak akan dikerahkan di Darwin atau di tempat lain tanpa dukungan Canberra.
"Ketika kami menggunakan sistem ini di seluruh dunia dengan teman dan sekutu kami melakukannya dengan persetujuan mereka," tutup Pompeo.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto
Tag Terkait: