- Home
- /
- EkBis
- /
- Agribisnis
Sambut Era Industri 4.0, Perlu Sinergi Lintas Stakeholders untuk Penguatan Pertanian
Institute for Food and Agriculture Development Studies (IFADS) mengadakan acara media gathering yang bertajuk "Strategi dan Kebijakan Pertanian di Indonesia 2019-2024: Pembangunan Pertanian di Era Industri 4.0 dan Kesiapan Milenial Menuju Indonesia Emas 2045" di Jakarta, Kamis (12/12).
Kegiatan tersebut diadakan guna menjawab tantangan pertanian di era industri 4.0. Hadir sebagai pembicara yakni Irsan Rajamin-milenial penggerak pertanian dari Habibi Garden, Midzon Johannis-perwakilan dari Industri Perlindungan Tanaman dan Perbenihan, Prof. Dr. Ir. Dadang. M.Sc-Ketua Tim Teknis Komisi Pestisida, dan juga Iskandar Andi Nuhung-Chairman of IFADS. Acara ini dipandu oleh Sekretaris Jenderal IFADS, Agusdin Pulungan, sebagai moderator.
Baca Juga: Tani On Stage di Makassar, Mentan Ajak Perkuat Pangan Sehat dan Ekspor Pertanian
"Untuk menjawab tantangan sektor pertanian, semua stakeholders perlu bersinergi dan berkontribusi dalam bidang Food and Agriculture (FA). Tidak hanya pemerintah atau kementerian pertanian, tetapi juga penyuluh lapangan, pemerintah daerah, industri, akademisi, milenial maupun media. Untuk itu, kami dari IFADS mengadakan berbagai aktivitas seperti diskusi dan dialog terkait Food dan Agriculture seperti hari ini," ujar Andi Nuhung dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (17/12/2019).
Populasi masyarakat Indonesia yang diperkirakan mencapai 300 juta pada tahun 2030 membuat pemerintah harus mengantisipasi langkah-langkah tepat untuk menyediakan pangan yang memadai, aman, dan berkualitas. Berbagai upaya tentu perlu dilakukan, seperti meningkatkan produksi pertanian yang diselaraskan dengan program berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs).
Pemerintah telah mempunyai Roadmap SDGs menuju 2030 yang sejalan dengan SDGs yang telah ditetapkan oleh PBB. Tujuan SDGs dalam bidang pertanian adalah mengakhiri kelaparan, mencapai ketahanan pangan dan nutrisi yang lebih baik, serta mendukung pertanian berkelanjutan. Beberapa komitmen yang bisa dilakukan antara lain membuat tanaman menjadi lebih efisien, menyelamatkan lebih banyak lahan pertanian, membantu keanekaragaman hayati untuk berkembang, memberdayakan petani kecil, mendukung keamanan pangan bagi manusia, dan melindungi setiap pekerja.
"Untuk mewujudkannya, perlu didukung Sumber Daya Manasia (SDM) khususnya petani dan penyuluh pertanian. Tantangannya adalah sebagian besar petani Indonesia berusia 45 tahun ke atas atau lebih. Tanpa adanya regenerasi, Indonesia terancam akan kekurangan SDM yang bekerja di sektor pertanian. Untuk itu, pemerintah dan industri perlu mendorong generasi milenial untuk terjun di sektor pertanian," tambah Andi.
Umur bukanlah satu-satunya faktor berkurangnya sumber daya manusia di sektor pertanian Indonesia. Produktivitas yang rendah, yang disebabkan oleh kurangnya akses ke teknologi dan informasi pertanian modern, telah memaksa banyak petani untuk beralih ke pekerjaan yang lebih cepat menghasilkan.
"Bagi milenial, profesi petani identik dengan pekerjaan kasar, berkotor-kotoran dan berpenghasilan rendah. Sementara milenial sangat akrab dengan gadget, media sosial, dan teknologi digital. Maka, kami menawarkan solusi bagaimana memanfaatkan teknologi pertanian 4.0 untuk menarik milenial agar mau terjun di sektor pertanian," ujar Irsan Rajamin.
Irsan merupakan pendiri startup Habibi Garden yang telah menerapkan Internet of Things (IoT) di pertanian Indonesia. Ia mempresentasikan beberapa proyeknya yang telah berhasil dalam pemanfaatan IoT. Ia mencontohkan keberhasilan Pak Sarwo, seorang petani cabai di Lampung yang telah berhasil meningkatkat produksinya hingga 8 ton per hektare setelah memanfaatkan teknologi digital kreasi Habibi Garden dalam pemantauan kebutuhan air pada tanaman cabai.
Dari kalangan Industri Perlindungan Tanaman dan Perbenihan, Midzon Johannis memaparkan pentingnya riset dan pengembangan untuk menjawab tantangan sektor pertanian modern di Indonesia ke depan. Syngenta Indonesia menjadikan riset dan perspektif petani sebagai aspek fundamental dalam pengembangan teknologi perlindungan tanaman dan benih. Data riset yang dihasilkan menjawab kontribusi teknologi Syngenta terhadap kualitas dan keamanan pangan, peningkatan produktivitas pertanian dan kesejahteraan petani, serta penanganan tantangan lingkungan pertanian.
Sementara, Profesor Dr. Ir. Dadang, M.Sc., sebagai Ketua Tim Teknis Komisi Pestisida mengungkapkan bahwa potensi sektor pertanian di Indonesia masih sangat besar karena Indonesia merupakan salah satu pusat mega diversity tanaman pangan di dunia, beriklim tropis, bisa bercocok tanam sepanjang tahun, beraneka jenis tanaman pangan dan perkebunan bisa tumbuh, dan mempunyai potensi pasar yang besar.
Profesor Dadang juga mengungkapkan saat ini masalah hama penyakit yang menjadi tantangan utama dalam budidaya pertanian dibanding misalnya seperti masalah pupuk dan kesuburan lahan. Hal itu terjadi karena perubahan iklim sangat mendukung perkembangan hama, pathogen, dan gulma berkembang cepat. Oleh karena itu, penggunaan pestisida yang menjadi bagian integrated farming system menjadi penting peranannya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Puri Mei Setyaningrum