- Home
- /
- Kabar Sawit
- /
- Energi
Tripatra Dukung Pemerintah Kembangkan POME sebagai Bahan Baku SAF Nasional
Kredit Foto: PT Tripatra Engineering
PT Tripatra Engineering (TRIPATRA), sebagai pelaku utama di bidang jasa energi berkelanjutan, dalam kurun waktu terakhir telah memulai inisiatif untuk lebih memusatkan perhatian pada proyek-proyek energi baru terbarukan, termasuk Sustainable Aviation Fuel (SAF) atau bahan bakar pesawat ramah lingkungan.
Sebagai wujud kontribusi terhadap upaya pemerintah dalam mewujudkan komitmen nasional untuk mengurangi emisi dari industri transportasi khususnya penerbangan, Tripatra turut serta dalam Studi Global CAEP/14 ICAO mengenai Life Cycle Assessment (LCA) untuk jalur POME–HEFA (Palm Oil Mill Effluent-Hydroprocessed Esters and Fatty Acids) yang berlokasi di Indonesia.
Berdasarkan studi tersebut, International Civil Aviation Organization (ICAO) telah memasukkan Palm Oil Mill Effluent (POME) sebagai bahan baku Sustainable Aviation Fuel (SAF) ke dalam dokumen resmi “CORSIA Default Life Cycle Emissions Values for CORSIA Eligible Fuels”.
Studi ini diajukan oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, Kementerian Perhubungan dengan dukungan Kementerian Luar Negeri, dengan tim ahli yang berasal dari TRIPATRA bersama IPOSS (Indonesia Palm Oil Stategic Studies), Proses pengajuan POME dimulai sejak bulan November 2024, mencakup pengumpulan data lapangan pada pabrik kelapa sawit (PKS), penyusunan working paper untuk ICAO Working Group 5, serta diskusi teknis dengan berbagai negara anggota.
POME diajukan sebagai residu proses pengolahan sawit yang tidak memiliki beban Indirect Land Use Change (ILUC), sehingga dinilai memenuhi kriteria keberlanjutan ICAO untuk jalur HEFA.
Setelah proses evaluasi teknis selama satu tahun, dengan melalui perbandingan dengan studi akademik dari Hasselt University dan verifikasi oleh Joint Research Centre (JRC), POME memperoleh nilai Life Cycle Assessment (LCA) sebesar 18,1 gCO₂e/MJ, yang menunjukkan emisi lebih rendah dibandingkan avtur konvensional. Nilai ini selanjutnya dapat digunakan sebagai default value dalam skema CORSIA bagi produsen SAF di seluruh dunia.
Raymond Rasfuldi, President Director & CEO, Tripatra mengatakan, “Limbah cair industri kelapa sawit yang selama ini berpotensi menghasilkan emisi metana juga dapat dikonversi menjadi bahan bakar penerbangan berkelanjutan SAF dengan emisi lebih rendah, seperti telah diakui oleh ICAO. Pendekatan ini menggambarkan penerapan ekonomi sirkular dimana limbah industri diolah menjadi produk energi bernilai tinggi yang memberi manfaat ekonomi sekaligus menekan dampak lingkungan," ujarnya.
"Melalui keterlibatan dalam studi internasional dalam pengembangan POME di Indonesia, Tripatra menegaskan komitmen dan posisinya sebagai katalis kolaborasi lintas sektor dalam membangun ekosistem SAF dan mendukung visi Indonesia menuju transisi energi yang berkelanjutan dan berdaya saing. Selain itu, hasil tersebut juga menunjukkan peran strategis Tripatra sebagai pengembang SAF berbasis POME yang berkontribusi langsung terhadap upaya dekarbonisasi sektor transportasi dan energi nasional," tambahnya.
Baca Juga: Emiten Sawit TP Rachmat Resmikan Fasilitas Produksi Biokokas di Kalbar
Dalam beberapa tahun terakhir, industri penerbangan global menghadapi tekanan besar untuk menurunkan emisi tekanan besar untuk menurunkan emisi karbon dioksida (CO₂). Terlebih lagi menurut data dari International Air Transport Association (IATA), industri penerbangan bertanggung jawab atas sekitar 3% dari total emisi karbon dioksida (CO₂) global. Emisi ini berasal dari pembakaran bahan bakar fosil oleh pesawat terbang, yang menghasilkan emisi gas rumah kaca seperti CO2 dan nitrogen oksida (NOx).
Sebagai upaya untuk sektor aviasi dan transisi energi berkelanjutan dunia, International Civil Aviation Organization (ICAO) melalui skema CORSIA (Carbon Offsetting and Reduction Scheme for International Aviation) menginisiasi langkah konkret untuk mencapai net-zero carbon emissions pada tahun 2050, salah satunya dengan mendorong penggunaan SAF bagi penerbangan internasional.
Hal ini penting, mengingat SAF bisa menjadi solusi utama untuk mendekarbonisasi penerbangan karena dapat digunakan langsung (drop-in fuel) tanpa perlu modifikasi mesin pesawat maupun infrastruktur bandara.
Selain itu, SAF juga dapat diproduksi dari berbagai bahan baku terbarukan, salah satunya dari POME. Terlebih lagi, ketersediaan kelapa sawit melimpah di Indonesia sehingga bisa menjadikan POME sebagai bahan baku potensial untuk SAF, baik untuk memenuhi kebutuhan nasional maupun global.
Dikutip dari siaran pers yang dikeluarkan oleh Kementerian Perhubungan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, Direktur Jenderal Perhubungan Udara, Lukman F Laisa menyampaikan bahwa Indonesia sebagai negara anggota ICAO berkomitmen untuk menjadi salah satu produsen utama SAF mengingat besarnya potensi bahan baku (feedstock) yang kita miliki oleh karena itu kita mengusulkan perhitungan nilai default LCA.
“Persetujuan ICAO ini menegaskan bahwa POME secara resmi diakui sebagai bahan baku SAF dengan nilai emisi yang sangat kompetitif, mampu memberikan emission saving hingga 80% dibandingkan bahan bakar fosil. Ini adalah momentum besar bagi Indonesia untuk memasuki pasar SAF global,” jelasnya.
Lebih lanjut Lukman menambahkan bahwa keberhasilan ini merupakan hasil kerja kolaboratif. “Kami berterima kasih atas dukungan Kementerian Luar Negeri serta kontribusi teknis dari Tripatra dan IPOSS. Upaya lintas institusi ini menunjukkan komitmen kuat Indonesia dalam memperjuangkan posisi nasional di forum internasional.”
Dengan pengalaman yang luas lebih dari 50 tahun dalam proyek energi, Tripatra telah menginvestasikan sumber daya yang signifikan untuk mengembangkan teknologi dan infrastruktur yang diperlukan dalam ekosistem biofuel di Indonesia, termasuk dalam memproduksi SAF.
“Tripatra percaya bahwa penguatan industri biofuel nasional adalah kunci untuk mencapai ketahanan energi dan keberlanjutan lingkungan jangka panjang. Dengan dukungan dan sinergi yang kuat dari berbagai pihak, kami optimis bahwa Indonesia dapat menjadi key player dalam pengembangan energi terbarukan, kususnya ekosistem industri SAF,” tutup Raymond.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Amry Nur Hidayat
Tag Terkait:
Advertisement