Upaya otoritas moneter untuk menopang pertumbuhan ekonomi dan menjaga stabilitas nilai tukar di tengah-tengah perang dagang dan pelemahan global yang berkepanjangan, melalui bauran kebijakan pada semester II tahun ini akan berdampak positif bagi industri perbankan, khususnya untuk menjaga laba bersih, meski likuiditas di pasar masih cukup ketat.
Bank Indonesia (BI) telah menempuh pelonggaran moneter baik dengan menurunkan suku bunga acuan secara bertahap sejak Juli dengan total penurunan sebesar 100 basis points (bps) menjadi 5%, untuk menopang pertumbuhan ekonomi saat inflasi terjaga stabil rendah.
Baca Juga:Â Mandiri Syariah Dinobatkan Jadi Bank Pendukung Pengendalian Moneter Terbaik
Untuk menambah ketersediaan lukuiditas di pasar dan mendorong bank menyalurkan kredit, pada Juni dan November BI menetapkan giro wajib minimum (GWM) rupiah untuk bank konvensional dan syariah secara total masing–masing turun sebesar 100 bps menjadi 5,5% untuk bank konvensional dan 4% untuk bank syariah.
Menurut Bahana Sekuritas, pelonggaran GWM yang akan berlaku Januari 2020 menambah likuiditas di sistem perbankan sekitar Rp26 triliun, meski tidak terlalu besar, namun menjadi sinyal pada pasar bahwa BI sedang menempuh kebijakan akomodatif yang akan berlanjut hingga tahun depan. Pasalnya rasio kredit terhadap simpanan atau yang lebih dikenal loan to deposit ratio (LDR) masih di kisaran 97% hingga September 2019.
"Penurunan GWM tidak serta merta mendorong kemampuan bank untuk menyalurkan kredit karena tambahan bagi pertumbuhan kredit diperkirakan sekitar 0,5%," terang Analis Bahana Sekuritas Prasetya Christy Gunadi melalui rilisnya, Senin (2/12/2019).
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Rosmayanti