Investigasi Tempo Soal Gula Kementan Fiktif, Tempo Berafiliasi dengan Mafia Pangan?
Terkait pemberitaan Majalah Tempo Edisi 4827/9-15 September 2019 lalu dengan liputan berjudul “Investasi Swasembada Gula Cara Amran dan Isam: Gula-gula Dua Saudara", masih menyisakan tanda tanya. Ada apa dengan Tempo? Soalnya, menurut Inspektorat Jenderal (Irjen) Kementerian Pertanian (Kementan) Justan Siahaan, apa yang diberitakan Majalah Tempo mengandung fakta yang fiktif dan tidak mendasar.
“Majalah Tempo telah melakukan kebohongan publik dan menyajikan berita fiktif serta sangat menyimpang dari nilai-nilai pemberitaan yang berdasar kebenaran serta tidak terkonfirmasi”, kata Justan saat dihubungi, Jumat (4/10/2019).
Menurut Justan, setidaknya ada empat poin besar mengapa dikatakan Majalah Tempo telah menurunkan berita fiktif dan sangat menyesatkan. Pertama, dalam pemberitaan Tempo disebutkan bahwa media ini telah mewawancarai Andi Rasdi. Hal itu disangkal oleh Andi Rasdi sendiri surat pernyataan tanggal 25 September yang menyatakan dengan tegas bahwa dia tidak pernah didatangi dan diwawancarai Majalah Tempo.
Baca Juga: Petani Kecam Tempo Usik Program Kedaulatan Pangan
Kedua, dikatakan bahwa Kementan telah menyalahi Rencana Tata Ruang dan Rencana Wilayah (RT/RW) yang menurut Tempo lahan itu untuk penggembalaan. Padahal sesuai pasal 26 butir Perda Kabupaten Bombana Nomor 20 tahun 2013 tentang RT/RW disebutkan bahwa lahan di Kecamatan Lantari Jaya tidak hanya untuk penggembalaan, tetap juga untuk agropolitan, termasuk di dalamnya tebu.
Ini juga diperkuat oleh Surat Rekomendasi Gubernur Provinsi Sulawesi Tenggara Nomor 40/3-40 tanggal 5 Juli 2018 perihal Rekomendasi Kesesuaian Tata Ruang Rencana Kegiatan Perkebunan Tebu dan Pabrik Gula.
Poin ketiga, kata Justan, dalam Majalah Tempo disebutkan kalau lahan di daerah tersebut tidak cocok untuk tanaman tebu. Padahal sesuai hasil kajian bersama Universitas Haluoleo dan Universitas Hasanuddin, perkebunan tebu cocok di Kecamatan Lantari Jaya.
“Saya sendiri terjun melihat lokasi dan mendapatkan fakta bahwa tanaman tebu tumbuh bagus sampai setinggi 2 meter”, tegas Justan.
Baca Juga: Dituding Hina Presiden, Google Playstore dan AppStore Kasih Bintang 1 ke Tempo
Poin keempat, menurut Justan, dalam Majalah Tempo dikatakan seorang petani bernama Marjuni menjadi terusir dari padang penggembalaannya di desa Tinabite Kecamatan Lantari Jaya.
“Setelah dilakukan pengecekan, ternyata Marjuni itu bukan petani, tetapi PNS di kantor Dinas Pertanian Kabupaten Bombana. Terakhir ditugaskan sebagai penyuluh pertanian di Kecamatan Lantari Jaya”, ungkap Justan.
Karenanya, kata Justan, pemberitaan Majalah Tempo dinilai sarat dengan data fiktif dan banyak ketidakbenaran di dalamnya.
“Kami dari internal auditor menyayangkan model pemberitaan yang menyesatkan semacam ini. Kami tidak membela orang per orang tapi membela program yang memang layak dibela. Perlu diketahui dalam proses pengurusan pabrik gula itu dilakukan bersamaan 10 pabrik gula.
Baca Juga: 2020: Kementan Dorong Investor Bangun Tambahan 15 Pabrik Gula Baru
“Semuanya sama dan bersamaan diurus. PT Jhonlin no 9, dari 10 perusahaan. Kasus ini sudah kami laporkan ke Dewan Pers dan sudah 2 kali sidang, rencananya minggu depan kasus ini akan diputuskan,” tandasnya.
Ditambahkan Justan, berdasarkan catatannya, berita Majalah Tempo pada periode Januari – Oktober 2017 terdapat 67% berita negatif, dan terus hingga tahun 2018 terdapat berita negatif yang tendensius terhadap Kementerian Pertanian RI, antara lain:
1) Cetak Sawah Cetak Masalah (Majalah Tempo, Edisi 4 - 10 September 2017);
2) Gerabak Gerubuk Gebuk Beras (Majalah Tempo, Edisi 31 Juli – 6 Agustus 2017);
3) Putar Putar Impor Jagung (Majalah Tempo, Edisi 26 November - 2 Desember 2018);
4) Simsalabim Impor Bawang (Majalah Tempo, Edisi 9 - 15 Juli 2018);
5) dan seterusnya (terlampir).
Berita-berita tersebut tidak objektif, tendensius, menyesatkan, dan menggiring opini negatif kepada publik untuk menyudutkan Kementerian Pertanian.
“Hal ini tidak sesuai dengan semangat Pers Nasional yang berkewajiban memberitakan informasi berdasarkan asas praduga tak bersalah, memberikan informasi yang tepat, akurat dan benar serta memperjuangkan keadilan dan kebenaran sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers,” tegas Justan.
Seperti diketahui, Kementerian Pertanian di bawah komando Andi Amran Sulaiman secara tegas menyatakan perang dengan mafia pangan yang selama beberapa dekade telah menggerus dan memiskinkan petani serta menyebabkan harga-harga pangan di Indonesia demikian tinggi.
Sejak menjabat Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman telah melakukan demosi dan mutasi 1.296 pegawai Kementan, termasuk di antaranya 435 pegawai Badan Karantina Pertanian. Dan sudah ada 784 orang serta 76 perusahaan yang di-black list karena diduga terlibat mafia pangan. Ini dengan maksud pembinaan aparatur, memberi efek jera, dan bersih-bersih dari tindakan KKN.
Bahkan pernah dalam sehari Mentan mencopot lima orang pejabat pada satu direktorat jenderal, yaitu satu pejabat Eselon-I dan empat direkturnya. Itu dilakukan malah sebelum KPK mentersangkakan oknum tersebut. Ketika itu ada yang mengatakan Mentan terlalu cepat memecat orang namun akhirnya mereka mengapresiasi langkah tegas tersebut.
Baca Juga: Mentan Amran: Pengelolaan Sumberdaya Air Kunci Kedaulatan Pangan
Suatu ketika pada jam 10 pagi Mentan menerima laporan bahwa salah satu oknum pegawainya melakukan pungli dan terkonfirmasi kebenarannya, maka jam 11 sudah ditandatangani SK Pemecatan No. 539/2017 kepada MS terkait tindakan penyelewengan program cetak sawah.
Demikian pula memecat AA terkait tindak pidana pada kegiatan Penggerak Membangun Desa (PMD) dalam proses hukum di Kejakgung dan memecat EM kasus korupsi pengadaan pupuk hayati APBN 2013 yang saat ini dalam proses hukum di KPK.
Sejak memimpin Kementan, Andi Amran mengembangkan sistem pengendalian gratifikasi di lingkungan kantor. Sudah menjadi tradisi Andi Amran tidak mau menerima bingkisan dalam bentuk apapun baik di rumah maupun di kantor.
Bila ada yang mengirim bingkisan, langsung dilaporkan ke KPK. Terbukti, Kementan memperoleh penghargaan dari KPK pada saat hari anti korupsi sedunia Desember 2017, atas prestasi kategori sistem pengendalian gratifikasi terbaik.
Baca Juga: Saatnya Pemerintah Terapkan Bioteknologi di Bidang Pangan
Jauh sebelumnya, sejak menjadi pengusaha, Andi Amran sudah biasa melakukan SIDAK kepada bawahannya. Setelah menjadi Menteri dengan memakai baju kaos, celana jeans dan sepatu kets, naik taxi sendiri ke Karantina Tanjung Priok, juga ke Tanjung Perak Surabaya maupun ke Pelabuhan Makassar menyamar ikut antre mengurus perizinan karantina dan dipungli oleh oknum petugas karantina, sehingga Andi Amran langsung memberikan sanksi.
Hasilnya kini dwelling time UPT Karantia per November 2017 berkisar 9-15 jam, dalam hitungan jam saja, bukan hari lagi.
Demikian pula pada saat pertama kali diterapkan lelang jabatan di Kementan, pernah ada sahabat dekat Andi Amran mendaftar dan memperoleh nilai terbaik, namun untuk menghindari persepsi nepotisme, maka Amran sendiri yang mencoretnya.
Pernah ada pejabat Eselon-II ikut mendaftar dan lulus dalam proses seleksi Eselon-I, pada saat akan diusulkan ke Presiden untuk diproses lebih lanjut, ternyata diperoleh informasi bahwa yang bersangkutan merupakan “titipan seseorang”, maka yang bersangkutan langsung dicoret untuk menghindari dualisme loyalitas dalam bekerja.
Demikian pula pada saat adik iparnya mendaftar CPNS tahun 2017 tidak lulus, Andi Amran justru memberi apresiasi kepada Tim Seleksi CPNS. “Mentan juga memberikan apresiasi kepada Panitia STPP yang tidak meloloskan familinya yang sejak kecil tinggal di rumahnya ikut seleksi mendaftar sebagai mahasiswa STPP, padahal kalaupun ingin nepotisme pasti bisa diterima karena proses seleksi berada dibawah kendalinya.
Juga pernah ada sahabatnya minta proyek pupuk di Kementan senilai Rp 100 miliar, berdiskusi dengan Mentan dan menyatakan maksud minta dimenangkan tender, setelah dikasih tahu bahwa di ruang kerja Menteri itu juga disadap Satgas KPK, maka yang bersangkutan langsung pucat dan mengundurkan diri dari tender.
Kebijakan Mentan betul-betul pro kepada petani, pro pada produk pangan dalam negeri dan dikenal sebagai Menteri anti-impor. Bahkan untuk revolusi mental aparatur Kementan menempatkan Satgas KPK di Kantor guna mengawal program dan anggaran.
Selanjutnya, bersama Menteri Perdagangan, Kapolri, Kabulog, KPPU membentuk Satgas Pangan. Hasilnya lebih dari 40 kasus oplos pupuk ditindak. Kartel daging sapi, unggas, bawang dan lainnya ditindak sanksi dari KPPU. Satgas pangan memproses lebih dari 200 kasus pangan termasuk di antaranya PT. IBU. Sementara itu, sejak tahun 2016, Kementan telah memblacklist sebanyak 76 perusahaan impor. Kementan bersama Satgas Pangan Polri, KPK hingga PPATK akan terus mengawasi importir ‘hitam’ tersebut.
Demikian juga lelang jabatan secara profesional dan transparan dengan Tim Seleksi Independen; mendidik pegawai disiplin bekerja full-time per hari dan terjun langsung di lapangan dengan kinerja terukur dan dimonitor harian, serta diterapkan pola reward and punishment secara ketat.
Kementan juga telah mengintensifkan pengelolaan dan layanan pengaduan publik melalui sms-center 081383034444 dan 2106 serta mengembangkan whistleblower”s system yang dapat diakses melalui http://pertanian.go.id/wbs/.
Seluruh upaya ini menjadi bukti bila korupsi telah menjadi musuh besar Kementan sejak kepemimpinan Menteri Amran. Hal ini sangat membantu penyelamatan anggaran negara mengingat nilai ekspor-impor di Kementan mencapai sekitar Rp 500 triliun dan mengelola APBN Rp 70 triliun.
Gebrakan Mentan Amran tanpa kompromi terhadap korupsi tersebut otomatis berimbas melalui capaian prestasi kinerja yang sangat bersinar dalam membangun pertanian nasional dan meningkatkan kesejahteraan petani. Misalnya inflasi bahan makanan dari tahun 2014-2017 turun dari 10,57% menjadi hanya 1,26% yang baru pertama kali terjadi dalam sejarah pertanian nasional.
Dalam skala internasional, FAO tahun 2019 menyebutkan bila Indonesia berhasil melakukan menurunan inflasi terbaik dari peringkat 3 dunia tertinggi yakni 11,71 persen menjadi 15 dengan inflasi 1,26 persen.
Untuk nilai ekspor pertanian meningkat tajam sebesar Rp 180 triliun (85,64%) di tahun 2014-2018. Sedangkan pada volume ekspor meningkat 13,9 juta ton (55,19%) dari tahun 2014-2018. Pada nilai investasi meningkat sangat tajam yakni 36,96 triliun (330,0%) di tahun 2014-2018.
Dengan capaian kinerja yang bersinar tersebut, tidak mengherankan lembaga internasional FAO yang berada dalam naungan PBB mengakui dan memberi apresiasi besar atas keberhasilan Indonesia dalam sektor pertanian. Ini pula yang menjadikan banyak negara-negara sahabat berdecak kagum dan ingin belajar bagaimana pertanian Indonesia mampu melakukan akselerasi pertumbuhan yang demikian pesat dalam kurun waktu yang singkat.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Lestari Ningsih
Tag Terkait: