Perusahaan 'Pelat Merah' yang bergerak pada sektor produksi kertas yakni PT Kertas-Leces (Persero), dipastikan telah pailit alias bangkrut.
Hal tersebut dipastikan setelah Majelis Hakim Pengadilan Niaga pada Pengadilan Surabaya menetapkannya pada 25 September 2018 sesuai dengan putusan No.43 PK/Pailit/Pdt.Sus-Pailit/2019 No. 01/Pdt.Sus.
Sejalan dengan itu, PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero) yang merupakan kreditor separatis Kertas Leces dan selaku pemegang Hak Tanggungan (HT) peringkat I, melakukan eksekusi lelang aset pada 11 Desember 2018. Kemudian buah dari hasil lelang tersebut menghasilkan uang senilai Rp11,4 miliar.
Baca Juga: Transformasi dan Recovery Perusahaan Sakit di Era Disrupsi: Kasus BUMN
Corporate Secretary Perusahaan Pengelola Aset, Edi Winanto menjelaskan, dalam daftar pembagian harta pailit tersebut, PPA selaku kreditor separatis dan pemegangan HT peringkat I hanya diberikan sebesar Rp1,291 miliar atas pembagian ini.
Namun, Perusahaan Pengelola Aset menilai angka tersebut terlalu rendah. Sehingga mengajukan keberatan atau perlawanan (Renvoi Prosedur).
"PPA selaku Pelawan mengajukan perlawanan atau keberatan (Renvoi Prosedur) atas Daftar Pembangian Hasil Lelang Kertas Leces (Dalam Pailit) pada 3 Mei 2019," papar Edi Winanto kepada Wartawan di Jakarta, Senin (9/9/2019).
Baca Juga: Direksi BUMN Dirombak, Tak Semuanya Salah Rini, Tapi...
Dirinya kembali melanjutkan penjelasannya, di Persidangan Renvoi Prosedur ini telah periksa dan diadili oleh Majelis Hakim Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya, mulai 23 Mei 2019 sampai dengan 14 Agustus 2019 dari tahapan Jawaban, Replik Duplik, pembuktian, keterangan Ahli, hingga kesimpulan para pihak.
Namun, pada 29 Agustus 2019 telah dilaksanakan pembacaan putusan Renvoi Prosedur, yang putusannya adalah Menolak keberatan atau perlawanan dari Pelawan (PPA) untuk seluruhnya.
"PPA melalui kuasa hukum telah mengajukan upaya hukum Kasasi dan menyerahkan memori Kasasi di Mahkamah Agung RI melalui Kepaniteraan PN Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya, Jawa Timur," tegas Edi.
Baca Juga: Antisipasi Kalah Saing, Pos Indonesia Mulai Jajal Digitalisasi
Berdasarkan kacamata Perusahaan Pengelola Aset, PN Niaga Surabaya dinilai telah melanggar Pasal 194 ayat (6) UU Kepailitan dan PKPU berkenaan pemeriksaan sidang keberatan telah melebihi jangka waktu yang ditetapkan.
Tak hanya itu, PN Niaga Surabaya juga melanggar Pasal 59 UU Kepailitan dan PKPU berkaitan dengan hak kreditor separatis atas basil penjualan agunan Aset Jalan Radio;
"Intinya atas kasasi yang diajukan oleh PPA majelis hakim PN Niaga Surabaya dinilai telah salah menerapkan hukum dalam memeriksa dan mengadili keberatan atau perlawanan yang PPA ajukan," pungkas Edi Winanto.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Bambang Ismoyo
Editor: Kumairoh
Tag Terkait: