Apa kabar kasus Novel Baswedan? Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, kembali buka suara soal kasus tersebut.
Ia berharap, KPK, Kejaksaan Agung dan Polri bisa bekerja sama lebih baik untuk melakukan upaya pemberantasan korupsi dan penegakan hukum yang lainnya. Sebab sudah ada nota kesepahaman bersama untuk saling membantu kerja sama dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi.
"Saya kira untuk kasus penyerangan Novel Itu sudah merupakan perintah tegas dari Presiden ya dan ada waktu 3 bulan, terakhir kalau kita baca informasinya sudah ada laporan juga dari Polri pada Presiden,” tuturnya.
Baca Juga: Janji Kapolri Baru: Bongkar Kebenaran Kasus Novel Baswedan! Bisa Enggak Ya?
“Jadi nanti kita tunggu saja karena tugas dari Presiden itu secara institusional pada Polri, maka tentu Polri akan melaksanakan sebaik-baiknya," ujar Febri, Jumat (1/11/2019).
Febri juga mengajak Polri dan Kejaksaan, untuk secara serius menyikapi upaya-upaya serangan dan teror terhadap penegak hukum. Misalnya ada teror terhadap rumah dua pimpinan KPK, misalnya ada fake bomb dan bom molotov.
"Tugas dari Presiden untuk menemukan pelaku penyerangan Novel tersebut adalah tugas secara institusional kepada Polri, jadi semestinya siapa pun unsur pimpinan atau pejabat yang ada di posisi-posisi tertentu secara institusional itu tetap menjadi tugas dari Presiden terhadap Polri," Febri menegaskan.
KPK, ujar Febri, berharap pelakunya ditemukan dan juga menunggu proses lebih lanjut ketika pelaku ditemukan. Menurut Febri, jangan sampai hanya berhenti pada pelaku di lapangan saja tetapi harapannya tentu juga sampai ke siapa yang menyuruh atau terungkap siapa aktor intelektual di balik aksi penyerangan.
Sependapat dengan Febry Diansyah, Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo Harahap berharap pengungkapan kasus Novel menjadi prioritas dalam 100 hari pertama Idham Azis menjabat sebagai kapolri. Yudhi berharap pada Idham, yang pernah menjabat sebagai Ketua Tim Teknis Pengusutan Kasus Novel.
Yudi Purnomo juga berharap yang tertangkap bukan hanya pelaku penyiraman, tapi juga dalang di balik pelaku penyiraman. "Sebab, kasus ini sudah menjadi sorotan publik, bukan hanya di Indonesia, tapi juga masyarakat dunia," ujarnya.
Selain itu, Yudhi berharap semua temuan bukti-bukti baru dan fakta-fakta baru yang ditemukan oleh Tim Pengusutan Kasus Novel, diungkap ke publik sebagai bentuk transparansi.
"Terpublikasinya temuan dan saksi baru dalam kasus Pantura, Sehingga dari sini Bapak Presiden Jokowi bisa melakukan evaluasi terhadap kinerja yang sudah dilakukan selama ini. Apalagi sebelumnya Pak Jokowi juga sudah memotong dari 6 bulan hasil rekomendasi TPF Gabungan pakar dan kepolisian menjadi 3 bulan," Yudi menjelaskan.
Seandainya belum ada pelaku yang tertangkap, maka Jokowi harus putuskan akan dibentuk tim gabungan pencari fakta atau apa tidak. Yudhi berharap, jika pelaku tak terungkap hingga 31 Oktober, Presiden harus membentuk tim gabungan pencari fakta untuk mengungkap kasus ini setuntas-tuntasnya.
"Kami harapkan kasus terhadap Novel ini akan menjadi pembuka kotak pandora atas teror-teror yang terjadi terhadap pegawai KPK dan juga pimpinan KPK yang belum terungkap selama ini," ujarnya memastikan.
Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana berharap tim yang dibentuk oleh presiden maupun polri harus bisa jelaskan progres detail Tim Pengusutan Kasus Novel. Ia juga berharap agar presiden dalam proses ini tak hanya mendengar dari tim itu saja.
"Jangan hanya iya kan, iya saja. Tapi harus kroscek lebih jauh apakah benar kesimpulannya seperti itu? Sehingga saya harap ada cek dan balances sehingga Presiden jangan langsung percaya," ujarnya.
Kurnia tak terlalu berharap banyak dengan keputusan Idham Azis. Ia memprediksi pengungkapan kasus ini akan jalan di tempat. Sebab, baik Tito maupun idham kan bagian kepolisian.
"Yang mengerjakan kasus Novel kan bukan mereka berdua tapi tim kepolisian itu. Kepolisian itu sudah dipercaya lebih dari dua tahun tak juga menuntaskan. Jadi kalau tidak ada arahan dan batas waktu yang jelas, maka kasus ini bisa hilang begitu saja," ujarnya.
Kurnia mengatakan bahkan dirinya berpikir harus ada punishment dari Presiden jika pimpinan tak bisa selesaikan kasus. Jika tak ada sanksi, ini kasus ini akan hilang begitu saja.
Menurutnya, harusnya pengusutan kasus ini tak butuh waktu hingga tahunan. "Ini kasus yang cctv nya ada, saksi ada, menjadi mudah bagi publik untuk cek ke polisi bisa. Jadi ini bukan soal bisa atau enggak bisa, tapi mau atau tidak mau ya," ujar Kurnia.
Kurnia menambahkan, saat ini, ujarnya, yang ada di benak publik adalah negara lamban dan tak mau tangani kasus Novel.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Tanayastri Dini Isna