PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR) diproyeksikan menjadi pengembang dengan raihan pendapatan tertinggi dan rasio utang yang rendah di tahun 2019. Pencapaian kinerja keuangan LPKR tahun 2019 ini akan melanjutkan catatan positif yang diraih di tahun sebelumnya.
Dari sisi likuiditas, LPKR juga solid. Merujuk data bursa efek, rasio utang (Net Debt to Equity Ratio), per Juni 2019, LPKR saat ini jauh lebih rendah dibanding pengembang lain yaitu di angka 29%. Sebagai perbandingan, rasio utang Summarecon mencapai 76%, Modern Land 77%, Jababeka 56%, dan Citra Land dengan 32%.
Baca Juga: Lippo Sabet Penghargaan dari Kemenkop UKM, Begini Detailnya!
CEO LPKR, John Riady, kepada media menjelaskan bahwa rendahnya rasio utang menunjukkan kesehatan perseroan yang sangat baik dan kemampuan untuk berkembang di tahun-tahun mendatang. Juga, menjadi bukti, di bawah John Riady, operasional dan kinerja LPKR ke depan akan makin baik.
"Dengan rasio utang yang terjaga, kami optimis sejumlah rencana bisnis perusahaan dapat diwujudkan. Ini juga menjadi cerminan dari sisi struktur permodalan sangat kuat. Dukungan konsumen juga menjadi pendorong utama kinerja kami tetap positif," ujar John Riady, Senin (28/10/2019).
Menurut John, rasio utang yang rendah sejatinya juga menjadi sinyal LPKR akan mampu mewujudkan rencana bisnis pada tahun depan, apalagi likuiditas terjaga. Belum lagi, ada pendapatan berulang dari PT Siloam International Hospitals Tbk (SILO). Kinerja LPKR juga akan makin baik manakala sektor properti di tahun depan kembali bangkit setelah momentum politik selesai.
Perseroan yang aktif dalam membuat kebijakan strategis juga menjadi salah satu faktor yang membuat pergerakan saham LPKR akan terus terangkat. Apalagi, LPKR juga menggandeng beberapa mitra strategis dalam melakukan pengembangan properti, hal ini yang dinilai sebagai salah satu kekuatan LPKR.
Menurut John, ada tiga hal yang menjadi fokus bisnis Lippo yakni bisnis perumahan, mal, dan rumah sakit. Ia mengatakan, berbeda dengan jenis bisnis lain yang umumnya hanya memiliki dua hingga tiga pesaing di satu negara, pemain di lini bisnis properti begitu banyak lantaran potensi pasar yang memang sangat besar. Karena itulah, Lippo selalu fokus ke proyek yang sedang dijalankan agar memberi kepastian ketenangan kepada konsumen maupun investor. Ia optimis ke depan Indonesia sangat prospektif untuk kepemilikan rumah, bisa naik dari 60 persen ke 80 persen.
Baca Juga: Mantap Jiwa! Fintech Grup Lippo Sabet Gelar Unicorn Ke-5 Indonesia
Kepala Riset Narada Asset Management, Kiswoyo Adi Joe, kepada wartawan mengatakan dana rights issue yang telah diperoleh Lippo Karawaci memungkinkan perseroan bisa cepat menangkap peluang investasi di tahun depan. Posisi rasio utang perseroan masih terbilang rendah apabila dibandingkan dengan kompetitor lainnya. Menurut Kiswoyo, kelebihan Lippo Karawaci lainnya adalah mampu menangkap peluang dalam berinvestasi, seperti di real estate investment trust (REIT) atau dana investasi real estate (DIRE).
LPKR diproyeksikan akan membukukan pendapatan senilai Rp13,5 triliun sepanjang tahun 2019, naik 22% dari Rp11,057 triliun di tahun sebelumnya. Pendapatan LPKR meningkat pesat di saat beberapa pengembang lain bahkan tidak mampu menyamai pendapatan tahun 2018.
Misalnya, pengembang Ciputra (CTRA) yang merupakan pengembang terbesar kedua di Indonesia diperkirakan hanya membukukan pendapatan sebesar Rp7,4 triliun di tahun 2019, lebih rendah dibanding tahun sebelumnya yang sebesar Rp7,7 triliun. Agung Podomoro (APLN) mengalami hal yang sama dengan capaian Rp4,5 triliun, turun dari Rp5 triliun tahun lalu.
Pengembang lain juga belum mampu mendekati LPKR meski beberapa di antaranya mengalami kenaikan. Sinar Mas Land (BSDE) diperkirakan meraih pendapatan sebesar Rp7,2 triliun, Pakuwon (PWON) Rp7,1 triliun, Summarecon (SMRA) Rp5,9 triliun, Jababeka (KIJA) Rp3,3 triliun, dan Modern Land Rp2,7 triliun.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Agus Aryanto
Editor: Puri Mei Setyaningrum
Tag Terkait: