Kementerian Pertanian bersama tujuh Kementerian dan Lembaga lain melakukan penandatanganan Perjanjian Kerja Sama (PKS) untuk mendukung program pengentasan daerah rentan rawan pangan. Penandatanganan ini dilakukan sebagai salah satu bentuk komitmen pemerintah dalam penurunan prevalensi stunting atau angka kekurangan gizi di Indonesia.
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menegaskan bahwa kerja sama ini merupakan bagian dari upaya maksimal negara dalam membuktikan kehadirannya di tengah rakyat, yaitu mewujudkan kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Baca Juga: Syahrul Tegaskan Persiapkan War Room Kostra Tani di Kementan
"Kerja sama ini merupakan keterpanggilan tanggung jawab moralitas kebangsaan. Saya berharap hari ini adalah bagian dari implementasi kita bahwa negara-bangsa tidak salah memilih kita untuk mengurus bangsa dan negara ini," ungkap Syahrul dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu (30/10).
Syahrul mengatakan bahwa penyebab kerawanan pangan di Indonesia sangat multifaktor. Karena itu, penyelesaiannya harus dilakukan secara multisektor.
"Indonesia adalah negara besar keempat dunia, terdiri dari 17 ribu lebih pulau dengan jumlah penduduk mencapai 267 juta jiwa. Tidak gampang menjadikan negara ini terjaga dengan baik. Cara satu-satunya adalah bagaimana kita sama-sama bertanggung jawab terhadap pangan dari 267 juta jiwa rakyat Indonesia," tambahnya.
Lebih lanjut, Syahrul menekankan perlunya dukungan lintas sektor dalam penanganan daerah rentan rawan pangan. Berdasarkan hasil Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan (Food Security and Vulnerability Atlas–FSVA), di tahun 2018 masih terdapat 88 kabupaten/kota atau 17,1 % di Indonesia yang masih masuk kategori daerah rentan rawan pangan. Ia mengatakan isu pangan bersifat sangat kompleks dan multidimensi. Diharapkan, dengan sinergi lintas sektor dan target waktu yang tepat, permasalahan kerawanan pangan di daerah akan lebih mudah diurai.
FSVA merupakan peta tematik yang menggambarkan visualisasi geografis dari hasil analisis data indikator kerentanan terhadap kerawanan pangan. FSVA disusun menggunakan sembilan indikator yang mewakili tiga aspek ketahanan pangan, yaitu ketersediaan, keterjangkauan, dan pemanfaatan pangan. FSVA memberikan rekomendasi kepada pembuat keputusan dalam penyusunan kebijakan dan program intervensi baik di tingkat pusat dan daerah dengan melihat indikator utama yang menjadi pemicu terjadinya kerentanan terhadap kerawanan pangan.
Baca Juga: Dibantu Kementan, Lahan Eks Galian Pasir Jadi Sentra Kedelai
Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian, Agung Hendriadi, mengatakan situasi ketahanan pangan di Indonesia mengalami peningkatan yang signifikan. Jika dibandingkan dengan FSVA 2015, terdapat 177 Kabupaten yang mengalami peningkatanan status ketahanan pangan.
"Berdasarkan hasil FSVA 2018, ada 426 kabupaten dan kota atau 82,9 % di Indonesia yang sudah masuk katergori daerah tahan pangan. Jika dibanding 2015, ada peningkatan status ketahanan pangan di 177 kabupaten," terang Agung.
Lebih lanjut Agung menjelaskan, pengentasan rawan pangan juga kemiskinan termasuk stunting harus dikerjakan bersama–sama sesuai dengan kebutuhan di lapangan. Intervensi program diarahkan untuk menyelesaikan permasalahan yang menjadi faktor penyebab kerentanan pangan.
"Sinergitas lintas sektor telah dilakukan dan kita bersama-sama sepakat untuk bekerja bersama. Sebelum penandatanganan ini, proses memperkuat sinergitas telah kita lakukan dalam bentuk FGD menyinergikan program," kata Agung.
Adapun Kementerian dan Lembaga lain yang ikut terlibat dalam penandatanganan Perjanjian Kerja Sama tersebut adalah Kementerian Kesehatan, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Kementerian Sosial, Kementerian Dalam negeri, Kementerian Pekerjaan Umum, dan Perumahan Rakyat Serta Lembaga Ketahanan Nasional.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Puri Mei Setyaningrum
Tag Terkait: