Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Indonesia Siapkan Kuda-Kuda Tekuk Uni Eropa di WTO

Indonesia Siapkan Kuda-Kuda Tekuk Uni Eropa di WTO Buruh kerja memanen kelapa sawit di perkebunan kawasan Cimulang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Selasa (10/9/2019). Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit Indonesia menyatakan produksi minyak sawit Indonesia diperkirakan mencapai 46,6 juta ton pada 2020. | Kredit Foto: Antara/Yulius Satria Wijaya
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kementerian Perdagangan dan Kementerian Luar Negeri bersama kementerian/lembaga terkait serta para pemangku kepentingan kelapa sawit dan biofuel Indonesia menggelar rapat konsolidasi persiapan konsultasi mengenai gugatan Indonesia atas kebijakan Renewable Energy Directive (RED) II dan Delegated Regulation (DR) Uni Eropa.

Gugatan dilayangkan Indonesia ke Organisasi Perdagangan Internasional (World Trade Organization/WTO) karena kebijakan tersebut dinilai mendiskriminasi produk kelapa sawit atau biofuel Indonesia.

Rapat konsolidasi dipimpin Wakil Menteri Perdagangan Jerry Sambuaga dan dihadiri Wakil Menteri Luar Negeri Mahendra Siregar, Wakil Tetap RI Jenewa, Dirjen Perdagangan Luar Negeri, dan Dirjen Perundingan Perdagangan Internasional.

Baca Juga: Say No To Benih Sawit Ilegitim!

"Kami mengadakan rapat konsolidasi ini untuk menyinergikan informasi dan data agar konsultasi dapat dilakukan secara optimal dan menguntungkan Indonesia. Kami mengusulkan kepada Uni Eropa agar konsultasi dilaksanakan pada akhir Januari 2020 di Jenewa, Swiss," kata Jerry di Jakarta, Selasa (7/1/2020).

Jerry mengatakan, pertemuan konsultasi merupakan langkah awal dari penyelesaian sengketa di WTO. Tujuannya, meminta klarifikasi atas isu-isu yang dipermasalahkan dan mencari solusi yang memuaskan kedua pihak tanpa harus melalui proses litigasi WTO. Pada tahapan ini, terbuka ruang seluas-luasnya bagi Indonesia untuk meminta klarifikasi dari pihak Uni Eropa.

Sebagai tindak lanjut atas gugatan yang diajukan, Pemerintah Indonesia sebagai penggugat secara resmi telah mengajukan permintaan konsultasi kepada Uni Eropa pada 9 Desember 2019. Atas permintaan tersebut, pada 18 Desember 2019, Uni Eropa telah menjawab dan menerima permintaan konsultasi dari Indonesia.

Melalui kebijakan RED II, Uni Eropa mewajibkan penggunaan bahan bakar di Uni Eropa berasal dari energi yang dapat diperbarui mulai 2020 hingga 2030. Selanjutnya, DR yang merupakan aturan pelaksana RED II memasukkan minyak kelapa sawit ke dalam kategori komoditas yang memiliki Indirect Land Use Change (ILUC) berisiko tinggi.

Akibatnya, biofuel berbahan baku minyak kelapa sawit tidak termasuk dalam target energi terbarukan Uni Eropa, termasuk minyak kelapa sawit Indonesia.

Baca Juga: Wow! Gula Merah dari Nira Sawit? Kenapa Enggak?!

Jerry menyampaikan, pemerintah keberatan dengan dihapuskannya penggunaan biofuel dari minyak kelapa sawit oleh Uni Eropa. Selain itu, hal ini adalah tindakan yang diskriminatif dan berdampak negatif pada ekspor minyak kelapa sawit atau biofuel Indonesia ke Uni Eropa dan akan memberikan citra buruk terhadap produk kelapa sawit di perdagangan global.

"Hal tersebut tidak sejalan dengan prinsip Uni Eropa yang mengedepankan fair trade, kebebasan, dan keterbukaan. Selain itu, juga tidak selaras dengan semangat Indonesia-EU Comprehensive Economic Partnership Agreement yang sedang dirundingkan kedua negara," tegasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Boyke P. Siregar
Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: