Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan terbukti lalai dalam menjalankan tugasnya. Konsekuensi tanggung jawab direksi bahkan bisa meluas sampai ke ranah tindak pidana korupsi apabila perusahaan yang dikelolanya berbentuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Kerugian yang dialami BUMN bisa menyeret jajaran Direksi beserta manajemennya ke dalam ranah tindak pidana korupsi karena menurut regulasi yang ada kekayaan BUMN masuk menjadi bagian kekayaan negara, sehingga kerugian BUMN bisa disamakan dengan merugikan keuangan negara.
Guna menghindari risiko terjerumus dalam tindak pidana korupsi, SIP Corp berinisiatif untuk menyelenggarakan Diskusi Panel bertajuk “Keputusan Bisnis & Tindak Pidana Korupsi dalam Pengelolaan Perseroan BUMN”.
“Beberapa tahun ini menjadi tahun-tahun yang berat bagi BUMN karena banyaknya kasus korupsi yang menjerat Direksinya sehingga rasanya kita perlu mengetahui perspektif dari unsur pemerintah dan penegak hukum,” ujar Direktur SIP Corp, Tri Hartanto, dalam keterangan resminya, di Jakarta, Rabu (30/10/2019).
Baca Juga: Gandeng Badan Siber dan Sandi Negara, BUMN NDHI Perkuat Keamanan Siber
Menurut Tri, kegiatan diskusi ini juga dilatarbelakangi masih banyaknya pertanyaan dan perdebatan mengenai batasan-batasan kerugian BUMN yang dikategorikan sebagai kerugian keuangan negara.
Dari sisi akademisi, Menurut Akademisi Hukum Administrasi Negara dari Universitas Indonesia Dian Puji Simatupang, kerugian negara harus dilihat dalam tiga sistem hukum yang berkaitan, yaitu hukum perdata, hukum administrasi negara, dan hukum pidana. Kerugian negara yang disebabkan dwaling (salah kira) tanpa adanya paksaan, tipu muslihat, dan suap seharusnya masuk ke ranah hukum administrasi negara, bukan ranah pidana.
Pandangan lain disampaikan oleh Yitno selaku auditor BPK yang sudah berpengalaman memeriksa indikasi kerugian negara, memahami bahwa BUMN dan BUMD masuk dalam lingkup keuangan negara.
“BPK memiliki kewenangan untuk menilai dan menetapkan jumlah kerugian negara, serta memberikan keterangan sebagai ahli dalam proses peradilan”, tegas Yitno.
Baca Juga: Erick Bakal Bersih-Bersih di Kementerian BUMN
Yitno juga menceritakan banyaknya temuan di lapangan dalam memeriksa indikasi kerugian negara dalam pengadaan barang/jasa oleh BUMN, sudah dimulai sejak awal prosesnya, seperti penentuan HPS yang terlalu tinggi dan markup.
“Dalam BPK tidak ada istilah pidana, melainkan istilah yang digunakan adalah kecurangan, yang biasanya ada unsur kesengajaan, baik disebabkan karena adanya kesempatan, tekanan, dan alasan pembenaran”, ujar auditor BPK ini.
Menurut Kepala Sub Auditorat VII B.2 pada Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia, Yitno, BPK berperan untuk menilai dan/atau menetapkan jumlah kerugian negara yang diakibatkan oleh Perbuatan Melawan Hukum baik sengaja maupun lalai yang dilakukan oleh BUMN/BUMD.
Dari sudut pandang pidana, Noor menerangkan bahwa tindakan atau keputusan Direksi yang menyebabkan kerugian negara perlu dilihat dari dua sudut. Pertama terkait orangnya, yang kedua terkait perbuatanya.
“Perbuatan itu adalah perbuatan yang memenuhi rumusan delik yang ditentukan dalam UU, kemudian orangnya untuk mengetahui sifat batinnya,” ujar mantan pejabat kejaksaan ini.
Noor menerangkan bahwa perbuatan yang sudah memenuhi rumusan delik, dan ada niat jahat atau mens rea dalam sifat batin itu, serta ada kesalahan yang dilakukan karena sengaja atau lalai, lalu tidak ada alasan pemaaf atau alasan pembenar terhadap tindakan orang itu, maka hal ini bisa dibawa ke pengadlian.
Baca Juga: BUMN Banyak Utang. Menurut Erick Thohir Enggak Salah, Asalkan.....
Noor juga memastikan bahwa selama Direksi memenuhi prinsip Business Judgement Rule (BJR) dan tidak melanggar aturan yang ada, maka tidak perlu dikhawatirkan. “Jadi kepada DIreksi dalam melangkah, harap perhatikan prinsip-prinsip Good Corporate Governance, Mitigasi Risiko, serta regulasi-regulasi yang ada, sebagai rambu-rambu dalam mengambil keputusan”, tegas Noor.
Menutup acara diskusi ini, Tri Hartanto mengambil kesimpulan bahwa kompleksitas yang dihadapi BUMN adalah karena banyaknya regulasi yang harus ditaati serta risiko terjadinya kerugian negara, sedangkan dari sisi bisnis dituntut untuk memperoleh laba dan bersaing dengan perusahaan swasta yang sifatnya lebih fleksibel. Sehingga perlu campur tangan pemerintah dalam memangkas aturan-aturan yang bisa menghambat kinerja BUMN dan perlindungan terhadap Direksi yang sudah menerapkan prinsip BJR.
SIP Corp selaku penyelenggara acara merupakan perusahaan penyedia jasa MICE (Meeting, Incentive, Conference, Exhibition) yang memberikan kemudahan bagi kliennya dalam menyelenggarakan berbagai kegiatan wisata konvensi. Perusahaan ini menjadi salah satu solusi bisnis berbagai instansi dalam mengadakan pertemuan hingga pameran.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait: