Tolak Negosiasi, Khamenei Tegas Iran akan Terus Menjadi Musuh AS
Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei menegaskan bahwa Teheran akan terus menolak pembicaraan dengan Washington. Alasannya, perundingan semacam itu tidak akan bermanfaat bagi Iran.
"Salah satu cara untuk memblokir infiltrasi politik Amerika Serikat (AS) adalah dengan melarang perundingan dengan Amerika Serikat. Itu berarti Iran tidak akan menyerah pada tekanan Amerika," katanya, pada Minggu malam.
Dilanjutkannya, bernegosiasi dengan musuh-musuh adalah tindakan yang 100 persen salah.
Baca Juga: Sebut Iran Mampu Kembangkan Nuklir tapi Tak Ingin Gunakan, Khamenei: Itu Haram!
"Mereka yang percaya bahwa negosiasi dengan musuh akan menyelesaikan masalah kita adalah 100 persen salah," kata Khamenei, yang dikutip dari situsnya, Senin (4/11/2019).
Dalam situsnya tersebut, Khamenei juga berpendaat bahwa kebijakan AS ini dimungkinkan tidak akan pernah berubah.
"AS selalu menanggung permusuhan terhadap Iran dan bahwa kebijakan ini tidak akan pernah berubah," lanjutnya.
Hubungan antara Teheran dan Washington terus memburuk selama setahun terakhir menyusul penarikan sepihak AS dari kesepakatan nuklir Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) 2015. Penarikan Washington dari perjanjian multinasional itu diikuti oleh penjatuhan sanksi baru dan sikap militer yang agresif Amerika di Teluk Persia.
Sikap keras Khamenei itu disampaikan menjelang peringatan 40 tahun penyanderaan para diplomat Washington di kedutaan Amerika Serikat di Teheran. Penyanderaan selama 444 hari itu terjadi setelah Revolusi Iran 1979.
Khamenei mengatakan perselisihan Iran dan AS tidak dimulai dengan pengambilalihan kedutaan.
"Itu kembali pada kudeta tahun 1953, ketika AS menggulingkan pemerintah nasional, yang telah membuat kesalahan dengan mempercayai AS, dan mendirikan pemerintahan boneka dan korupnya di Iran," imbuh Khamenei.
Baca Juga: Penasihat Khamenei: Kami Akan Tangkap Donald Trump dan Seret ke Pengadilan!
Kudeta yang diorganisir CIA itu, didukung oleh Inggris, dengan menggulingkan perdana menteri yang sangat populer, Mohammad Mossadegh. Pemimpin yang digulingkan itulah yang bertanggung jawab atas nasionalisasi industri minyak Iran.
Kudeta itu kembali menetapkan aturan Shah Pahlavi, raja terakhir Iran yang telah meninggalkan negaranya pada Agustus 1953 setelah mencoba memecat Mossadegh.
Khamenei menyinggung negosiasi antara Korea Utara dengan AS sebagai tanda ketidakpercayaan Washington.
"Mereka mengambil foto dan saling memuji, tetapi Amerika tidak sedikit pun mencabut sanksi (terhadap Korea Utara)," papar Khamenei.
"Begitulah cara mereka berunding; mereka akan mengatakan kami membawa Anda berlutut dan tidak akan membuat konsesi pada akhirnya," sambung Khamenei.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto
Tag Terkait: