Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Bela Myanmar, Suu Kyi Hadapi Tuntutan Genosida

Bela Myanmar, Suu Kyi Hadapi Tuntutan Genosida Kredit Foto: Reuters/Osservatore Romano
Warta Ekonomi, Den Haag -

Mantan ikon demokrasi Myanmar, Aung San Suu Kyi, akan membela Myanmar di Mahkamah Internasional di Den Haag, Belanda, dari dakwaan genosida terhadap warga etnik minoritas, Rohingya. Gambia mewakili 57 negara anggota Organisasi Konferensi Islam (OKI) meminta Mahkamah Internasional untuk melakukan langkah darurat menghentikan aksi genosida yang dilakukan Myanmar.

Langkah yang tidak biasa justru dilakukan peraih Nobel Perdamaian, Suu Kyi, dengan memimpin tim hukum mewakili Myanmar di Mahkamah Internasional. Pakar hukum menyatakan Suu Kyi akan menjadi salah satu pemimpin nasional yang secara pribadi hadir di mahkamah tersebut sejak didirikan pada 1946.

"Rencana kehadiran Suu Kyi selama persidangan tiga hari sebagai tindakan tidak biasa," kata Cecily Rose, asisten profesor hukum internasional di Universitas Leiden. "Negara tidak pernah mengirim tim hukum di Mahkamah Internasional."

Baca Juga: Jokowi Singgung Masalah Rohingya Di Depan Suu Kyi

Hal senada juga diungkapkan pakar hukum Universitas Tilburg di Belanda, Willem van Genugten. Dia mengungkapkan bahwa suatu hal yang tidak biasa seorang pemimpin pergi ke Mahkamah Internasional untuk membela negaranya. "Yang sering terjadi mereka datang ke Den Haag ketika kasus tersebut menarik perhatian publik," kata Genugten.

Richard Horsey dari International Crisis Group mengungkapkan, penampilan Suu Kyi di Den Haag sangat berisiko bagi nama baiknya sendiri di luar negeri. “Dia (Suu Kyi) seperti harus melakukan segala hal dengan membala kepentingan nasionalnya,” ujarnya. Namun, di Barat, Suu Kyi masih dipandang sebagai pahlawan, meskipun namanya tercoreng ketika dia tidak membela serangan terhadap kelompok minoritas Rohingya di negaranya.

Penyidik Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sudah menyimpulkan bahwa pengungsian besar-besaran warga Rohingya dari Myanmar menunjukkan “niat genosida”. Tindakan brutal militer Myanmar di negara bagian Rakhine menyebabkan 730.000 pengungsi Rohingya terpaksa pergi ke Bangladesh.

Membela Rohingya, Gambia menuntut Mahkamah Internasional membuat deklarasi darurat agar Myanmar menghentikan genosida terhadap warga Rohingya. Gambia menyebut tindakan genosida tersebut untuk memusnahkan Rohingya sebagai suku atau kelompok dengan pembunuhan massal, pemerkosaan, dan kekerasan seksual.

Tuntutan Gambia berdasarkan temuan penyelidikan PBB yang menunjukkan ada niat genosida. Gambia akan diwakili jaksa agung dan menteri kehakiman Abubacarr Marie dalam persidangan genosida Rohingya di Mahkamah Internasional. Sebenarnya, upaya mengajukan kasus genosida yang dilakukan militer Myanmar terhadap Rohingya muncul sejak 1990-an, tetapi baru terealisasi menjelang akhir tahun ini.

Kasus tuntutan genosida Rohingya memang dimunculkan oleh Menteri Kehakiman Tambadou pada konferensi OKI pada Mei tahun lalu. Nama Tambadou memang sudah dikenal karena dia sudah pernah terlibat dalam penuntutan genosida Rwanda pada 1994.

Ketika kasus Rohingya mencuat, Tambadou pun teringat dengan kasus Rwanda. “Saya melihat genosida tertulis dalam berbagai kisah,” kata Tambadou kepada Reuters. Dia berhasil mendapatkan dukungan 57 negara anggota OKI untuk mengajukan gugatan di Mahkamah Internasional karena pengalaman dan kapabilitasnya. “Ini murni faktor kemanusiaan,” ujar Rambadou.

Mengenai kedatangan Suu Kyi, Tambadou menyambut inisiatif itu sebagai bentuk respons yang kuat. “Saya senang anggota senior pemerintahan akan hadir di persidangan,” katanya. Dia menambahkan, itu adalah bentuk keseriusan dalam menangani kasus ini.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Shelma Rachmahyanti

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: