Penguatan anggaran dalam bentuk Penyertaan Modal Negara atau PMN ternyata belum mampu menahan kerugian dari sejumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, masih ada tujuh BUMN yang terus mengalami kerugian pada periode 2018. BUMN tersebut adalah PT Dok Kodja Bahari, PT Sang Hyang Seri, PT PAL, PT DI, PT Pertani, Perum Bulog, dan PT Krakatau Steel.
"Tahun 2015 ada delapan (BUMN) yang rugi. 2016 tetap, 2017 yang laba naik jadi 38, dan rugi turun ke 3 dan 2018 turun lagi, yang laba 34 dan rugi tujuh," katanya di Gedung Parlemen, Jakarta, Senin, 2 Desember 2019.
Sejumlah persoalan dijabarkan Sri Mulyani terkait kerugian terhadap tujuh BUMN tersebut. Kerugian pada PT Krakatau Steel akibat beban keuangan selama konstruksi. Kemudian untuk PT Dok Kodja Bahari, kerugian terjadi karena beban administrasi dan umum yang terlalu tinggi, mencapai 58 persen.
Sementara pada Perum Bulog, kerugian terjadi karena terdapat kelebihan pengakuan pendapatan atas penyaluran Rastra sehingga Bulog harus melakukan pembebanan koreksi pendapatan di tahun 2018. Kemudian PT Dirgantara Indonesia atau PT DI merugi karena pembatalan kontrak dan order tidak mencapai target.
Adapun untuk PT Sang Hyang Seri dan PT Pertani, mengalami kerugian akibat inefisiensi bisnis, beban bunga, dan perubahan kebijakan pemerintah dalam mekanisme pengadaan benih. Sedangkan PT PAL, merugi akibat meningkatnya beban lain-lain hingga tiga kali lipat akibat kerugian nilai tukar dan kerugian entitas asosiasi.
Tapi menurut Sri Mulyani, Kementerian Keuangan tidak melihat secara khusus kerugian tersebut sebagai beban bagi anggaran karena tugas BUMN juga harus memberikan dampak ekonomi secara makro dan keseluruhan. Sehingga, peranan tujuh BUMN rugi tersebut masih memberikan nilai tambah bagi ekonomi makro.
Penekanan dilakukan dari sisi kinerja perusahaan dan ekonomi pembangunan. Dengan penambahan PMN selama 2015-2018 sebesar Rp130,39 triliun, ternyata mempu menangani total proyek senilai Rp356 triliun.
"Jadi value for money dihitung dari leveraging dari setiap rupiah yang ditanamkan telah menghasilkan 2.72 kali nilai proyek," katanya.
Dari tujuh BUMN yang selalu rugi, yang kondisinya paling parah adalah PT Pengembangan Armada Niaga Nasional (PANN). Banyak interupsi dari anggota DPR Komisi V.
Dalam rapat kerja perdana dengan Komisi VI DPR RI, PT PANN juga menjadi menjadi sorotan karena hanya menjelaskan persoalan restrukturisasi utang karena perusahaan ini sudah cukup sulit untuk hidup.
"Karena perusahaan ini memang dying (sekarat) sejak 1994," ujar Direktur PT PANN, Hery Soewandi di hadapan anggota DPR.
Katanya, sejak tahun 1994 perusahaan ini terus berjuang untuk mengurangi kondisi modal yang kurang baik. Hery juga berharap PT PANN bisa kembali bankable agar bisa kembali berjaya seperti di masa lalu.
Anggota Komisi VI, Rieke Diah Pitaloka mengatakan BUMN yang sakit seharusnya ditutup saja. Aset BUMN itu kemudian diambil negara. "Mending buat BUMN lain kalau ada PMN. Kita punya tugas konsistusional politik yaitu pengawasan, mengoreksi kebijakan yang kiranya lebih baik di BUMN," katanya.
Dia juga menegaskan agar PMN jangan sampai digunakan oleh BUMN 'sakit' untuk membayar gaji karyawan sehingga anggaran negara menjadi tidak produktif.
"Jangan sampai nanti kita kasih PMN itu hanya untuk bayar gaji saja," katanya.
PLN Dapat Penyertaan Modal Terbesar
Pemerintah telah menetapkan Penyertaan Modal Negara atau PMN pada 2020 sebesar Rp17,73 triliun. Baik secara tunai maupun non-tunai terhadap tujuh BUMN. Tujuannya, mendorong peran BUMN untuk pembangunan.
Adapun tujuh perusahaan tersebut yaitu PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), PT Sarana Multigriya Finansial (SMF), PT Hutama Karya, PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI), PT Geo Dipa Energi, PT Permodalan Nasional Madani (PNM), dan PT Pengembangan Armada Niaga Nasional (PANN).
"Alokasi PMN dalam APBN 2020 dimaksudkan untuk mendorong peran BUMN untuk akselerasi pembangunan," ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Dia menjabarkan, PLN mendapat alokasi PMN terbesar pada 2020, yakni sebesar Rp5 triliun. Tujuannya, untuk menyelesaikan pembangunan proyek-proyek ketenagalistrikan. Seperti untuk program pengembangan pembangkit tenaga listrik.
"Termasuk yang berasal dari energi baru dan terbarukan, transmisi, gardu induk, distribusi dan listrik pedesaan serta mempercepat penyediaan listrik di seluruh wilayah Indonesia terutama desa terluar, terdepan, dan tertinggal," katanya.
Kemudian, untuk PT PANN sebesar Rp3,76 triliun yang berasal dari konversi utang pokok dari subsidiary loan agreement (SLA) menjadi PMN. PT Hutama Karya sebesar Rp3,5 triliun yang merupakan kesinambungan dari PMN yang telah diberikan pada tahun 2015, 2016, dan 2019.
"Dana tersebut akan dimanfaatkan untuk mendukung penyelesaian ruas-ruas prioritas dari Jalan Tol Trans Sumatera, yaitu Pekanbaru-Dumai dan Terbanggi Besar-Pematang Panggang-Kayu Agung," katanya.
Sementara untuk PT SMF, PMN yang digelontorkan adalah sebesar Rp2,5 triliun, PT PNM Rp1 triliun, PT Geo Dipa Energi Rp700 miliar, PT BPUI Rp270 miliar, dan PMN untuk Penguatan Neraca Transaksi Berjalan Rp1 triliun.
"Ini untuk mendukung terobosan kebijakan dalam meningkatkan kinerja ekspor nasional dan menekan impor khususnya impor migas melalui investasi kepada BUMN untuk penguatan neraca transaksi berjalan," katanya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Cahyo Prayogo
Tag Terkait: